Berkat internet, Dian meramu makanan Meksiko (1)
Oleh Noverius Laoli - Jumat, 03 Agustus 2012 | 16:47 WIB
Membangun usaha bermodalkan hobi dan keyakinan tidaklah mudah. Namun, tidak demikian dengan Dian Purwaningtyas (31), pemilik usaha makanan khas Meksiko dengan brand Mr Tacoz.
Usaha yang berbasis di Malang, Jawa Timur, ini mampu mendulang omzet hingga ratusan juta per bulan. Kemampuannya meramu makanan Meksiko ini diperoleh dari kegemarannya berburu resep masakan dari seluruh dunia. "Saya berburu resep-resep makanan melalui media internet," kata Dian.
Selama ini, Dian memang selalu penasaran dengan sesuatu yang terjadi di dunia luar, terutama dalam hal makanan. Rasa penasaran itu juga yang mendorongnya rajin berburu resep masakan lewat internet.
Di internet, ia kemudian menemukan resep masakan khas Meksiko yang dianggapnya cocok dengan selera masyarakat Indonesia. "Ciri khasnya agak pedas-pedas, cocok dengan lidah masyarakat Indonesia," ujarnya.
Setiap menemukan resep yang menarik, Dian selalu mencoba untuk mempraktikkannya. Begitu juga ketika menemukan resep masakan Meksiko.
Ia pun tertarik untuk belajar meramu masakan dari negara Amerika Latin itu. Dari beberapa kali mencoba, ia lalu berhasil menghidangkan masakan Meksiko yang lezat.
Salah satunya adalah tacoz. Makanan Meksiko ini serupa kebab, yakni sayuran dan daging yang dibalut roti tortila. Bedanya, kulit tortila pada tacoz ada yang krispi. Perpaduan bumbu khas dengan dominasi citarasa nan pedas dan gurih sesuai dengan lidah orang Indonesia.
Lantaran sesuai dengan lidah orang Indonesia, ia yakin peminat tacoz di Indonesia lumayan banyak. Dari situ ide bisnisnya kemudian muncul.
Pada Desember 2007, ia kemudian memberanikan diri untuk mendirikan gerai pertama di Malang. Untuk brand usaha ia memakai nama Mr. Tacoz.
Selain tacoz, ia juga menyediakan menu lain, seperti nacoz, mexico fries alias kentang berbumbu meksiko, dan tacoz burger. Makanan-makanan itu dibanderol mulai Rp 7.500 sampai Rp 15.000 per porsi.
Ia merintis usaha ini hanya dengan modal awal Rp 1,5 juta. Modal yang tak seberapa itu antara lain dipakai untuk membeli gerobak bekas.
Supaya tampak menarik, gerobak bekas itu kemudian dicat kembali. "Lalu saya beri gambar kartun lengkap dengan kumisnya dan tulisan Mr Tacoz," jelasnya.
Di masa awal merintis usaha, Dian rajin mengikuti bazar dan pameran di kampus dan sekolah-sekolah. Berkat usahanya itu, Mr Tacoz mendapat sambutan pasar yang cukup antusias. "Setiap hari, dalam waktu tiga jam sudah ludes terjual," jelas Dian.
Melihat respons pasar yang positif, pada tahun 2009 ia resmi menawarkan kemitraan. Hingga saat ini, Dian sudah memiliki 40 gerai di sejumlah kota besar di Indonesia, seperti Bandung.
Selain konsep booth, gerai-gerai itu juga ada yang mengusung konsep mini kafe. Dari usahanya ini, Dian meraup omzet lebih dari Rp 100 juta per bulan.
Pada tahun 2009, usaha kulinernya ini sempat mendapat penghargaan dari Indonesia Franchise Award (IFA). Saat itu, ia masuk nominasi 10 besar Woman Entrepreneur Franchise Award 2009 dari IFA.
Dian, mantan guru yang jadi pengusaha kuliner (2)
Oleh Noverius Laoli - Minggu, 05 Agustus 2012 | 14:00 WIB
Dian Purwaningtyas mengaku tak pernah menyangka bakal terjun ke bisnis kuliner. Apalagi, dia lulusan dari jurusan Biologi di Universitas Brawijaya, Malang.
Selepas kuliah, Dian juga sempat bekerja di sebuah lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD) dengan jabatan kepala sekolah dan dewan pembuat kurikulum.
Namun, kariernya di dunia pendidikan tidak bertahan lama. Dian hanya betah mengajar beberapa bulan saja di sana dan akhirnya memilih keluar. "Saya merasa tidak satu visi dengan pemilik sekolah dalam prinsip pendidikan anak-anak," jelas wanita kelahiran 1980 ini.
Setelah keluar dari dunia pendidikan, Dian memilih tidak melamar pekerjaan ke tempat lain. Ia justru melanjutkan hobi lamanya saat masih kuliah dulu, yakni menjelajah dunia internet dan mencari hal-hal baru di sana.
