Monday, July 2, 2012

Inovasi Produk dan Jasa Jangan Ditunda


Senin, 2 Juli 2012 | 09:16 WIB
 

Pemimpin yang efektif dan inovatif justru pemimpin yang mengumpulkan orang-orang yang kritis dan siap memberi umpan balik dan masukan terhadap praktik-praktik perusahaan.
KOMPAS.com - Pelaku pencurian ikan di wilayah Indonesia bisa kita kejar, tangkap dan larang, karena nyata-nyata bisa dibuktikan. Namun, bagaimana dengan pencurian ide atau menjaga hal-hal yang bersifat tidak teraga seperti seni dan budaya, misalnya klaim tarian “mirip Tor-Tor”?
Dalam bisnis hiburan, kita kerap melihat lagu dan film ditiru habis-habisan, dibajak dan diperbanyak. Dengan semakin canggih dan murahnya perkembangan teknologi, kita memang makin sulit mengontrol dan menghukum pencurian ide serta pembajakan karya cipta. Perusahaan-perusahaan besar memang bisa bekerja sama dengan aparat untuk menangkap pencuri perangkat lunak.
Namun, bagaimana dengan musisi yang tidak punya modal untuk mempersenjatai diri mengejar pencuri idenya? Kita bisa prihatin bahwa buah pikiran dan hasil karya seolah tidak dihargai, namun apa yang bisa kita lakukan? Orisinalitas sudah tidak lagi menjadi satu-satunya kunci inovasi.

Seorang artis terkemuka yang sudah memproduksi sejumlah album mengatakan bahwa kini ia membiarkan musiknya dibajak. Ia bahkan menggratiskan orang untuk men-download karya musiknya melalui situs web yang dibangunnya dengan sengaja. Tidakkah ia sadar bahwa dirinya dirugikan? Musisi ini hanya menjawab singkat, “Inilah cara pemasaran yang baru, bukan dengan menjual CD nya lagi”.
Kita lihat bahwa cara pemasaran dan cara menjual hak cipta pun sekarang sudah berganti gaya. Perkembangan teknologi, ekonomi, diikuti dengan krisis sungguh memacu kita untuk berpikir keras mencari jalan keluar. Produk perangkat keras, semakin sulit bersaing dengan perangkat lunak. Sebaliknya, bila kita pandai mengemas nilai tambah, misalnya dengan membuat kemasan yang apik dari produk atau jasa yang kita hasilkan, keuntungan berlipat ganda bisa diraih tanpa menambah modal besar.
Kita memang musti berani berbeda, karena “differences” sangat penting untuk membuat produk dan jasa kita berharga tinggi, bahkan berlipat lipat. Tanpa inovasi terus-menerus, mustahil kita bisa unggul dalam bersaing.

Sikap rendah hati dan mendengar

Penelitian oleh Marshall School of Business, London Business School, University of Illinois, dan Northwestern University menemukan bahwa para pemimpin perusahaan sering merasa bahwa ialah yang terpandai dalam membuat keputusan, sehingga setiap ide inovasi harus melalui saringan satu kepala, yaitu si pemimpin. Padahal, hasil penelitian membuktikan bahwa pemimpin yang efektif dan inovatif justru pemimpin yang mengumpulkan orang-orang yang kritis dan siap memberi umpan balik dan masukan terhadap praktik-praktik perusahaan, lembaga atau negara.
Seorang pemimpin, tidak perlu mengeluarkan “power”-nya untuk menggerakkan inovasi. Sebaliknya, sikap rendah hati, penting dimiliki untuk menumbuhkan spirit inovasi. Secara logis kita bisa membayangkan bahwa di bawah tekanan, ide-ide cemerlang tidak bakal muncul. Suasana kritik-mengkritik yang positif, serta tantang-menantang ide perlu digalakkan. Kita bahkan perlu mengembangkan spirit “Jawaban belum tentu ada di pihak kita”, sehingga semangat mencari tahu, mendengar dari orang lain, terutama mendengarkan pelanggan, terus digalakkan.

