Tuesday, August 9, 2011

INSPIRASI DONI TIRTANA


PELUANG USAHA 
 
Kamis, 04 Agustus 2011 | 12:30  oleh Handoyo
INSPIRASI DONI TIRTANA
Doni belajar jadi pengusaha sejak masih kuliah (1)
 
Sejak muda, Doni Tirtana terbiasa mencari uang sendiri. Saat menjadi mahasiswa, ia sudah menyambi bekerja. Kini, pria asal Malang ini sukses membangun perusahaan penyedia perlengkapan keselamatan dan kesehatan kerja di Indonesia. Berkat tangan dinginnya, Doni mampu meraup omzet Rp 600 juta per bulan.

Jeli dalam melihat dan menangkap peluang. Itulah kunci sukses Doni Tirtana. Berawal dari bisnis iseng, pemilik Lorco Menara Multimedia ini kini mampu menggaji 50 karyawan.

Bukan bisnis restoran atau waralaba yang sudah jamak dijumpai, usaha yang digeluti Doni ini berkait dengan perlengkapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Tak tanggung-tanggung, dalam sebulan Doni bisa menangguk omzet Rp 600 juta.

Lorco merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa dan produksi media cetak (desain grafis), audio, dan produksi video. Lorco memfokuskan diri pada pengembangan aplikasi yang mendukung kampanye kesehatan dan keselamatan kerja, penghematan energi, peningkatan mutu, dan kualitas karyawan, dengan memanfaatkan teknologi multimedia yang terbaru.

Boleh dibilang, bidang bisnis Lorco ini adalah lini baru. Bahkan, latar belakang pendidikan Doni pun tak mendukung bisnis yang digelutinya saat ini. Pria 31 tahun ini mengambil pendidikan di Jurusan Teknik Fisika di Institut Teknologi Bandung (ITB).

Meski memilih jurusan teknik fisika, Doni memiliki ketertarikan dengan dunia grafis dan fotografi. Karena alasan itu, ia aktif dalam kegiatan liga film di almamaternya.

Berbekal hobi fotografi dan desain grafis itulah, Doni memutuskan bekerja sembari kuliah. Maklum, ia harus menanggung hidupnya sendiri di Bandung, lantaran orang tuanya jauh berada di Malang. "Kiriman uang dari orang tua sering terlambat, saya harus pintar memutar otak agar bisa bertahan," tutur Doni yang menghabiskan masa kecilnya di kota apel ini.

Lantas, Doni pun sering jadi fotografer pernikahan. "Setiap ada momen pernikahan, saya ikut jadi fotografernya," kenang Doni.

Ia juga tak melewatkan peristiwa-peristiwa penting, seperti acara wisuda. Doni bilang, ketika itu ia hanya berbekal kamera analog untuk menawarkan jasa foto saat prosesi wisuda. "Hasilnya lumayan, karena ITB menyelenggarakan tiga kali wisuda setiap tahun," kata Doni. Walaupun enggan menyebutkan fulus hasil jepretannya, Doni bilang, hasilnya cukup untuk menambah uang saku.

Selain dari dunia fotografi, Doni juga menggantungkan pendapatan lainnya sebagai operator pemutar film. "Waktu itu kalau mau menonton video masih menggunakan film rol yang besar," jelas Doni.

Selain untuk menyalurkan hobi, Doni memilih pekerjaan sampingan di dunia multimedia karena dalam penilaiannya, tren dunia multimedia cepat berkembang. Karena itu, Doni pun memutuskan terjun ke bisnis karena bisa lebih mudah memutarkan uang dari bidang ini. Apalagi kalau dia harus dengan bergantung dari ilmu fisika yang dia tekuni.

Setelah lima tahun menuntut ilmu di ITB, pada tahun 2003, Doni berhasil merampungkan kuliahnya. Namun, ia tak berniat pulang ke kampung halamannya di Malang. "Saya memutuskan tetap tinggal di Bandung," ujarnya.

