Views :1616 Times |
Sabtu, 24 Maret 2012 08:22 |
CEO
Facebook Sheryl Sandberg baru-baru ini menyatakan dalam World Economic
Forum di Swiss, “Kami menghargai pria karena kepemimpinan, sikap
asertif, keberanian mengambil risiko, tak ragu bersaing; kami mengajari
wanita untuk bersantai, bersosialisasi. Kami mendorong wanita untuk
bersikap lebih ambisius untuk meraih prestasi dalam tim kerja”. Standar
ganda bisa dijumpai di lingkungan kerja manapun. Pria yang ambisius
biasanya asertif. Sifat yang sama pada wanita sering dipandang sebagai
sifat agresif dan kompetitif. Dalam masyarakat yang di dalamnya
kesetaraan bertambah dalam hal nilai, bagaimana Anda menghindari jenis
diskriminasi gender dalam tempat kerja?
Pria secara tradisional dipandang
sebagai pencari nafkah, sementara wanita sebagai perawat keluarga.
Seorang pria bisa bekerja tanpa kenal lelah selama jam kerja yang
panjang dan akhir minggu, sementara wanita harus pulang ke rumah
dan mengurus keluarga. Sekarang ini, tren tersebut sudah bergeser.
Lebih banyak wanita menjadi eksekutif daripada sebelumnya, sementara di rumah mereka juga masih mengurus anak dan menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Para pria juga berubah peran dengan lebih banyak berperan di dalam urusan rumah tangga. Jika seorang pasangan mendukung ambisi Anda, lingkungan kerja Anda juga seharusnya demikian.
Sebagaimana dinyatakan dalam
artikel Forbes bulan Juli 2011, terdapat lebih dari 27 juta bisnis kecil
di AS dan lebih dari 7,7 juta bisniskeci itu dimiliki oleh wanita AS.
Meski data statistik itu bervariasi berdasarkan sumber, masih saja ini
menunjukkan adanya selisih yang tajam antara mayoritas pria dan wanita
yang bekerja sebagai pemilik bisnis. Meski bisa dianggap sebagai fakta
yang menarik, dijumpai kesukaran di dalamnya: dengan fokus pada
jumlahnya, hasilnya masih berfokus pada gender bukannya kualifikasi.
Apakah penting untuk mengetahui jumlah pria dan wanita dalam sebuah
tempat kerja, yang menjabat CEO, yang berada di dewan direksi, atau yang
memiliki bisnis? Jawabannya mungkin tidak sepenting dahulu.
Apa yang lebih penting, atau seharusnya lebih penting, ialah siapa yang lebih kapabel dalam menjalankan posisi tersebut.
Hal yang lebih penting ialah bahwa kedua gender diperlakukan secara
adil, tanpa memandang jenis kelamin, ras, usia, budaya atau orientasi
seksual, atau karakteristik lainnya yang menimbulkan prasangka dan bias.
Lebih condong pada satu kelompok hanya akan menyingkirkan kelompok lain
dan menimbulkan rasa ketidakadilan. Jawabannya sederhana- terlalu jelas
bagi semua orang untuk diakui: perlakukan setiap orang dengan prinsip
kesetaraan. Yakinlah bahwa ini lebih mudah dikatakan daripada dilakukan
tetapi itulah yang terjadi saat manusia hendak wujudkan hal-hal yang
baik. Daripada melihat permukaan saja, marilah kita fokus pada kinerja,
prinsip, ketrampilan dan pengalaman.
Mengelola diskriminasi gender dalam
tempat kerja berkenaan dengan penghapusan diskriminasi. Bayangkan bahwa
yang Anda miliki hanyalah riwayat hidup tanpa adanya nama atau
karakteristik individual lainnya. Lalu bayangkan bahwa Anda bisa
mengenali orang itu tanpa adanya informasi pengenal. Ini tentunya tak
mungkin dalam kenyataannya. Namun, kunci untuk menguasai keseimbangan
memiliki dua sisi. Jangan menahan imbalan, peran, tanggung jawab atau
penghargaan berdasarkan prasangka dan jangan memberikan hal –hal ini
untuk alasan yang sama.(*AP)
|
Sumber:
http://ciputraentrepreneurship.com/tips-bisnis/177-manajemen/15501-bagaimana-menangani-isu-diskriminasi-gender-dalam-tempat-kerja.html
No comments:
Post a Comment