Wednesday, August 3, 2011

PELUANG BISNIS JAHE MERAH

Selasa, 16 November 2010 | 09:55  oleh Diade Riva Nugrahani
INSPIRASI SYAEROJI
Syaeroji sukses berkat khasiat bubuk jahe merah
 
Sementara lebih banyak orang menjual jahe merah mentah, Syaeroji memilih mengolahnya bersama gula merah menjadi bubuk minuman siap saji. Kini, bubuk jahe merah bermerek Labeur Jahe sudah tersebar di banyak kota dan gerai ritel modern.

Jahe merah sudah dikenal memiliki khasiat bagi kesehatan. Selain menghangatkan badan, jahe merah bisa meningkatkan stamina dan mencegah rematik. Syaeroji berhasil mendulang sukses dari bisnis olahan jahe merah ini.

Menggunakan merek dagang Labeur Jahe, pemasaran jahe yang sudah dicampur dengan gula merah itu sudah menjangkau lebih dari 150 agen dan beberapa supermarket seperti Tip Top. Kini, setiap bulan, Syaeroji yang lahir di Lebak, 27 Maret 1975, ini setidaknya menghasilkan 35.000 kilogram bubuk jahe merah instan. Total omzetnya mencapai Rp 200 juta.

Sedikit kilas balik, Syaeroji lahir di tengah keluarga sederhana. Latar belakang ini membuat Syaeroji tumbuh menjadi anak tegar. Anak ketiga dari sembilan bersaudara ini tidak terbiasa duduk santai. Setiap hari, sembari sekolah, ia membantu ibunya berjualan aneka makanan kecil dan nasi kuning. “Tidak boleh malu. Jika malu tidak bisa makan,” katanya.

Mental bekerja ini merupakan bagian dari didikan ayah Syaeroji yang berprofesi sebagai pegawai negeri. Ayahnya selalu menegaskan, ia tidak boleh gengsi dalam mencari nafkah yang halal. Semangat ini dibawa sampai kuliah di IAIN Serang, Banten, Jurusan Syariah Islam. Di kampus, ia berdagang untuk mendapat tambahan uang saku. Untuk membeli buku-buku kuliah, ia berjualan kerudung yang ia ambil dari Pasar Tanah Abang, Jakarta.

Syaeroji juga pernah menjual pakaian muslim untuk anak-anak di beberapa TPA di Serang, Banten. Uniknya, semuanya itu tanpa modal awal. “Saya pinjam dulu barangnya, setelah laku, saya bayar. Semua bermodal kepercayaan,” ujarnya.

Berbekal tabungan semasa kuliah, pada tahun 2000, Syaeroji lantas berjualan gula merah dalam bentuk blok. Saat itu, modalnya hanya Rp 500.000. Ia membeli nira dan mengolahnya sendirian di dapur. Tapi, belakangan, ia mulai berpikir menjual gula dalam bentuk kristal layaknya gula pasir biasa.

Dengan serangkaian ujicoba, akhirnya Syaeroji berhasil memproduksi kristal gula merah yang biasa disebut juga gula semut. Tak berapa lama, banyak orang di desanya ikut memproduksi gula semut.

Meski bangga jadi pionir, Syaeroji tetap waspada. Ia lantas memutar otak untuk menyusun strategi berjualan yang baru. Tahun 2003, ia berinovasi membuat minuman kesehatan berbahan jahe merah.

Kebetulan, di tempatnya, jahe merah melimpah. Menggunakan komposisi 60% jahe merah dan 40% gula semut, ia membuat bubuk minuman siap saji. “Saya berkutat di dapur selama 20 jam sampai bisa membuat adonan mengkristal,” kenang Syaeroji.

Setelah formula jahe merah siap minum itu jadi, Syaeroji mulai memikirkan kemasan. Ia melabeli produknya Labeur, kependekan dari gula dan beureum yang dalam bahasa Sunda berarti gula dan merah. Ia mengemas Labeur Jahe dalam stoples berukuran 350 gram. Saban minggu, ia berbelanja botol stoples ke Tanah Abang dengan memakai kereta. “Di kereta, seringkali stoples plastik yang baru saya beli penyok tertekan pantat penumpang yang berdesakan,” katanya sambil tertawa.

Label awal Labeur masih berupa kertas fotokopian. Syaeroji bahkan mewarnai kertas hitam putih itu dengan stabilo agar terlihat menarik. Ia mulai menjual bubuk jahe merah instan ke tetangga dan kerabat dekatnya. Lama-lama, dari mulut ke mulut, khasiat jahe merah buatannya mulai menyebar.

Sembari menjual di sekitar rumahnya, Syaeroji gencar berpromosi di dunia maya. Ia juga rajin mengikuti pameran. Di setiap pameran, bermodalkan gelas plastik dan air panas, ia membagikan Labeur Jahe pada para pengunjung. “Satu hari bisa habis enam galon untuk dibagikan,” kisahnya.