Setamat kuliah, orang tua Doni pun tak memberikan dukungan finansial lagi. Ia harus mandiri untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. "Saya melakukan pekerjaan apa saja asal bisa hidup," tutur Doni.

Tanpa meninggalkan dunia fotografi, ia juga menjajal usaha pembuatan compact disk (CD) interaktif. Awalnya, CD interaktif itu memuat profil komunitas. Lantas, ia pun mengembangkannya hingga pembuatan video profil perusahaan.

Dari pembuatan video company profile itulah, Dony bertemu banyak relasi. Hingga akhirnya, pada tahun 2007, salah satu relasi Doni memintanya untuk membuat video mengenai safety induction (video pengantar keselamatan) untuk Unilever. "Padahal, saya sendiri tidak paham dengan safety induction," ungkap Doni.

Namun, karena sudah telanjur basah, Doni pun menyanggupi permintaan itu. Tanpa disangka, ia justru mendapat pujian dari pihak Unilever. Semangat Doni kian membara untuk menekuni bisnis baru tersebut. Sejak saat itulah, Doni lebih fokus pada jasa safety campaign design ini yang masih jarang pemainnya di Indonesia.

 
Jumat, 05 Agustus 2011 | 14:58  oleh Handoyo
INSPIRASI DONI TIRTANA
Doni awali bisnis dengan sepeda motor buntut (2)
 
Doni Tirtana mengaku mendapat ide menjadi wirausaha berawal setelah membaca sebuah buku. Namun ia sempat gagal membuka usaha fotografer keliling. Namun begitu ia berhasil membuat buku digital tentang kampus dalam format cakram optik (CD), hasil produksinya itu laris dibeli wisudawan senilai Rp 35.000 per keping.

Buku adalah jendela dunia. Tamsil inilah yang berhasil dibuktikan Doni Tirtana. Pria asal Malang ini sukses membuka usaha bernama Lorco Menara Multimedia di Bandung, Jawa Barat.

Usai membaca buku karya Fadel Muhammad berjudul Saya Pilih Jadi Pengusaha, Doni kemudian bertekad ingin menjadi pengusaha juga. Lewat buku itu pula Doni mengaku belajar menjadi wirausaha.

Hanya selang beberapa bulan setelah lulus kuliah, Doni menyampaikan keinginan menjadi pengusaha kepada kepada orang tuanya yang menetap di Malang.

Sayang, keinginan Doni bertepuk sebelah tangan lantaran sang orang tua menolak mentah-mentah keinginannya itu. Maklum, kedua orang tua Doni adalah pegawai negeri sipil (PNS) yang juga ingin anaknya mengikuti jejaknya. "Orang tua tidak rela saya berwirausaha, dan berharap saya bisa menjadi PNS," kata Doni.

Memang, tidak ada orang tua yang tak sayang anaknya. Meski orang tua Doni keberatan menjadi pengusaha, mereka tetap mau memberi modal berupa sepeda motor untuk Doni. "Karena sayang, mereka tetap memberi modal," jelas Doni.

Keinginan Doni menjadi pengusaha sempat menjadi bahan pikiran kedua orang tuanya. Bahkan, kedua orang tua Doni sempat jatuh sakit, menerima kenyataan Doni menjadi wirausaha.

Namun, tekad Doni sudah bulat. Dia pun kembali ke Bandung untuk mengejar mimpinya sebagai pengusaha itu. Tapi tekad saja tidak cukup, karena ternyata Doni belum memiliki gambaran usaha secara detail. "Saat itu saya bingung mengerjakan apa," kata Doni.

Hingga akhirnya Doni berpikir untuk unjuk kemampuan di bidang fotografi dengan bekerja sebagai fotografer keliling. Namun, siapa sangka, karya amatiran Doni justru mendapat banyak apresiasi. Teman-teman Doni memuji hasil jepretan Doni sebagai karya menarik karena sukses menampilkan peristiwa-peristiwa penting saat pernikahan atau wisuda.

