Wednesday, August 10, 2011

SENTRA JAMUR MERANG CILAMAYA, KARAWANG


PELUANG USAHA


SENTRA USAHA

Kamis, 04 Agustus 2011 | 13:41  oleh Bambang Rakhmanto
SENTRA JAMUR MERANG CILAMAYA, KARAWANG
Sentra jamur Cilamaya: Jamur merang menjamur di Karawang (1)
 
Kecamatan Cilamaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, adalah salah satu sentra penghasil jamur merang di Indonesia. Berkat kehadiran 16 kelompok petani, Cilamaya adalah salah satu pemasok kebutuhan jamur merang dalam negeri yang mencapai sekitar 30 ton per hari.

Jam sudah menunjukkan pukul 07.00 WIB, sebagian masyarakat Desa Krasak, Cilamaya, Karawang, mulai sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Beberapa orang bersepeda motor tampak membawa keranjang berisikan jamur merang.

Mereka berbondong menuju rumah Sardi, Ketua Gabungan Kelompok Tani Bintang Jamur Mandiri. Di rumah Sardi itulah jamur-jamur tadi ditimbang dan dimasukkan ke dalam karung untuk dijual ke Jakarta, Bandung, dan Bogor.

Begitulah salah satu rutinitas petani jamur merang di Desa Krasak, Kecamatan Cilamaya, di pagi hari. Cilamaya sendiri adalah salah satu sentra penghasil jamur merang di Indonesia. Saat ini, di Cimalaya ada 16 kelompok petani jamur. Tiap kelompok memiliki tiga sampai lima anggota, sehingga total jumlah petani jamur sebanyak 47 orang dengan jumlah kubung atau rumah pembiakan bibit jamur sebanyak 1.000 unit. "Satu petani bisa memiliki tiga sampai lima unit kubung," kata Sardi.

Data Kementerian Pertanian menunjukkan, total kubung yang ada di Kabupaten Karawang mencapai 2.450 unit. Namun, dari jumlah itu, yang telah teregistrasi hanya sekitar 1.000 unit. Tiap unit mempunyai luas 4 meter x 7 meter.

Dari jumlah kubung itu, total produksi jamur merang di Karawang mencapai 3.537 ton per tahun. Untuk memproduksi jamur merang sebanyak itu membutuhkan jerami atau merang sebanyak 943.110 ton per tahun.

Dengan produksi sebanyak itu, Kabupaten Karawang memang menjadi salah satu pemasok utama jamur merang di Tanah Air. Kementerian Pertanian memperkirakan, total kebutuhan jamur merang mencapai 30 ton per hari atau 0,05 kg per kapita per tahun.

Menurut Sardi, budi daya jamur merang jelas mampu menyejahterakan petani jamur di Cimalaya. Selain itu, banyaknya kubung tentu juga membutuhkan banyak tenaga kerja. Selain itu, para buruh tani juga punya penghasilan tambahan sebagai buruh angkut jerami.

Sardi sendiri telah 18 tahun membudidayakan jamur merang. Dia memiliki dua kubung dan tiap kubung mampu memproduksi sekitar tiga kuintal jamur merang per bulan.

Harga jual jamur merang sebenarnya lumayan juga. Lihat saja, Sardi bisa menjual jamur di pengepul dengan harga antara Rp 15.000 hingga Rp 18.000 per kg untuk kualitas terbaik.

Dengan harga segitu dan dengan hasil sebanyak 600 kg, setidaknya saban panen Sardi bisa mendapatkan uang minimal sebanyak Rp 9 juta, kalau dia hanya menjual jamur kualitas terendah seharga Rp 15.000 per kg.

Hasil sebanyak itu kalau dikurangi biaya produksi yang meliputi pembelian jerami sebesar Rp 700.000 saban 40 hari sekali, pembelian bibit sebesar Rp 1,5 juta, dan biaya perawatan kubung sebesar Rp 200.000, Sardi masih mendapatkan untung bersih Rp 6,6 juta per bulan.

Nah, tentu hasil itu bisa lebih besar kalau punya kubung lebih banyak. Seperti rekan Sardi yang bernama Ichsan. Petani ini mempunyai tiga kubung yang mampu menghasilkan sembilan kuintal jamur merang per bulan.