Sebagai penyuka kuliner, Dian pun sibuk berburu resep-resep baru di internet. Nah, sebelum menemukan resep masakan khas Meksiko, ia sempat mencoba meramu makanan khas Jepang. Resep itu juga didapat dari internet.
Oleh Dian, resep makanan Jepang itu dimodifikasi sesuai dengan selera lidah orang Indonesia. Untuk mewujudkan idenya ini, ia sempat meminta bantuan mahasiswa tata boga.
Saat itu, tidak kurang dari 39 menu masakan khas Jepang berhasil dimodifikasinya. Ia kemudian mencoba menawarkan menu makanan Jepang itu ke pasar.
"Dan, saya kaget ketika menu-menu hasil modifikasi saya itu ternyata disukai di pasaran," jelas Dian.
Saat itu, bisnis kuliner Jepang ini dikelolanya dengan mengusung konsep kafe. Modalnya, patungan dengan beberapa temannya.
Namun, bisnis ini tidak bertahan lama. Manajemen yang buruk membuat bisnis ini terseok-seok. Selain karena minim pengalaman, usaha ini juga terkendala modal yang minim.
Beruntung, ada orang lain yang mau mengambil alih usaha kafe ini. Dengan terpaksa, ia pun melepaskannya. "Saya sangat kehilangan saat itu," kenang Dian.
Namun, ia tidak mau larut dalam putus asa. Pengalaman itu justru membuatnya semakin semangat untuk terjun ke bisnis kuliner.
Sejak itu, ia kembali sibuk berburu resep makanan di internet. Pilihannya kemudian jatuh ke makanan Meksiko. Selain sesuai selera orang Indonesia, makanan Meksiko juga masih sepi pemain. "Beda dengan masakan kontinental atau American junk food," ujarnya.
Belajar dari pengalaman sebelumnya, kali ini ia tidak mau gagal lagi. Mengusung brand Mr. Tacoz, makanan Meksiko hasil racikannya ternyata diminati pasar. Dari sisi manajemen usaha juga diperkuat. "Saya juga rajin ikut pameran," ujarnya.
Dian ingin bawa gerai Mr Tacoz ke luar negeri (3)
Oleh Noverius Laoli - Selasa, 07 Agustus 2012 | 13:54 WIB
Untuk menggapai ambisinya itu, Dian sudah menyiapkan rencana. Antara lain memperkuat jalur distribusi melalui Pulau Sumatra. Demi kelancaran jalur distribusi ia akan membangun gudang tempat penampungan produk di Sumatra. Operasional gudang dan jalur distribusi ini akan dikelola oleh kantor cabang.
Ia berharap, semua upaya itu bisa memperkuat jalur distribusi hingga ke negara tetangga. Sejauh ini, Dian mengaku sudah ada calon mitra yang berminat mengambil paket master franchise di Malaysia. "Sekarang saya masih mengonsultasikan konsep dan prosesnya," jelas Dian.
Untuk di dalam negeri, saat ini Mr Tacoz sudah memiliki 40 gerai yang tersebar di sejumlah kota besar di Indonesia. Sebagian besar gerai tersebut milik mitra usaha.
Selain fokus membesarkan Mr Tacoz , Dian juga sibuk menggarap bisnis lain. Sejak empat bulan terakhir, ia merintis bisnis minuman cokelat di Mr Tacoz. Karena prospeknya lumayan menjanjikan, ia pun memilih memisahkan bisnis ini dengan Mr Tacoz. Untuk brand usaha, ia memberi nama The Soklat.
Hingga kini, The Soklat memiliki lima gerai. Satu di antaranya milik sendiri dan sisanya milik mitra. Sejak awal dirintis, Dian memang langsung menawarkan kemitraan usaha.
Membanderol Rp 7.000 - Rp 8.000 per gelas, ia bisa meraup omzet Rp 8 juta per bulan. Dian meramu bahan baku minuman ini dari bubuk cokelat terbaik, gula singkong rendah kalori, dan susu rendah kolesterol.
Ke depan, Dian ingin mengembangkan usaha ini menjadi rumah cokelat. "Jadi saya tidak lagi menjual minuman cokelat saja, tapi juga berbagai bentuk produk cokelat," papar Dian.
Bersama suaminya, Lin Budiarto juga mengelola usaha pembuatan dan desain gerai dengan brand Bakoel Outlet. Berbekal pengalamannya, Dian paham betul apa yang diinginkan pedagang saat memesan gerai.
Ia mengklaim, gerainya banyak diminati karena harganya lebih murah. Misalnya, untuk ongkos mendesain outlet, Dian hanya membanderol Rp 250.000 per gerai.
Jika membuat gerobak plus desainnya, harganya mulai Rp 1,5 juta hingga Rp 12 juta. "Harganya bervariasi sesuai desain dan bahan baku yang digunakan," paparnya.
No comments:
Post a Comment