Pelanggan sebagai sumber inspirasi
Bila kita mau jujur, seringkali kita takut berhadapan dengan pelanggan kita sendiri. Saat seorang nasabah superpenting mengkomplain jasa sebuah bank, para direksi bank tersebut mengatakan bahwa mereka merasa tidak punya kekuatan untuk bisa menghadapi nasabah tersebut. Ya, pelanggan penting memang perlu kita hormati. Servis yang kita berikan juga perlu konsisten dan stabil. Namun, kita tidak bisa melupakan bahwa pelanggan penting ini punya kebutuhan yang berkembang dari waktu ke waktu. Bisa jadi, ia mempunyai ide-ide yang membuka peluang bagi kita untuk berinovasi.
Kita memang harus selalu menumbuhkan keyakinan bahwa pelanggan adalah sumber inspirasi bagi kita, pemberi servisnya. Untuk bisnis yang baru mulai berjalan, keyakinan ini bisa mudah dipraktekkan. Namun, untuk perusahaan yang bisnisnya sudah besar dan sukses, ketakutan untuk bergerak dan berubah sesuai dengan keinginan pelanggan sering enggan dimulai. Meski hal ini sangat manusiawi, namun kita perlu sadar bahwa berdiam diri adalah sikap bunuh diri yang tidak bisa kita implementasikan. Perusahaan mempunyai pilihan untuk mendengar ide dan kebutuhan pelanggan, atau ditinggalkan pelanggan karena servis yang ada sudah tidak memadai lagi.

Berpikir riset
Era perang servis semakin kita rasakan. Kita tidak bisa menunda inovasi servis, baik itu dalam pengembangan produk, proses, juga terhadap “people” alias tim internal kita sendiri. Bila kita melakukan benchmark terhadap perusahaan dengan kualitas world-class, baik itu Google, Zappos, Southwest Airlines, kita akan melihat bahwa mereka selalu memikirkan inovasi untuk mengembangkan tim dan membuat orang-orang yang bekerja di perusahaan itu happy dan engaged. Bila kita serius untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas, kita tidak bisa lagi melihat inovasi sebagai sesuatu yang asing dan berjarak, namun harus kita adopsi sebagai bagian dari diri kita, mentalitas kita.

Inovasi yang baik sulit terjadi bila kita tidak mengasah mindset riset. Sudah waktunya pelaku servis mengembangkan sistematika berpikir, pembuatan prototype dan melakukan proses trial seperti halnya perusahaan yang membuat produk perangkat keras. Seluruh karyawan perlu didorong untuk senantiasa mencari tahu apa saja yang bisa meningkatkan servis. Tantangan ini bahkan bisa sekaligus meningkatkan kekompakan front office dan back office, karena kesamaan tujuan untuk memperbaiki servis pada pelanggan.
Prototip atau ide yang muncul dapat kita implementasikan dalam sebuah setting laboratorium, kita coba dan kita ukur dampaknya. Kegiatan prototyping ini perlu dilakukan dengan intensif, cepat, dan teliti, mengingat biaya bersaing yang semakin lama semakin ketat. Bila keterlibatan karyawan dan manajemen puncak dalam kegiatan riset ini sudah semakin meluas, maka perusahaan bisa melihat inovasi demi inovasi mengalir di seantero perusahaan. Bila ini terjadi, barulah kita bisa mengklaim diri sebagai perusahaan yang inovatif. Bayangkan saja, betapa makmurnya negara kita, bila ada cukup  50 persen perusahaan-perusahaan inovatif di Indonesia!
(Eileen Rachman/Sylvina Savitri, EXPERD Consultant)

http://female.kompas.com/read/2012/07/02/09160922/Inovasi.Produk.dan.Jasa.Jangan.Ditunda

No comments:

Post a Comment