Hasil sebanyak itu, tentu membuat Ichsan bisa tersenyum karena setidaknya dia bisa mengantongi hasil penjualan sebesar Rp 16,2 juta per bulan. 
Jumat, 05 Agustus 2011 | 15:13  oleh Bambang Rakhmanto
SENTRA JAMUR MERANG CILAMAYA, KARAWANG
Sentra jamur Cilamaya: Produksi turun karena andalkan metode lama (2)
 
Produksi jamur merang petani di Desa Krasak, Cilamaya, Karawang, terus merosot. Selama bertahun-tahun mereka belajar sendiri dengan mengandalkan metode turun temurun. Penurunan disebabkan minimnya sentuhan pemerintah dan tidak adanya metode tanam baru.

Prospek budi daya jamur merang yang bagus ternyata tidak diimbangi dengan peningkatan produksi. Bahkan, produksi para petani jamur merang di Desa Krasak, Cilamaya, Karawang mengaku terus mengalami penurunan.

Dengan mengandalkan pengetahuan bertanam jamur secara otodidak, para petani terus bertahan dengan metode tanam tradisional turun temurun. “Walaupun ada bantuan penyuluhan dari pemerintah tetapi sangat jarang,” ucap Sardi, Ketua Gabungan Petani Jamur Mandiri di Cilamaya.

Sardi mengaku, selama 18 tahun membudidayakan jamur merang, metode yang digunakannya tidak pernah berubah. Karena itu, dia berharap ada metode baru dalam membudidayakan jamur merang. Apalagi, "Produksi kami selama lima tahun terakhir mengalami penurunan,” katanya.

Menurut Sardi, petani jamur merang Cilamaya, diuntungkan dengan kemudahan mendapatkan merang atau jerami. Namun selebihnya harus berusaha sendiri untuk bisa bertahan.

Penurunan produksi juga dirasakan oleh Ichsan, salah seorang petani jamur merang di Desa Krasak. Menurutnya, jika dulu per kubung mampu memproduksi empat kuintal sekali panen, saat ini hanya mampu menghasilkan tiga kuintal saja.

Sedangkan Asnawi, petani jamur merang lainnya hanya mampu memproduksi 2,5 kuintal tiap panen per kubung. “Saya belum pernah panen lebih dari itu, tetapi kalau kurang sering,” ujarnya.

Karena itulah Sardi, Ichsan, dan Asnawi berharap pemerintah memperhatikan nasib mereka. Perhatian itu terutama dengan memberikan penyuluhan cara bertanam jamur merang yang benar, atau memberikan pengetahuan metode tanam baru yang bisa meningkatkan produksi.

“Biasanya orang yang diutus pemerintah bukan orang yang tepat, tidak mengetahui soal budi daya jamur merang,” ucap Asnawi. Karena tidak mendapatkan apa yang dibutuhkan, para petani jamur merang di sentra yang terletak di jalan alternatif menuju Cirebon ini lebih sering belajar sendiri.

Mereka harus belajar dari pengalaman untuk bisa bertahan. "Jika tidak belajar usaha kita akan cepat gulung tikar. Sudah banyak petani yang tutup karena produksinya menurun,” ujar Asnawi.

Metode budi daya jamur merang yang dipakai oleh petani masih sederhana. Tahap pertama adalah pengomposan. Tahap ini dilakukan dengan merendam jerami selama empat jam dan penaburan kapur sebanyak 5 kilogram (kg) dan dedak seberat 50 kg.

Penaburan itu dilakukan untuk mempercepat pembusukan. Setelah itu, jerami ditutup dengan terpal atau plastik tidak tembus cahaya selama tujuh sampai sembilan hari. Jerami yang telah busuk kemudian dipindah ke atas rak-rak dalam kubung.

Kubung dan jerami yang tertata rapi kemudian dipanaskan atau pasteurisasi dengan uap air panas selama 12 jam. Pemanasan dilakukan dengan menggunakan tiga drum berisi air. Drum dipasang pipa untuk mengalirkan panas. Proses pemanasan ruangan dan media tanam jamur merang berhenti sampai suhu dalam kubung sekitar 70 derajat Celcius. "Agar ruangan kubung dan media tanam bebas dari spora cendawan liar dan mikroorganisme pengganggu," kata Sardi.

Setelah dipanaskan benih jamur kemudian di tebar diatas jerami. Dalam proses ini, petani wajib dalam keadaan bersih sebelum menebar benih. Ini dimaksudkan agar bibit tidak terkontaminasi.

Setelah benih ditebar, kubung ditutup rapat agar tidak terkena matahari dan tidak dan tidak ada bakteri yang masuk. Lalu dilakukan penyiraman selama tiga sampai lima hari berturut-turut. Pengecekan rutin setiap hari juga perlu dilakukan untuk mengawasi agar tidak ada hama pengganggu, seperti tikus. Panen dilakukan setelah 40 hari. 

