Friday, August 5, 2011

SENTRA PEMBUATAN SANDAL WEDORO, SIDOARJO

Peluang Usaha

SENTRA USAHA
 
Senin, 01 Agustus 2011 | 13:46  oleh Handoyo
SENTRA PEMBUATAN SANDAL WEDORO, SIDOARJO
Sentra sandal Wedoro: Dulu berbahan kulit, sekarang spons (1)
Sejak tahun 1960-an, Desa Wedoro di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur terkenal sebagai sentra produksi sandal. Hampir 80% warga Wedoro menggantungkan hidup berbisnis sandal. Mulai dari perajin, pedagang bahan baku, perkakas kerja hingga menjadi bakul sandal ke luar daerah.

Alas kaki terus mengalami evolusi model menyesuaikan zaman. Namun, satu hal yang tak berubah yakni alas kaki dibutuhkan untuk semua rutinitas harian. Ini sebabnya, alas kaki menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan seseorang.

Ini pula yang menjadi sebab bisnis alas kaki terus bertumbuh. Salah satunya desa Wedoro, kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Warga di sana seperti berlomba memproduksi alas kaki, utamanya sandal.

Perajin sandal di desa Wedoro sudah ada sejak 1960-an. Hingga kini, perajin tersebar di sembilan rukun tetangga (RW), antara lain RW Wedoro Madrasah dan RW Wedoro Sukun.

Jumlah perajin di setiap RW mencapai ratusan orang. Untuk satu desa, jumlah perajin sandal bisa mencapai ribuan orang. Selain perajin, ada juga pedagang sandal yang memasarkan sandal hingga ke pelosok tanah air.

Saat memasuki desa ini, tampak mobil bak terbuka sarat muatan sandal lalu lalang masuk maupun keluar desa Wedoro. Pemandangan ini akrab bagi warga Wedoro, khususnya perajin. Memproduksi 1.000 pasang sandal tiap hari, mobil-mobil inilah yang berseliweran mengambil sandal untuk dikirimkan ke daerah lain.

Selain mobil yang penuh muatan, desa ini lumayan bising. Dari kejauhan, suara bising yang cenderung mendengung sudah terdengar. Suara ini dihasilkan oleh mesin-mesin yang sedang digunakan perajin untuk membuat sandal.

Tak hanya itu, aroma lem yang menyengat terasa mengganggu saat semakin jauh memasuki desa ini. Meski begitu, perajin tetap ramah menyambut tamu.

Mubin, salah seorang perajin, bilang bahwa pembuatan sandal di Desa Wedoro sudah menjadi mata pencaharian utama warga. "Bahkan usaha ini sudah turun temurun," kata Mubin yang mewarisi usaha orang tuanya itu.

Mulanya, perajin di desa Wedoro membuat sandal dari bahan kulit hewan. Namun saat harga kulit melangit di tahun 1994, perajin beralih memakai bahan spons atau bahan dari karet yang menyerap air. "Dulu sandal kulit dibuat dengan paku, sekarang kami menggunakan perekat," kata Mubin.

Proses pembuatan sandal di Wedoro juga cenderung tradisional. Namun begitu, pengerjaan sandal mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang lumayan. "Apalagi, kebayakan dari kami tidak bergantung pada mesin," kata Muhammad Haris, perajin yang mewarisi usaha orang tuanya itu.

Selain menjadi perajin sandal, warga Wedoro ada juga yang berprofesi sebagai pedagang bahan baku spons, lem dan perkakas kerja hingga pedagang sandal ke luar daerah. "Hampir 80% warga hidup dari sandal," kata kata Haris.

Bisnis sandal ibarat magnet bagi warga Wedoro. Tak jarang ada warga yang memilih berbisnis atau menjadi perajin sandal ketimbang meneruskan sekolah. "Seperti saya ini, hanya tamat SD," kata Mubin.

Walaupun tamat SD, Mubin mencatat omzet dari penjualan sandal hingga Rp 20 juta per bulan. Adapun Haris mendulang empuknya omzet sandal hingga Rp 500 juta per bulan.

Selasa, 02 Agustus 2011 | 14:23  oleh Handoyo
SENTRA PEMBUTAN SANDAL WEDORO, SIDOARJO
Sentra sandal Wedoro: Dulu main di ekspor kini pasar domestik (2)
Di masa orde baru, perajin sandal di Desa Wedoro, Sidoarjo, Jawa Timur sukses mengekspor sandal ke jazirah Arab. Namun, seusai krisis ekonomi 1997, perajin lebih suka membidik pasar ke dalam negeri. Selain jual sandal trendi, perajin juga membuat sandal kebutuhan haji.

