Hits : 1118 |
Sabtu, 20 Agustus 2011 09:09 |
Untuk
dapat berfungsi sebagai sebuah kelompok sosial, kami sering menghindari
komunikasi langsung yang bisa menimbulkan konflik. Terdapat
kecenderungan untuk mencapai konsensus sosial: mengabaikan atau
mengacuhkan fakta-fakta sulit dan muncul dengan versi kenyataan yang
tidak terlalu menantang untuk anggota kelompok. Perusahaan tidak bisa membiarkan saja kecenderungan manusiawi ini menyamarkan kebutuhan akan tindakan radikal terhadap masalah-masalah yang penting. Para kolega harus didorong untuk bersikap terus terang, jujur dan ‘apa adanya’. Pemimpin perusahaan yang mengembangkan ide keterbukaan dalam hubungan bisnis lebih dari siapapun juga ialah Jack Welch, pimpinan dan CEO General Electric dari tahun 1981 hingga 2001. Keterbukaan, tandas Welch, berkenaan dengan pertanyaan yang sukar. Daripada membicarakan tentang sulitnya lingkungan usaha dan mengucapkan selamat satu sama lainnya karena telah berhasil melewati saat-saat sulit dengan baik. “Kini bayangkan sebuah lingkungan yang di mana Anda bertanggung jawab atas keterbukaannya. Anda akan menanyakan pertanyaan-pertanyan seperti: Adakah produk atau layanan baru dalam perusahaan Anda yang belum pernah terpikirkan oleh kami? Bisakah kita memulai bisnis secara lebih cepat dengan melakukan akuisisi? Bisnis ini menggunakan begitu banyak sumber daya. Mengapa kita tidak meninggalkannya saja?” Welch yakin bahwa keterbukaan membawa lebih banyak orang terlibat dalam dialog yang akan menciptakan sebuah lingkungan yang kaya akan ide. Ini juga akan mempercepat jalannya berbagai hal:” Saat ide-ide disodorkan ke tiap orang, mereka bisa berdebat tentangnya secara cepat, mengembangkannya dan meningkatkannya serta bertindak atas ide tersebut.” Meskipun banyak perusahaan menerima cara penyodoran gagasan ini dalam pelaksanaan bisnis, beberapa budaya nasional (dan banyak orang dalam budaya apapun) bersifat menahan pendekatan tersebut dan pemimpin harus mengingat hal ini. Jun Tang, Presiden Microsoft China, menekankan kenyataan bahwa manajer bisa menyakiti hati dengan berbicara terlalu terus terang dan menimbulkan ketersinggungan. “Seseorang bisa menyakiti perasaan orang lain selamanya. Budaya Amerika sangat terus terang. Namun orang (China) lebih peka. Kepekaan ialah bagian dari budaya mereka yang berusia 5000 tahun." Masalahnya tidak hanya tentang para manajer yang menyakiti hati anggota timnya. Para karyawan yang menunjukkan adanya masalah kepada seorang manajer bisa dianggap sebagai suatu usaha untuk menyiratkan sebuah kritik terhadap manajer. Ia berusaha menunjukkan pada manajer yang bersangkutan bahwa ia dalam tahapan tertentu bertanggung jawab atas masalah itu. Perusahaan-perusahaan tidak bisa berfungsi dengan baik dengan mengandalkan tata cara sosial yang berlaku di kehidupan masa kini. Masalah harus diselesaikan dengan penuh keterbukaan dan kejujuran. Diskusi yang jujur dan terbuka tentang masalah bisnis harus membahas tentang inti permasalahan, menampilkan pilihan-pilihan yang tidak mengada-ada tetapi realistis dan mempercepat tanggapan perusahaan terhadap masalah. Keterbukaan juga membuka debat yang bermanfaat dengan membuka dialog nyata tentang masalah yang muncul. Di dalam beberapa budaya dan bagi sebagian orang di semua budaya, terdapat resistensi terhadap prilaku yang terbuka ini, yang mengimplikasikan kritik dan pelimpahan kesalahan. Ajakan kepada kolega untuk berperilaku dengan “keterbukaan” yang nyata harus diberikan secara seksama diiringi dengan keyakinan bahwa pembicaraan yang terus terang tidak akan diberikan hukuman atau disalahartikan. Perbedaan budaya juga harus turut diperhitungkan. (*/Akhlis) |
http://ciputraentrepreneurship.com/tips-bisnis/174-rencana-bisnis/10357-mengembangkan-transparansi-dalam-perusahaan.html
No comments:
Post a Comment