Senin, 08 Agustus 2011 | 14:57  oleh Bambang Rakhmanto
SENTRA JAMUR MERANG CILAMAYA, KARAWANG
Sentra jamur Cilamaya: Petani jamur ingin pasar mengembang (3)

Jumlah petani jamur merang di Kecamatan Cilamaya, Karawang, Jawa Barat terus menjamur. Hasil panen bisa mencapai 3 ton/hari, sementara daya tampung industri pengolahan hanya 1 ton/hari. Pasokan yang melimpah membuat harga jamur turun jadi Rp 14.000 per kg.

Melihat begitu banyaknya kisah sukses petani jamur, banyak petani yang akhirnya tertarik ikut membudidayakan jamur. Jumlah petani jamur pun membengkak tajam. Kalau satu dasawarsa silam jumlah petani jamur terhitung baru puluhan, kini jumlahnya sudah mencapai ribuan orang.

Namun, bertambahnya jumlah petani dan membeludaknya panen jamur itu tidak diimbangi dengan daya serap pasar atas hasil panen jamur. Alhasil, kondisi itu membuat harga jamur Cilamaya turun.

Masalah makin rumit, karena petani tak punya pengalaman dalam memasarkan jamur atau menembus industri. Maklum, selama ini mereka langsung mengandalkan pengepul untuk menampung hasil panen jamur. "Banyak petani tidak mampu menjual jamur itu," keluh Sardi, Ketua Gabungan Kelompok Tani Jamur Bintang Mandiri.

Tak jarang, petani jamur itu membuang jamur hasil panen karena membusuk. "Usia jamur yang dipanen hanya bertahan satu hari," kata Sardi yang memiliki 47 anggota kelompok tani itu.

Menurut Sardi, budi daya jamur itu harus cepat dan tepat. Sebab, jamur yang sudah panen mesti sesegera mungkin dijual ke industri pengolahan atau dikirim ke pedagang jamur yang ada di pasar.

Saat harga jamur turun, petani hanya bisa membawa pulang Rp 14.000 per kilogram (kg) jamur. Harga ideal untuk jamur itu adalah Rp 25.000 per kg. "Namun harga ideal itu sulit tercapai," kata Sardi.

Memang di Cilamaya ada industri pengolahan jamur yang bisa membeli dan menyimpan jamur. Namun, kapasitas daya tampung pengolahan jamur itu hanya satu ton per hari. Padahal, produksi jamur bisa mencapai tiga ton per hari. Nah, jamur yang tidak tertampung industri itu biasanya dijual ke tengkulak untuk dijual di luar Karawang.

Masalahnya, tengkulak terkadang membeli jamur dengan harga rendah. Karena tidak punya pilihan, petani terpaksa menjual murah jamur itu agar jamu tidak membusuk.

Saat ini, petani jamur berharap ada industri pengolahan mie instan juga pabrik cemilan dari jamur berdiri di Karawang. "Pabrik ini belum terealisasi juga," kata Sardi.

Jika pabrik pengolahan berdiri di Karawang, jamur petani bisa langsung terserap. Selain itu, harga jamur juga bisa lebih stabil. "Tidak perlu lagi biaya transportasi mengirim ke daerah lain," kata Sardi.

Selain berharap ada industri pengolahan jamur, petani juga berharap mempunyai alat pengering jamur. “Alat itu bisa mengurangi kadar air pada jamur," terang Ikhsan, petani jamur.

Masalahnya, harga pengering itu mencapai Rp 30 juta per unit. Harga yang kelewat mahal buat petani. Padahal, "Jika punya alat pengering, jamur bisa disimpan lebih lama," kata Ikhsan.

Berbeda dengan Ikhsan, Disam petani jamur lainnya mengaku optimistis dengan pasar jamur. Ia mengaku, permintaan jamur akan naik karena jamur merang adalah tanaman yang tidak menggunakan bahan kimiawi berbahaya. "Jamur juga mengandung vitamin C tinggi," kata Disam, yakin.

Sumber:
http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/1312440111/74624/Sentra-jamur-Cilamaya-Jamur-merang-menjamur-di-Karawang-1
http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/1312532038/74729/Sentra-jamur-Cilamaya-Produksi-turun-karena-andalkan-metode-lama-2
http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/peluangusaha/74888/Sentra-jamur-Cilamaya-Petani-jamur-ingin-pasar-mengembang-3

No comments:

Post a Comment