Produsen di sentra produksi sandal di Desa Wedoro, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, pernah mencatat penjualan yang gemilang. Ketika itu, sandal karya para perajin di Wedoro ini pernah sukses menembus pasar mancanegara.

Tapi, gemilangnya penjualan itu terjadi sebelum 1997, atau sebelum krisis ekonomi melanda Indonesia. Masa itu, Sukoran, salah satu perajin sandal pernah meraih omzet hingga Rp 1 miliar per bulan. Omzet sebesar itu, diperoleh Sukoran, hanya dari satu pemesan dari luar negeri.

Banyak pembeli asing waktu mencari sandal di Indonesia karena harganya lebih murah. "Dulu kami fokus produksi sandal ekspor saja," kata Sukoran yang sudah 20 tahun menjadi perajin sandal.

Namun, setelah krisis ekonomi 1997, harga bahan baku sandal seakan berlomba untuk naik. Kondisi itu mengakibatkan harga jual sandal made in Sukoran terpaksa ikut naik. "Setelah krisis tidak ada lagi yang mau beli karena mahal," keluh Sukoran.

Selain Sukoran, Soliqah juga pernah jaya di pasar sandal internasional. "Dulu saya menjual hingga ke Arab," kenang Soliqah yang telah memproduksi sandal sejak 1990.

Sebelum krisis, Soliqah bisa mengirim dua kontainer sandal dengan jumlah 5.000 pasang per bulan. Namun, ketika krisis melanda, perajin mulai kesulitan membeli di luar negeri lantaran harga sudah kelewat mahal.

Namun, agar dapur tetap ngebul, Sukoran dan Soliqah, memutuskan untuk kembali memasarkan sandal di dalam negeri. Mereka kembali merintis penjualan ke kota Surabaya dan kota-kota di Jawa. Selain itu, mereka juga memasarkan sandal ke Makassar, Manado, Medan, dan Papua. "Setelah krisis, produksi hanya untuk domestik," jelas Soliqah.

Namun, meski pasar luar negeri sudah sepi, perajin tak surut semangat. Mereka tetap berusaha memproduksi sandal untuk pasar domestik. "Penjualan itu tergantung dari kecakapan dalam memproduksi dan memasarkan," kata Muhammad Haris, salah seorang produsen sandal terbesar di Desa Wedoro.

Walaupun hanya menjual sandal untuk pasar dalam negeri, tapi Haris sekarang mampu memproduksi 250-300 kodi sandal setiap hari. Sandal itu, ia produksi dengan bantuan 60 karyawan. Soal harga jual, Haris membanderol sebesar Rp 200.000-an per kodi. Selain produksi sendiri, terkadang Haris juga mencari pesanan membuat sandal dari pemilik merek sandal terkenal. "Sekarang pesanan apa saja? Saya sanggup membuatnya," kata Haris.

Berbeda dengan Haris, Soliqah memilih membuat jaringan pemasaran sandal itu ke kota Solo dan Jakarta. Soliqah akan memanfaatkan momen Idul Fitri untuk menggenjot penjualan.

Menjelang Idul Fitri pesanan sandal naik dari 50 kodi per bulan menjadi 300-500 kodi per bulan. "Itu pesanan jamaah haji yang ingin berangkat ke tanah suci," kata Soliqah.

Untuk sandal haji itu, Saliqah menjualnya seharga Rp 150.000 per kodi. Lebih mahal ketimbang harga sandal trendi berbahan karet atau spon, yang dibanderol Rp 100.000 hingga Rp 145.000 per kodi. "Sandal haji lebih mahal karena memakai bahan campuran kulit imitasi," kata Soligah.
Rabu, 03 Agustus 2011 | 13:50  oleh Handoyo
SENTRA PEMBUTAN SANDAL WEDORO, SIDOARJO
Sentra sandal Wedoro: Harga spons tak lagi empuk bagi perajin (3)
Perajin sandal di Desa Wedoro, Kecamatan Waru, Sidoarjo, Jawa Timur mengeluhkan kenaikan harga bahan baku. Harga spons melonjak hingga 271%. Akibatnya, biaya produksi sandal ikut naik, tapi perajin tidak ingin menaikkan harga jual karena takut kehilangan pembeli.