Ratusan agen

Labeur Jahe kini dikenal luas. Syaeroji punya ratusan agen penjual. Ia pun memasok ke gerai ritel modern. Dari semula hanya memproduksi sekitar 20 kilogram (kg) bubuk jahe merah, kini ia berhasil memproduksi 35.000 kg bubuk jahe per bulan. Perinciannya, ia memproduksi 10.000 botol berukuran 350 gram dan ia jajakan
Rp 16.000 per botol. Ada juga kemasan saset yang ia jual per renceng (isi lima saset). Tiap bulan, ia membuat 3.000 renceng. Produk dalam kemasan saset ini ia jajakan seharga Rp 15.000 per renceng.

Di kampungnya, Syaeroji tak menutup diri. Ia meladeni semua orang yang ingin belajar dan menimba ilmu bisnis. Sayang, ia kerap kebobolan oleh teman sendiri yang mengaku hanya ingin tahu resep namun ternyata ikut-ikutan memproduksi bubuk jahe merah. Tapi, ia masih yakin dengan kualitas produknya. “Produk bisa saja sama, kualitas dan rasa pasti beda,” ungkapnya.

Karena itu, demi mempertahankan rasa dan kualitas produk Labeur Jahe, Syaeroji selalu mengawasi proses produksi. Baginya, kesehatan adalah nomor satu; rasa nomor dua. Banyak pelanggan memuji rasa enak jahe merah instan ini selain juga mengakui khasiatnya.
 
Selasa, 26 April 2011 | 11:01  oleh Ragil Nugroho
PELUANG BISNIS KULINER JAHE MERAH
Peluang usaha jahe merah masih hangat dan merekah
 

Produk herbal semakin mendapat tempat di masyarakat. Salah satunya adalah minuman berbahan baku jahe merah. Tak hanya masyarakat lokal yang menyukainya, tapi juga warga Amerika. Dari bisnis ini, seorang pengusaha raih omzet hingga Rp 100 juta per bulan.

Pemanasan global membawa akibat terhadap perubahan iklim dan cuaca yang cukup ekstrem. Kadang panas, tiba-tiba turun hujan mewarnai hampir seluruh dunia, termasuk Indonesia. Tak pelak, kondisi ini menuntut fisik yang prima.

Banyak orang yang lantas mengonsumsi suplemen untuk menjaga agar kondisinya tetap fit. Salah satunya dengan menenggak minuman yang terbuat dari jahe merah.

Selain mampu menghangatkan tubuh, jahe merah juga mampu melancarkan peredaran darah. Ini pula yang membuat produk minuman berbahan jahe merah digemari oleh banyak kalangan.

Dampaknya, pengusaha yang mengolah jahe merah kebanjiran permintaan. Salah satunya Darul Mahbar. Mengusung merek, Cangkir Merah dan Cangkir Mas, produk minuman berbahan jahe merah Darul bisa ditemukan di mini market Alfamart seluruh Indonesia. Bahkan, produknya sekarang juga sudah sampai di Florida, Amerika Serikat (AS).

Memulai usaha tahun 2008, saat ini, Darul memperkerjakan 20 orang. Pendapatan Darul dari bisnis ini mencapai Rp 100 juta sebulan.

Darul bilang, tren menenggak jahe merah yang terus naik turut mendongkrak produksi jahe merahnya menjadi dua kali lipat. Bila awal usaha, ia hanya mengolah 100 kg-200 kg jahe merah, sekarang sudah mencapai 500 kg per hari.

Dia mendapatkan pasokan jahe merah dari Bengkulu, Lampung, Sumatera Selatan dan Pulau Jawa. "Penjualan dan promosi dengan menggunakan media internet membantu penjualan jahe merah," ujar Darul yang menjual produknya dalam kemasan sachet 25 gram dan stoples 330 gram.

Produk yang dijual Darul mulai dari jahe merah original, jahe merah creamer, kopi, jahe merah bubuk, dan teh hijau dengan rentang harga mulai Rp 1.700 hingga Rp 29.000 per unit.

Selain memasok toko-toko ritel, Darul juga memiliki beberapa outlet dengan nama Red Ginger Corner. Ini adalah kedai yang khusus menyediakan jahe merah siap minum. Saat ini, kedai Darul sudah tersebar di wilayah Jabodetabek, Jawa Timur dan Sumatra Barat.

Pengusaha lain yang mendapat berkah dari jahe merah adalah Yudhi Handoko. Pengusaha asal Bandung ini bilang, permintaan jahe merah umumnya datang dari masyarakat yang tinggal di daerah beriklim sejuk.

