Wednesday, July 11, 2012

Bahaya Ketergantungan Kompetensi Merek dan Cara Mengatasinya

Views :501 Times PDF Cetak E-mail
Selasa, 10 Juli 2012 13:31

Pertama-tama mari kita bahas apa itu ketergantungan kompetensi. Ketergantungan semacam ini lazim ditemui dalam dunia bisnis. Misalnya, sebuah perusahaan sudah banyak dikenal sebagai sebuah perusahaan yang erat dengan merek pasta gigi dan tidak memiliki kompetensi di ceruk industri lainnya. Kemudian seiring dengan berjalannya waktu, merek pasta gigi itu pun melemah dan akibatnya ikut menyeret perusahaan itu menuju kehancuran karena kompetensinya hanya satu itu.

Itulah bahaya ketergantungan pada sebuah kompetensi bisnis saja. Tak menjadi masalah saat mereka dan bidang industri itu masih di atas angin. Anda tak akan begitu merasakan riak-riak kecil di bawah, tetapi begitu roda bisnis mulai menurun, apa yang terasa sebagai riak kecil akan menjadi gelombang tsunami yang menghancurkan bisnis dalam sekejap.

Siapa saja yang berpotensi mengidap ketergantungan pada satu kompetensi bisnis saja? Mereka yang menjadi pemimpin pasar (market leader) sering mengalami masalah ini. Mereka begitu terbuai dengan satu kompetensi yang identik dengan merek yang diusung sehingga akhirnya saat merek itu mengalami kemunduran karena berbagai sebab, kejayaan bisnis secara keseluruhan pun memudar.

Lalu bagaimana pelaku bisnis bisa mencegah terjadinya ketergantungan terhadap satu kompetensi bisnis saja? Kita bisa belajar dari banyak strategi yang diterapkan korporasi besar dunia sebagai berikut.

Masuki bisnis di bidang lain yang masih relevan dan menjanjikan
Kita ambil contoh langkah antisipatif Starbucks. Waralaba yang identik dengan minuman kopi dan kafenya ini tak mau terjebak dalam satu kompetensi bisnis itu saja. Manajemen Starbucks dengan cerdas mengambil langkah untuk melakukan investasi di luar zona nyaman mereka selama ini, di mana mereka sudah menjadi market leader. Starbucks diketahui memulai bisnis rotinya dengan mengakuisisi "Bay Brand" dan merek toko rotinya "La Boulange" dengan nilai mencapai $ 100 juta.

Howard Schultz selaku CEO Starbucks mengatakan bahwa pihaknya menganggap hal itu sebagai suatu investasi dalam bisnis utamanya. "Dalam 40 tahun mendatang, Starbucks pun bisa membanggakan diri sebagai merek roti pula,' ujarnya.

Keputusan itu tentu saja tidak diambil secara sembrono oleh Schultz. Ia beralasan bahwa makanan termasuk roti berkontribusi sebesar 1,5 miliar dollar pada nilai total penjualan bisnis kedai kopinya. "Dan trennya terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir," katanya.

Apa yang ditempuh Starbucks ini patut menjadi contoh, karena mereka tidak mau terjebak dalam kompetensi sebagai pembuat dan penjual kopi semata. Starbucks juga hendak memperluas kompetensi bisnis sebagai produsen roti yang nantinya bisa menjadi jangkar penyelamat kedua bila sewaktu-waktu bisnis kopi menyurut.

Diversifikasi produk
Membuat produk dengan varian yang bermacam-macam juga menjadi opsi antisipatif lainnya untuk mencegah ketergantungan pada kompetensi tertentu yang terbatas. Misalnya kita bisa menengok apa yang dilaksanakan manajemen "Tolak Angin" yang mulai membuat berbagai macam produk yang masih berkaitan dengan jamu penyembuh rasa kurang enak badan itu. Tolak Angin membuat varian flu, batuk dan anak yang makin fokus membidik konsumen yang lebih spesifik kebutuhannya. (Darmadi Durianto/ *AP)

http://ciputraentrepreneurship.com/amankan-bisnis/18458-bahaya-ketergantungan-kompetensi-merek-dan-cara-mengatasinya-.html

No comments:

Post a Comment