Views :501 Times |
Selasa, 10 Juli 2012 13:31 |
Pertama-tama mari kita bahas apa
itu ketergantungan kompetensi. Ketergantungan semacam ini lazim ditemui
dalam dunia bisnis. Misalnya, sebuah perusahaan sudah banyak dikenal
sebagai sebuah perusahaan yang erat dengan merek pasta gigi dan tidak
memiliki kompetensi di ceruk industri lainnya. Kemudian seiring dengan
berjalannya waktu, merek pasta gigi itu pun melemah dan akibatnya ikut
menyeret perusahaan itu menuju kehancuran karena kompetensinya hanya
satu itu.
Itulah bahaya ketergantungan pada
sebuah kompetensi bisnis saja. Tak menjadi masalah saat mereka dan
bidang industri itu masih di atas angin. Anda tak akan begitu merasakan
riak-riak kecil di bawah, tetapi begitu roda bisnis mulai menurun, apa
yang terasa sebagai riak kecil akan menjadi gelombang tsunami yang
menghancurkan bisnis dalam sekejap.
Siapa saja yang berpotensi mengidap ketergantungan pada satu kompetensi bisnis saja? Mereka yang menjadi pemimpin pasar (market leader)
sering mengalami masalah ini. Mereka begitu terbuai dengan satu
kompetensi yang identik dengan merek yang diusung sehingga akhirnya saat
merek itu mengalami kemunduran karena berbagai sebab, kejayaan bisnis
secara keseluruhan pun memudar.
Lalu bagaimana pelaku bisnis bisa
mencegah terjadinya ketergantungan terhadap satu kompetensi bisnis saja?
Kita bisa belajar dari banyak strategi yang diterapkan korporasi besar
dunia sebagai berikut.
Masuki bisnis di bidang lain yang masih relevan dan menjanjikan
Kita ambil contoh langkah
antisipatif Starbucks. Waralaba yang identik dengan minuman kopi dan
kafenya ini tak mau terjebak dalam satu kompetensi bisnis itu saja.
Manajemen Starbucks dengan cerdas mengambil langkah untuk melakukan
investasi di luar zona nyaman mereka selama ini, di mana mereka sudah
menjadi market leader. Starbucks diketahui memulai bisnis rotinya dengan
mengakuisisi "Bay Brand" dan merek toko rotinya "La Boulange" dengan
nilai mencapai $ 100 juta.
Howard Schultz selaku CEO Starbucks
mengatakan bahwa pihaknya menganggap hal itu sebagai suatu investasi
dalam bisnis utamanya. "Dalam 40 tahun mendatang, Starbucks pun bisa
membanggakan diri sebagai merek roti pula,' ujarnya.
Keputusan itu tentu saja tidak
diambil secara sembrono oleh Schultz. Ia beralasan bahwa makanan
termasuk roti berkontribusi sebesar 1,5 miliar dollar pada nilai total
penjualan bisnis kedai kopinya. "Dan trennya terus meningkat dalam
beberapa tahun terakhir," katanya.
Apa yang ditempuh Starbucks ini
patut menjadi contoh, karena mereka tidak mau terjebak dalam kompetensi
sebagai pembuat dan penjual kopi semata. Starbucks juga hendak
memperluas kompetensi bisnis sebagai produsen roti yang nantinya bisa
menjadi jangkar penyelamat kedua bila sewaktu-waktu bisnis kopi
menyurut.
Diversifikasi produk
Membuat produk dengan varian yang
bermacam-macam juga menjadi opsi antisipatif lainnya untuk mencegah
ketergantungan pada kompetensi tertentu yang terbatas. Misalnya kita
bisa menengok apa yang dilaksanakan manajemen "Tolak Angin" yang mulai
membuat berbagai macam produk yang masih berkaitan dengan jamu penyembuh
rasa kurang enak badan itu. Tolak Angin membuat varian flu, batuk dan
anak yang makin fokus membidik konsumen yang lebih spesifik
kebutuhannya. (Darmadi Durianto/ *AP)
|
http://ciputraentrepreneurship.com/amankan-bisnis/18458-bahaya-ketergantungan-kompetensi-merek-dan-cara-mengatasinya-.html
No comments:
Post a Comment