Namun persaingan bisnis di dunia fotografi kian ramai. Ketatnya persaingan ini membuat Doni memilih hengkang dari profesi fotografer pernikahan dan wisuda.

Namun begitu, Doni tidak patah semangat. Ia masih bertekad untuk menjajal keberuntungan lain. "Malu gagal, karena pamit ingin menjadi pengusaha," terang Doni.

Setahun setelah tamat kuliah, Doni memutuskan membuat buku digital tentang kampusnya. Buku digital itu berbentuk informasi tentang kampus dan juga mahasiswa yang disimpan ke dalam cakram optik (CD). "Nama produknya itu CD interaktif," kata Doni.

CD interaktif itu mirip dengan buku katalog kampus yang dijual kepada mahasiswa terutama yang akan diwisuda. Tak sulit bagi Doni membuat CD interaktif itu, apalagi Doni sudah menguasai fotografi dan aplikasi program komputer. "Tampilan CD itu lebih nyaman untuk ditonton ketimbang buku," kata Doni.

Karena produk CD interaktif karya Doni itu terbilang baru, banyak mahasiswa yang akan menjadi wisudawan tertarik dan membeli. Alhasil, pemesan CD interaktif itu datang dari fakultas lainnya di seluruh Institut Teknologi Bandung (ITB).

Untuk setiap keping CD interaktif itu, Doni menjualnya seharga Rp 35.000 per keping. Adapun modal yang dibutuhkan untuk membuat satu keping CD itu hanya Rp 5.000 per keping. Jika setiap fakultas ada 100 orang pembeli, omzetnya bisa mencapai Rp 3,5 juta per hari, saat wisuda terjadi.

Selain menawarkan kepada mahasiswa ITB, Doni juga menjelajah ke berbagai instansi seperti sekolah-sekolah, dan juga berbagai komunitas untuk menawarkan produknya. "Pernah saya menawarkan sampai ke Subang dengan menggunakan sepeda motor pemberian orang tua ini," ujar Doni tertawa.

Hanya dalam setahun, Doni bisa menggandeng 10-12 mitra yang membantunya menjual CD interaktif. Lewat mitra juga Doni mendapatkan pelanggan baru.

Namun, setelah Doni melakukan evaluasi, ternyata proses pembuatan CD itu membutuhkan banyak tenaga kerja dan juga pikiran. "Meskipun bisnisnya mengasyikkan, tapi capek," ungkap Doni. 
 
Senin, 08 Agustus 2011 | 14:12  oleh Handoyo
INSPIRASI DONI TIRTANA
Doni: Bersedekah jadi kunci sukses usaha (3)
 
Setelah mencoba berbagai jenis usaha, Doni Tirtana akhirnya mantap jadi produsen alat keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Untuk mencari pembeli, Doni berjualan di milis Club K3 sekaligus menimba ilmu. Produk Doni pun laris manis dan mencatat omzet Rp 600 juta per bulan. Kini 60% pelanggan Doni adalah perusahaan asing.

Bosan menggeluti bisnis fotografi lantaran mulai banyak pesaing, Doni Tirtana beralih membuat cakram optik (CD) yang berisi informasi atau katalog tentang kampus.

Tangan Doni memang dingin. CD interaktif itu juga laris manis. Dia pun mengembangkan usahanya dengan membuat CD interaktif untuk sekolah dan komunitas tertentu. Semakin dikenalnya produk CD interaktif buatan Doni, membuat pria asal Malang ini makin dikenal piawai menyusun informasi untuk dikemas dalam bentuk CD.

Hingga suatu saat, Doni mendapat tawaran membuat company profile perusahaan milik orang tua seorang temannya. Tidak perlu berpikir dua kali, Doni menyanggupi tawaran itu dan langsung memproduksinya. Kurang lebih selama setahun, Doni mengerjakan CD company profile perdananya itu.