Dalam memproduksi sandal, para perajin di Desa Wedoro, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, tidak lepas dari masalah. Salah satunya kenaikan harga bahan baku.

Belakangan ini, ambil contoh, para perajin mengeluhkan kenaikan harga bahan baku spons yang teramat tinggi. "Setiap tahun harga spons terus menerus naik," keluh Soliqah, salah seorang perajin sandal. Tak tanggung-tanggung, kenaikan harga spons bisa berlipat-lipat.

Dia membeberkan contoh, tahun lalu harga spons ukuran 2,10 meter (m) x 1,5 m hanya Rp 3.500 per lembar. Belakangan ini, harga spons seukuran itu telah melonjak menjadi Rp 13.000 per lembar, alias naik 271%.

Begitu pula dengan harga perekat. Tahun lalu harga perekat hanya Rp 60.000-Rp 70.000 per kemasan. Tapi belakangan, harga lem sudah naik menjadi Rp 225.000 per kemasan. "Kenaikan harga bahan baku menjadi masalah bagi kami," kata Soliqah.

Kenaikan harga bahan baku jelas menyebabkan biaya produksi sandal melonjak tinggi. Sementara itu, perajin mesti berpikir panjang untuk menaikkan harga jual sandal. "Kami tak bisa menaikkan harga jual karena persaingan ketat," ujar Soliqah.

Indah Tri Wahyuni, perajin sandal yang lain juga mengeluhkan soal bahan baku. Menurut Indah, selain harga naik, bahan baku juga semakin sulit didapat. "Kami terpaksa memesan sejak sebulan sebelumnya. Itu pun dapatnya sangat terbatas" keluh Indah.

Muhammad Yanto, pemasok bahan baku spons untuk perajin sandal di Desa Wedoro, membenarkan kegalauan itu. "Selain bahan baku terbatas, harga juga semakin tinggi," kata Yanto yang membeli bahan baku spons dari produsen di Surabaya. Dia memberi contoh, tahun lalu ia menjual spons dengan ukuran tertentu seharga Rp 6.000 per lembar. Namun, belakangan ini, spons dengan ukuran yang sama dia jual seharga Rp 15.000 per lembar.

Soal keuntungan, Yanto mengaku hanya mengutip laba Rp 150 per lembar. "Keuntungan biarlah kecil, asal pembelian bisa rutin," terang Yanto yang melayani transaksi secara tunai dan kredit kepada perajin.

Setiap perajin biasanya membeli bahan baku dalam jumlah berbeda, tergantung besar kecil usaha. Perajin skala kecil belanja bahan baku senilai Rp 4 juta. Adapun perajin skala lebih besar bisa berbelanja lebih dari Rp 50 juta.

Selain menjual spons, Yanto juga menjual lem, tali, dan karet. Hampir seluruh bahan baku yang dia jual sudah mengalami kenaikan harga. "Penyebab kenaikan harga adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar," terang Yanto. Ini aneh, sebab, kenyataannya rupiah justru menguat terhadap dolar AS.

Dalam berdagang, Yanto menyediakan bahan baku berkualitas terbaik, seperti spons kualitas super. Tapi harga spons itu juga spesial, hingga Rp 18.000 per lembar.

Yanto mengklaim, seluruh bahan baku spons yang ia jual merupakan produksi Indonesia. Bijih plastik sebagai bahan baku spons diimpor dari Korea. Alhasil, harga spons sangat tergantung pada harga bijih plastik dunia.

Perajin kini berharap ada organisasi yang menaungi mereka. Sebab, dengan organisasilah mereka mengatasi kenaikan dan kelangkaan bahan baku secara bersama.
Kamis, 04 Agustus 2011 | 12:36  oleh Handoyo
SENTRA PEMBUTAN SANDAL WEDORO, SIDOARJO
Sentra sandal Wedoro: Berhadapan dengan sandal China (4)
Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Itulah ungkapan yang cocok untuk menggambarkan kondisi para perajin sandal di Desa Wedoro di Sidoarjo. Belum usai dihantam kenaikan bahan baku, kini mereka harus bersaing dengan sandal van China yang harganya jauh lebih murah.

