GREEN BUSINESS KERAJINAN KERTAS BEKAS
Biarpun kertas bekas, untungnya tetap berkelas
Limbah kertas tak hanya bisa digunakan sebagai bungkus makanan. Koran bekas, majalah bekas, ataupun limbah kertas yang lain bisa dibuat berbagai kerajinan dan hiasan dinding bernilai ekonomi tinggi.
Salah seorang perajin kertas bekas adalah Yunita Adistira di Bekasi, Jawa Barat. Menggeluti usaha kerajinan kertas bekas sejak tahun 2007, Yunita mengaku usahanya berawal dari kegiatan iseng mengisi waktu luang. Apalagi saat itu, dia banyak sekali menemukan kertas-kertas terbuang yang akhirnya dibakar sia-sia.
Ia pun akhirnya membuat berbagai pernak-pernik kerajinan dari bubur kertas, seperti gantungan kunci, tempat kartu nama, gantungan handphone, dan magnet kulkas.
Dengan harga jual Rp 5.000 - Rp 25.000 per produk, Yunita saat ini mengaku mampu mengantongi omzet Rp 11 juta hingga Rp 15 juta per bulan. "Saat ini saya juga membuat patung, wayang, dan boneka salju dari bubur kertas," katanya.
Pemilik CV Bintang Emas ini membuat patung dan boneka beragam ukuran tergantung pesanan. Dengan harga bervariasi mulai dari Rp 50.000 sampai Rp 200.000, mahal murahnya tergantung ukuran dan tingkat kerumitan. Menurut Yunita, patung atau boneka dengan tinggi 10 cm - 20 cm paling banyak dipesan. "Margin labanya sekitar 40%," ujarnya.
Tak hanya menyasar individu, produk daur ulang kertas milik Yunita juga banyak diminati wedding organizer dan perusahaan yang peduli dengan alam. Kepedulian mereka biasanya ditunjukkan dengan membeli produk dari bahan yang ramah lingkungan. Konsumen produk daur ulang kertas bekas tidak hanya di Pulau Jawa, tapi sudah merambah Kalimantan dan Sumatera. Khusus untuk Sumatera, 40% permintaan datang dari Pekanbaru.
"Di Pekanbaru tren produk daur ulang sedang meningkat," katanya. Menurut Yunita, masyarakat tertarik untuk membeli kerajinan daur ulang kertas karena unik dan menarik.
Tak hanya produk Yunita saja yang diminati masyarakat. Sebab, produk hiasan dari bubur kertas bekas milik Sumarsono juga sedang naik daun. Lelaki asal Cilebut, Jawa Barat ini memanfaatkan bahan bubur kertas untuk dijadikan panel atau hiasan dinding.
"Kerajinan kertas bekas prospeknya bagus karena didukung isu pemanasan global," katanya. Ia mengaku telah membuat berbagai kerajinan berbahan baku kertas bekas sebelum ada isu pemanasan global.
Dengan semakin meningkatnya kepedulian lingkungan, maka nilai penjualan produk daur ulang meningkat. Saat ini, untuk setiap hiasan dinding berukuran 45 cm x 45 cm dijual dengan harga Rp 150.000. Dengan harga tersebut, Sumarsono mengaku mampu mengantongi omzet per bulan mencapai Rp 60 juta.
Omzet yang didapat oleh Sumarsono termasuk besar, sebab harga kertas bekas yang dibutuhkan untuk membuat satu produk tidak lebih dari Rp 20.000. "Keuntungan saya mencapai 50% dari omzet," kata pemilik usaha Laxsvin Art ini.
Omzet itu selain didapatkan dari penjualan hiasan dinding berukuran sedang 45 cm x 45 cm, juga didapatkan dari penjualan hiasan ukuran 85 cm x 120 cm dengan harga Rp 1,6 juta. Hiasan dinding ukuran 45 cm x 45 cm lebih diminati karena lebih simple dan mudah dibawa kemana-mana. "Sebanyak 90% pembeli saya datang dari konsumen rumah tangga," katanya.
Walau saat ini baru melayani pasar wilayah Jabodetabek, ke depan Sumarsono berharap mampu menjual hasil kerajinannya ke pasar luar negeri. Tak hanya itu, ia juga bertekad untuk menularkan keterampilannya kepada orang lain. Oleh sebab itu selain sibuk dengan usahanya, Sumarsono juga aktif memberikan bimbingan bagi masyarakat yang mau belajar membuat panel kertas bubur.
Lain dengan Yunita dan Sumarsono, Adang Ganda Permana, pemilik Paper Explorer di Jakarta mengolah kertas bekas menjadi paper bag, kartu nama, dan pigura. Memulai usaha sejak tahun 1999, Adang membutuhkan banyak bubur kertas untuk kemudian dijadikan produk kerajinan jadi.
Dalam sebulan kapasitas produksi bubur kertas Adang mencapai 10 ton. "Dari bubur kertas akan dicetak sesuai pesanan," ujarnya. Jumlah bubur kertas itu mampu memenuhi pesanan paper bag mencapai 3.000 unit, dengan harga satuan sekitar Rp 5.000.
Adang mengaku, hanya dari penjualan paper bag, ia mampu memperoleh omzet per bulan mencapai Rp 15 juta. Nilai omzetnya berlipat jika ditambah dengan penjualan kartu nama dan pigura dari bahan baku bubur kertas bekas.
Menurutnya, pembuatan produk kerajinan dari bubur kertas bekas tidaklah sulit. Untuk yang sudah sering membuat, bahkan bisa menyelesaikannya dalam waktu sehari. Yang terpenting, menurut Adang, adalah proses perendaman kertas. Proses perendaman penting untuk mendapatkan bubur kertas yang memiliki elastisitas baik sehingga mudah dibentuk.
Proses pembuatan yang cukup mudah juga dikemukakan oleh Yunita. Ia mengaku mendapat ilmu kerajinan bubur kertas bekas secara otodidak. "Ternyata tidak begitu sulit mengolahnya," katanya.
Bahan baku utama yang dibutuhkan adalah kertas bekas, air dan lem putih atau lem kayu. Selain itu juga dibutuhkan cat poster dan vernis, blender, kain untuk menyaring, dan cetakan.
Pertama, kertas bekas disobek-sobek dan direndam dalam air selama satu hari sampai tiga hari. Kedua, setelah proses perendaman selesai, kertas diblender sampai halus. Ketiga, kertas blender disaring dengan kain. Penyaringan dilakukan untuk membuang air, sehingga diperlukan pemerasan sampai agak kering. Keempat, ampas atau bubur kertas tadi kemudian dicampur, diaduk rata dengan lem putih. Kelima, adonan siap dicetak sesuai dengan keinginan.
"Setelah dicetak lalu dijemur dan diberi cat poster dan vernis agar lebih kuat," katanya. Untuk menghadirkan tekstur menarik, bisa dicampurkan pewarna dan serat dari pelepah pisang atau jahe.
No comments:
Post a Comment