Begitu company profile yang pertama kelar, "Ada empat perusahaan lain yang menjadi klien saya," kata Doni. Dari setiap perusahaan, Doni mendapat imbal jasa sebesar Rp 20 juta.

Tapi, lagi-lagi, saat pesanan CD company profile lagi ramai, Doni justru memutuskan meninggalkan bisnis ini. "Produsen company profile sudah banyak, saya mesti cari usaha lain" kata Doni.

Beruntung bagi Doni, order kembali datang. Dia mendapat pesanan untuk membuat video safety induction yang berkait dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dari sebuah perusahaan swasta. Doni pun mengerjakan pesanan itu dengan baik sehingga si pemesan terkesan dengan produk K3 tersebut.

Dari si pemesan itulah kemudian Doni tahu bahwa ada "kekosongan" di bisnis perlengkapan K3. Si pemesan yang kebetulan senior Doni di kampus ITB itu menyarankan Doni untuk terjun di bisnis K3 ini.

Namun, untuk memulai bisnis perlengkapan K3 ternyata tidak mudah, Doni mesti belajar banyak tentang K3. "Bagi saya itu bukan masalah, karena masih bisa dipelajari," jelas Doni.

Setelah belajar tentang K3, Doni kemudian bergabung dengan milis Club K3, milis yang beranggotakan pekerja bagian K3 atau HSE (health, safety, environment) di perusahaan dan instansi tertentu. "Sejak bergabung di milis itu saya mengerti tentang K3," terang Doni.

Gayung pun bersambut, setelah paham dunia K3, Doni lantas menawarkan produk kepada penghuni milis berupa poster yang memuat informasi tentang keselamatan kerja. "Pertama saya hanya bikin empat sampai lima poster saja," hitung Doni.

Karena banyak peminat, Doni menambah produksi. Doni bilang, untuk membuat poster mesti mengetahui informasi dan prosedur K3. Tak hanya itu, poster K3 juga memiliki persyaratan warna, dan font standar. "Ada standar baku yang mesti dipatuhi," terang Doni.

Cukup lumayan keuntungan yang diraih Doni dalam membuat poster K3 itu. Dengan biaya produksi hanya Rp 25.000 per poster, tahun 2007 Doni bisa menjual seharga Rp 125.000 per poster.

Poster informasi K3 milik Doni terdiri dari poster jenis template dan costume. Untuk poster template dijual Rp 140.000 per poster. "Poster jenis costume dijual lebih mahal Rp 2,5 juta per poster," kata Doni.

Seiring waktu, bisnis Doni kian berkembang. Sekarang ini, Doni memiliki tiga divisi kerja yakni divisi safety sign, divisi desain, dan multimedia. Produknya antara lain safety poster, safety booklet, safety animation, safety sticker serta video safety induction. "Produk ini merupakan media informasi tentang K3," terang Doni.

Kini, pelanggan Doni tidak hanya perusahaan domestik saja. Justru pelanggan Doni, 60% adalah perusahaan asing. "Kebanyakan klien kami dari perusahaan minyak dan gas," ungkap Doni.

Doni menghitung, hingga kini setidaknya sekitar 40 perusahaan yang dia tangani dengan omzet hingga Rp 600 juta per bulan. Doni bilang, untuk mencapai sukses mesti mau bermimpi, kerja keras, disiplin, dan jangan lupa bersedekah. "Antara pekerjaan dan ibadah harus seimbang," kata Doni.

Kini, Doni menyisihkan 10% dari laba perusahaannya untuk kegiatan amal. "Sedekah itu membuat bisnis saya menjadi lebih lancar," terang Doni.

Sumber:
http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/1312435802/74616/Doni-belajar-jadi-pengusaha-sejak-masih-kuliah-1
http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/1312531097/74723/Doni-awali-bisnis-dengan-sepeda-motor-buntut-2
http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/peluangusaha/74880/Doni-Bersedekah-jadi-kunci-sukses-usaha-3

No comments:

Post a Comment