PELUANG BISNIS WALLPAPER
Lembaran kertas dinding yang menghasilkan untung
Oleh Surtan PH Siahaan, Fransiska Firlana - Jumat, 03 Agustus 2012 | 15:07 WIB
Berita Terkait
Selera orang akan warna gampang berubah. Suasana hati kadang ikut menentukan pilihan warna. Demi fleksibilitas, sebagian orang
lebih memilih menggunakan lembaran kertas dinding atau biasa disebut wallpaper untuk melapisi tembok dinding ruangan. Berbeda dengan cat tembok, selain praktis dipasang, wallpaper juga praktis dibongkar.
Motifnya pun lebih beragam
Sebenarnya, penggunaan wallpaper sempat menjadi tren di Indonesia sekitar 1980-an. Setelah itu, minat pada wallpaper menurun. Nah, belakangan, kertas dinding kembali diminati seiring dengan tumbuhnya perumahan vertikal, baik apartemen maupun rumah susun. “Dulu wallpaper banyak dimanfaatkan melapisi dinding interior hotel, rumah mewah, apartemen, atau restoran,” kata Febru Astuti, pemilik gerai Swarna Wallpaper di Yogyakarta.
Menurut Febru, pengguna wallpaper kian meluas, terutama pemilik rumah dari kalangan menengah, pengusaha salon, dan perkantoran. “Dengan menggunakan wallpaper sebagai bagian interior, ruangan atau rumah menjadi terlihat lebih mewah,” ujarnya. Faktor lain pendorong penggunaan wallpaper adalah daya tahan. Jika kondisi dinding tidak dalam kondisi lembap, wallpaper bisa bertahan sampai 10 tahun.
Nah, tren penggunaan wallpaper ini, tentu menjadi peluang bisnis. Banyak orang membuka usaha penjualan wallpaper sekaligus jasa pemasangan. ”Saya dulu berbisnis gorden, sekarang fokus menjual wallpaper,” tutur Febru.
Keuntungan dan omzet
Selain pasar yang semakin luas, bisnis penjualan dan pemasangan wallpaper yang makin menjamur ini dipicu oleh margin keuntungan yang menggiurkan. Meski hanya untung maksimal 30%, modal untuk memulai bisnis ini rata-rata bisa balik dalam setahun. “Dalam tiga tahun, saya sudah mempunyai dua gerai di Yogyakarta,” ujar Febru. Setiap bulan, dari dua toko itu ia bisa meraup omzet Rp 80 juta–Rp 100 juta.
Dian Nurdiansyah, pemilik Toko Butik Wallpaper di Jalan Warakas, Jakarta Utara, mengaku beromzet hingga Rp 90 juta per bulan hanya dari satu toko di Jakarta. Padahal, ia baru serius menggeluti bisnis ini dua tahun terakhir. Dari penjualan dan jasa pemasangan wallpaper, Dian meraup laba bersih Rp 10 juta per bulan.
Asal Anda tahu, ada beragam jenis wallpaper. Yang membedakan harga tiap produk biasanya sisi ketebalan, lebar, serta panjangnya. Febru, misalnya, menjual wallpaper dengan kisaran harga Rp 100.000–Rp 1 juta per meter. “Kalau di bawah Rp 1 juta, ukuran lebarnya hanya sekitar 50 sentimeter (cm) dengan panjangnya sekitar 10 meter,” jelasnya. Harga produk di atas Rp 1 juta biasanya berukuran lebar satu meter dengan panjang 15 meter.
Nah, kalau Anda tertarik menerjuni bisnis ini, ada beberapa faktor yang perlu dicermati.
Bahan baku mudah dicari
Anda tak perlu repot mendapatkan bahan wallpaper. Cukup banyak distributor atau importir wallpaper yang bisa menjadi pemasok bisnis ini. Pemilik Sarana Interior di Kemayoran, Jakarta Pusat, Juniardian Willim, menyarankan Anda kulak wallpaper berkualitas bagus dan harga miring lewat beberapa importir yang berlokasi di Harmoni, Mangga Dua, hingga Tanjung Priok, Jakarta. “Tinggal survei, mana harga, kualitas, dan pelayanan yang sesuai selera,” tuturnya. Dari importir, Juniar memperoleh wallpaper seharga Rp 60.000 hingga Rp 400.000 per rol. Ukuran satu rol wallpaper beragam. Ada yang berukuran 0,5 m x 10 m, ada juga berukuran 1 m x 17,5 m.
Para importir atau distributor akan memberikan katalog produk. Untuk itu, gandeng sekaligus beberapa importir untuk menyokong usaha ini. Dengan begitu Anda tak perlu menyimpan stok barang banyak-banyak, karena bisa menggunakan katalog untuk menawarkan barang. Itu arti penting menjalin kerja sama dengan importir atau distributor.
Selain itu, belanja kertas dinding dari importir bisa mendapatkan harga miring. Artinya, jika harga beli wallpaper bisa ditekan, margin laba Anda semakin tebal. Juniar mengaku bisa memperoleh keuntungan hingga 30% dari tiap rol pelapis dinding yang dia jual.
Tidak harus ahli
Siapa saja bisa menjalankan usaha ini. Menurut Febru, semua bisa dipelajari secara autodidak. Yang jelas, Anda harus akrab dengan meteran dan pemotong (cutter). Artinya, Anda harus cukup mengerti bagaimana mengukur dinding yang akan dilapisi wallpaper sehingga bisa menaksir kertas dinding yang dibutuhkan. “Segala teknik pemasangan bisa dipelajari dari internet,” katanya. Kalau sudah terbiasa, Anda pasti bisa dengan cepat menghitung kebutuhan wallpaper dan memasangnya dengan rapi.
