Views :296 Times |
Kamis, 29 Maret 2012 07:26 |
Beberapa tahun yang lalu, seorang teman memutuskan untuk mengikuti passion yang ia miliki. Ia mencintai dunia seni dan mengajar. Ia seorang desainer grafis yang berbakat, penulis yang hebat dan seorang pemimpin dalam perkumpulan mahasiswa. Namun ia tak tertarik untuk menekuni karir di perusahaan besar. Tak ada yang bisa memaksanya untuk itu. Lagipula generasi kami adalah generasi millenial yang ‘ditakdirkan’ untuk mengejar impian kami. Sehingga ia memutuskan untuk menempuh pendidikan dan meraih gelar Ph.D. serta menulis disertasi yang mengagumkan dan membuatnya memenangkan penghargaan. Memang nampaknya menyenangkan dan ia bisa jadi adalah sebagian kecil orang yang merasa begitu bahagia. Lalu kemudian resesi melanda. Hibah yang diberikan perguruan tinggi menurun. Posisi mengajar dan peneliti dipersempit. Ia kembali tinggal dengan keluarganya, menunggak pembayaran utang studinya, dan menunggu dua tahun sebelum mendapatkan posisi mengajar yang tidak demikian besar dalam sebuah pusat penelitian kecil. Selama periode itu, kehidupannya mengalami goncangan yang hebat. Ia merasa masa depannya tidak pasti, ia menjadi begitu menarik diri dan mengucilkan diri dari pergaulan sekitarnya dan merasa melakukan pengkhianatan atas passion yang ia miliki. Itulah hal yang banyak dialami oleh generasi milenium saat ini. Apakah mengikuti passion kita memang perlu dilakukan dan layak atau hanya sekadar tren? Generasi usia dua puluhan masa kini dibesarkan untuk memiliki impian mereka sendiri dan mengikutinya. Namun, itu dunia yang demikian berbeda. Dan saat jumlah pengangguran usia muda meningkat dari waktu ke waktu, kita menyadari bahwa pengkhianatan terbesar adalah terlalu diagung-agungkannya passion dan impian besar. Filosofi ini tak lagi berhasil untuk kita, atau setidaknya terasa kurang seimbang. Maka dari itu, kita perlu mengubah cara berpikir dan cara memandang dunia di sekitar kita. Ubah pemikiran kita, yang semula selalu berfokus pada passion diri sendiri, menjadi berfokus pada masalah besar yang sedang dihadapi sesama. Menempatkan masalah pada titik pusat pembuatan keputusan membuat semuanya berubah. Kini fokusnya bukan diri kita sendiri. Fokusnya berubah menjadi apa yang Anda bisa lakukan dan bagaimana Anda bisa berkontribusi secara signifikan pada penyelesaian masalah itu. Orang-orang yang bekerja keras untuk mengatasi masalah-masalah utama akan mendapatkan imbalan yang juga tak kalah besarnya. Ini tak melulu dalam pengertian finansial tetapi juga dalam lingkup yang lebih besar. Anda akan perlahan keluar dari kungkungan dunia yang sempit. Anda menjadi lebih bahagia jika lebih sedikit mencemaskan hal-hal yang membuat Anda bahagia. Untungnya ada begitu banyak masalah di dunia ini yang bisa kita pilih untuk atasi bersama: perubahan iklim, kemiskinan, perawatan kesehatan, teknologi, urbanisasi, dan sebagainya. Masalah besar apakah yang menjadi penunjuk arah Anda? Jika Anda seorang pemimpin muda dan Anda belum menemukan masalah yang menjadi perhatian utama Anda, inilah beberapa hal yang bisa Anda lakukan. Kembangkan kesadaran atas situasi sekitar Terlalu berfokus pada upaya penggalian potensi diri membuat kita lupa dengan keadaan sekeliling. Imbangilah dengan keluar ke dunia bebas. Teruslah berinteraksi. Bersikaplah peka terhadap permasalahn yang dihadapi kelompok yang kurang beruntung dan terpinggirkan. Keluarlah dari kantor sekali waktu untuk bekerja sukarela. Jika Anda bekerja di sekolah, keluarlah dari lingkungan sekolah. Sudah sejak lama sekolah dan institusi pendidikan seharusnya memulai untuk menerapkan perubahan dalam fokus program mereka yang lebih berpusat pada dunia sekitar. Carilah masalah yang mempengaruhi Anda secara pribadi Kita akan berpeluang lebih besar untuk termotivasi oleh permasalahan yang berhubungan dengan diri kita sendiri. Dalam bukunya “Passion and Purpose”, Umaimah Mendhro menceritakan kisahnya melarikan diri dari peperangan di Pakistan dengan keluarganya dan bagaimana pengalaman traumatis kekerasan mendorongnya mendirikan TheDreamFly.org, sebuah gerakan yang membantu menciptakan koneksi di seluruh komunitas dalam suasana konflik. Berkomunikasi dengan orang-orang yang bekerja menyelesaikan isu besar Dalam dunia tempat banyak masalah saling terkait satu sama lain, mengenal orang-orang yang memiliki passion yang sama dalam satu isu menciptakan perbincangan mengenai bagaimana masalah lainnya bisa dipecahkan pula. Saat kita berusaha menemukan solusi untuk satu masalah, sering kita harus menghubungkannya dengan disiplin ilmu dan pengetahuan lainnya agar solusinya lebih lengkap (karena akar permasalahan juga sangat luas spektrumnya). Berliburlah dan kunjungi tempat baru Lupakan untuk melancong sebagai wisatawan. Alih-alih, Anda bisa merencanakan perjalanan yang membawa Anda melalui jalur yang belum ditempuh oleh banyak orang. Pergilah ke tempat yang tidak biasa dikunjungi turis. Bepergian dengan berbekal tas punggung dan sesekali tersesatlah. makin luas dan kaya pengalaman Anda, makin banyak hal yang bisa Anda pelajari nantinya. Steve Jobs menggambarkan pengalamannya saat tinggal di India sebagai salah satu fase kehidupan yang paling membuka pikiran dan wawasannya sebagai manusia. Dna hal inilah yang mendorongnya mengembangkan naluri untuk memecahkan maslaah besar dengan menyederhanakan kehidupan melalui teknologi. Kita tidak menemukan kebahagiaan dengan hanya menggali di dalam diri kita. Kita juga perlu keluar dan meleburkan diri ke dunia sekitar. Kita terpanggil untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi dan mulia dalam bentuk kendala yang menghalangi jalan kita. Perjuangan kita sehari-hari lah yang membentuk diri kita dan membentuk kita menjadi pribadi yang lebih baik. Inilah yang menjadi pondasi yang solid untuk terus menerus mencari pemenuhan dalam apa yang kita lakukan bahkan di saat-saat yang paling sukar sekalipun. Kebahagiaan datang dari persilangan antara apa yang Anda cintai, apa yang Anda lakukan dengan amat baik, dan apa yang dibutuhkan oleh dunia. Kita selama ini terus menerus disarankan untuk menemukan yang pertama. Sekolah-sekolah kita membantu untuk menemukan yang kedua. Kini saatnya kita menyisihkan waktu untuk menemukan yang ketiga. Masalah apa yang sedang Anda coba untuk pecahkan? (Disarikan dari “To Find Happiness, Forget about Passion” oleh Oliver Segovia) |
Sumber:
http://ciputraentrepreneurship.com/tips-bisnis/37-advise/15616-untuk-temukan-kebahagiaan-lupakan-passion.html
No comments:
Post a Comment