Masalah seperti tiada henti mendera para perajin sandal di Desa Wedoro, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Setelah merasakan pahitnya kenaikan harga bahan baku, kini, perajin sandal di Wedoro harus berhadapan dengan membanjirnya sandal buatan China.

Maklum, sandal made in China itu telah menggerogoti pasar sandal di Surabaya dan sekitarnya yang selama ini dikuasai para perajin sandal dari Wedoro. Produk sandal buatan Wedoro ini kalah telak karena sandal dari China memiliki banyak pilihan namun berharga nan murah meriah.

Data impor alas kaki di Kementerian Perdagangan menyebutkan, impor alas kaki (termasuk sandal dan sepatu) asal China naik 96,76%, dari sebesar US$ 3,4 juta pada Januari 2010 menjadi sebesar US$ 6,69 juta di Januari 2011. "Produk kami semakin tersisih," keluh Soliqah, perajin sandal di Wedoro.

Efektifnya kerja sama perdagangan bebas ASEAN- China Free Trade Agrement (ACFTA) pada 2010 lalu, ternyata juga berdampak pada pedagang sandal.

Lihat saja, sekarang ini banyak pedagang sandal yang lebih suka menjual sandal impor China ketimbang menjual sandal buatan para perajin dari Wedoro.

Penyusutan penjualan perajin berdampak pada penurunan pendapatan. Kondisi itu diperparah oleh kenaikan biaya produksi akibat harga bahan baku meroket.

Keluhan sama dirasakan Muhammad Haris, juga perajin sandal di Wedoro. Sejatinya nasib Haris tak jauh beda dengan Soliqah. Pasar sandal buatan Haris juga keropos digerus sandal impor dari China. "Tiga toko sandal yang menjual produk saya di Surabaya sekarang beralih menjual produk China saja," kata Haris.

Haris bilang, sebelum sandal China marak dijual di pasaran dalam negeri, saban minggu, Haris mampu menjual 200-300 kodi sandal tiap minggu. "Sekarang sandal buatan saya hanya terjual 20 kodi saja," keluh Haris, masygul.

Tentu saja, kekalahan produk Haris atau Soliqah dengan produk sandal van China juga memangkas laba Haris. Sebelum pasar sandal dalam negeri kebanjiran produk China, Haris masih bisa mengutip laba 40% dari omzet. "Sekarang cari laba 10% saja sulit," sambung Haris.

Haris menggambarkan sepinya order. Menurut dia, tahun lalu, juga menjelang Ramadhan adalah waktu kerja terpadat para perajin di Desa Wedoro. Banyak pedagang sandal memesan sandal untuk kebutuhan lebaran. "Dulu sulit untuk bersantai, tapi sekarang kami banyak santainya," kata Haris.

Tentu Haris juga tak tinggal diam melihat pasar sandalnya yang terus menciut. Dia pun membuat kreasi sandal baru dengan desain yang mengikuti perkembangan jaman. "Sekarang saya bikin sandal desain tokoh kartun Upin Ipin," kata Haris.
Hal serupa dirasakan perajin sandal lainnya, seperti Surokan. Ia mengaku, sejak sandal China membanjir, peminat sandal miliknya menurun. Tak hanya itu, laba yang ia hasilkan juga kian menipis. "Laba tidak bisa naik, sementara biaya produksi naik," kata Surokan.

Karena tak henti dilanda masalah, para perajin kini enggan mewariskan usahanya itu kepada anak-anak mereka. Padahal, usaha produksi sandal itu sudah menjadi usaha turun temurun. "Bisnis ini tidak menjanjikan lagi. Kalau dulu pembeli yang mencari kami, kalau sekarang pembeli lebih suka mencari sandal impor," kata Haris.

Sumber:
http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/1312181163/74271/Sentra-sandal-Wedoro-Dulu-berbahan-kulit-sekarang-spons-1
http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/1312269815/74404/Sentra-sandal-Wedoro-Dulu-main-di-ekspor-kini-pasar-domestik-2
http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/1312354247/74509/Sentra-sandal-Wedoro-Harga-spons-tak-lagi-empuk-bagi-perajin-3
http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/peluangusaha/74617/Sentra-sandal-Wedoro-Berhadapan-dengan-sandal-China-4

1 comment:

  1. Apa aku bisa pesan dengan pola sesuai ukuranku 43 tapi tebal sebelah kanan lebih tinggi 3 cm dari yang kiri karena oanjang kakiku beda

    ReplyDelete