Bila teknik pemasangan sudah Anda kuasai, silakan merekrut tukang pasang dan melatihnya. Paling-paling dalam seminggu mereka sudah cukup pandai memasang wallpaper. Untuk mendidik tukang, waktu yang diperlukan cukup seminggu. Namun, agar benar-benar mahir, tentu mereka butuh jam terbang yang tinggi. Semakin terbiasa, semakin mampu mereka memasang wallpaper dengan sempurna.
Dian bercerita, biasanya ia melatih calon tukang dengan memanfaatkan sisa-sisa pelapis dinding yang tidak terpakai. Setelah cukup lancar, calon tukang diikutkan dalam proyek sebagai asisten tukang. Setelah beberapa kali ikut proyek, biasanya mereka mulai lancar memasang wallpaper.
Perihal gaji tukang, Anda bisa memilih salah satu dari beberapa sistem penggajian. Pertama, sistem bagi hasil dari penjualan wallpaper. Dian menerapkan sistem bagi hasil dengan karyawannya sebesar 18% per rol. Misalnya, saat ada order pemasangan lima rol wallpaper seharga Rp 300.000 per rol. Nah, sebesar 18% dari total nilai pemasangan yang dibayar klien sebesar Rp 1,5 juta (Rp 270.000) menjadi hak karyawan.
Selain itu, Dian juga memberikan uang makan tetap yang diterimakan setiap bulan sebesar Rp 300.000. “Saya juga memberikan fasilitas kendaraan operasional berupa sepeda motor,” kata Dian yang kini memiliki enam karyawan ini.
Kedua, menggunakan sistem gaji tetap sesuai dengan upah minimum regional (UMP) seperti yang dilakukan Febru. Artinya, gaji tukang tidak berdasarkan jumlah wallpaper yang terjual, melainkan kelayakan upah yang berlaku. “Ada pesanan atau tidak, mereka mendapatkan gaji UMR. Biasanya mereka mendapatkan fee dari klien juga,” ceritanya. Dengan sistem ini, pendapatan karyawan tidak akan mengandalkan dari penjualan.
Febru yang memiliki enam karyawan di Yogyakarta memberikan gaji Rp 700.000 hingga Rp 1,2 juta per orang, disesuaikan dengan tingkat kemampuan tukang. “Kalau soal pemasaran dan administrasi, kami bisa kelola sendiri,” jelasnya.
Jemput bola
Persaingan bisnis wallpaper yang ketat mengharuskan para pemain lebih agresif dan kreatif agar mampu bersaing. Untuk itu, strategi jemput bola harus diterapkan. Misalnya, dengan cara mendatangi perumahan-perumahan atau tempat makan yang ramai, lantas membagi brosur. Dengan pencantuman nomor telepon yang jelas, bila ada calon klien yang minta konsultasi, Anda sebaiknya langsung datangi dan membawa contoh wallpaper. “Biasanya, klien sudah punya minat. Kita mesti mampu menunjukkan layanan terbaik kita,” kata Dian.
Untuk menjangkau pasar yang lebih luas, Anda bisa berpromosi melalui internet. Bila tidak ada waktu untuk mengelolanya, Anda bisa memanfaatkan jasa pengelola website. Menurut pengalaman Dian, biayanya Rp 300.000 per bulan.
Dalam memilih pangsa pasar, Anda bisa hanya fokus pada klien dengan kebutuhan wallpaper untuk rumah tinggal. Meski skalanya kecil, memasang pelapis dinding di rumah tinggal lebih mudah dan fleksibel. Beda kalau memasang untuk apartemen atau kantor. Biasanya, tukang hanya boleh bekerja pada waktu tertentu dan harus mengurus izin ke keamanan internal gedung.
Tapi, ada untungnya juga mengantongi izin usaha. Sebab, pangsa pasar Anda kian luas. Surat izin usaha perdagangan biasanya dibutuhkan jika Anda ingin mengikuti lelang tender pemasangan wallpaper kantor pemerintahan atau swasta.
Modal fleksibel
Untuk memulai usaha ini, modal yang harus Anda siapkan bisa beragam, tergantung dari kebutuhan. “Toko bisa memanfaatkan rumah tinggal atau sewa lokasi dengan biaya tidak besar. Yang penting dekat dengan keramaian,” ungkap Dian. Yang paling dibutuhkan antara lain dana untuk renovasi, membeli perlengkapan gerai, seperti komputer, meja kursi, dan rak. Sementara peralatan yang harus dibeli sangat sederhana, antara lain akrilik, cutter, roler cat, lem, bandul, ember, meteran. Biaya yang dibutuhkan untuk belanja kebutuhan itu sekitar Rp 10 juta–Rp 15 juta.
Sementara itu, untuk mengurus legalitas perusahaan, Anda perlu menyisihkan anggaran sekitar Rp 5 juta. Nah, untuk membantu operasional karyawan, Anda juga bisa membeli sepeda motor. “Kalau tidak ada investasi kendaraan bermotor, modal yang disiapkan tidak besar, kok,” terang Dian.
Pengeluaran bulanan paling besar adalah belanja bahan baku (60%). Sisanya untuk membayar upah karyawan dan operasional toko, seperti untuk bayar listrik, membayar sewa, dan perawatan kendaraan.
http://peluangusaha.kontan.co.id/news/lembaran-kertas-dinding-yang-menghasilkan-untung
No comments:
Post a Comment