Memulai usaha sejak 2009, Darul mengaku telah terjadi kenaikan permintaan hingga 70%. Jika di awal usaha, ia hanya menjual 100 kotak, saat in, ia bisa menjual hingga 170 kotak per bulan. Omzet yang ia dapat mencapai Rp 45 juta per bulan.

Ia fokus berjualan jahe merah bubuk dan kopi jahe karena kedua produk itu lebih tahan lama. "Orang Indonesia juga lebih familier dengan kedua produk ini," ujar pemilik CV Indonusa Makmur.

 
Selasa, 02 Agustus 2011 | 14:48  oleh Ragil Nugroho
BUDIDAYA JAHE MERAH
Budidaya jahe merah perlu kerja sama petani, distributor, dan pengusaha (3)

Walau kebutuhan jahe sangat tinggi, jahe perlu diolah terlebih dahulu sebelum dipasarkan sampai ke tingkat konsumen akhir. Selain industri jamu dan minuman, jahe merah juga dibutuhkan industri kosmetik sebagai bahan baku produksi kosmetik.

Jahe adalah bahan baku terbesar kedua dalam produksi jamu setelah temu lawak. Selain jahe merah, sebenarnya juga ada jenis lain yang tak kalah bermanfaat, seperti jahe emprit dan jahe gajah. Namun sepertinya, saat ini pamor jahe merahlah yang sedang naik daun.

Permintaan jamu dan produk olahan jahe, terutama jahe merah yang meningkat membuat budi daya jahe merah saat ini memiliki prospek bisnis yang cerah. Sayangnya, di tengah meningginya kebutuhan, data Kementerian Pertanian malah menunjukkan, produksi jahe secara total pada 2010 ini justru menurun. Jika pada tahun 2009 produksi jahe mencapai 122.000 ton, tahun ini diperkirakan hanya sebesar 108.000 ton.

Ini berarti di tengah permintaan jahe yang melonjak, jumlah produksi malah turun sebesar 14 juta kg. Penurunan ini terjadi karena kondisi cuaca yang kurang mendukung akhir-akhir ini. "Kebutuhan jahe untuk industri jamu tahun ini diperkirakan sebesar 92.897," kata Sumardi Noor, Kepala Seksi Bimbingan Usaha Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian.

Selain untuk industri jamu, jahe juga banyak dibutuhkan untuk bahan baku kosmetik. Menurut Sumardi, kebutuhan pasar domestik yang tinggi, membuat produksi jahe untuk saat ini hanya cukup memenuhi kebutuhan pasar lokal saja.

Sumardi menjelaskan, selain penurunan produksi, ada kendala lain yang dihadapi petani jahe. Kendala itu adalah petani lokal belum mampu memenuhi seluruh syarat kualitas jahe yang ditetapkan industri. "Seperti, petani belum bisa memenuhi kadar air minimal," katanya.

Ekspor jahe biasanya dilakukan untuk produk olahan jadi, bukan jahe mentah atau kering. Ini cukup menggembirakan sebab pengusaha akan mendapatkan nilai tambah tinggi.

Seperti yang dilakukan Antonius Jarwoko, petani jahe di Semarang, Jawa Tengah. Dia kini memproduksi sirup jahe merah dari jahe hasil kebun sendiri. Untuk memproduksi sirup, dia butuh sekitar satu ton jahe. Namun yang dihasilkan pertaniannya hanya setengah ton. Karena itu, Antonius masih harus membeli jahe dari petani lain di sekitar Semarang untuk menutup kekurangan.

Dengan pangsa pasar di seluruh Indonesia, dia meraih nilai tambah yang cukup besar dengan menjual jahe sirup. Jika saat ini harga jahe minimal Rp 10.000 per kg, dia mampu menjual sirup jahe seharga Rp 13.500 per botol.

Kebutuhan jahe merah Darul Mahbar, pemilik merek minuman jahe merah Cangkir Mas dan Cangkir Merah, juga terus meningkat. Untuk itu dia terus menjalin kerja sama dengan petani jahe di Wonosobo Jawa Tengah, dan Palembang.

Dari kerja sama ini, dia mampu memperoleh pasokan mencapai 20 ton jahe selama sembilan bulan penuh. "Petani membutuhkan distributor, dan industri olahan jahe," ujarnya.

Kerja sama saling menguntungkan antara petani dan industri olahan jahe sangat penting agar seluruh produksi jahe petani bisa terserap. Sebab, menurut Darul, petani akan kesulitan menjual seluruh hasilnya jika hanya mengandalkan penjualan jahe mentah tanpa diolah lebih lanjut.

 Sumber:
http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/1289876141/52494/Syaeroji-sukses-berkat-khasiat-bubuk-jahe-merah
http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/1303790461/65753/Peluang-usaha-jahe-merah-masih-hangat-dan-merekah
http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/peluangusaha/74407/Budidaya-jahe-merah-perlu-kerja-sama-petani-distributor-dan-pengusaha-3

2 comments: