Sunday, December 18, 2011

Teguh Joko Dwiyono, Ubah Kulit Telur Jadi Karya Seni

Views :124 Times PDF Cetak E-mail
Minggu, 18 Desember 2011 14:37
Kulit telur? Semua orang pasti memandang remeh dan menganggap kulit telur itu hanyalah sampah yang tak berguna. Tapi jangan salah. Di tangan seorang seniman berbakat, kulit telur bisa disulap menjadi kerajinan tangan yang memukau, laku di pasaran internasional dan diakui MURI. Penasaran?

eggshellUmumnya, ketika orang menggoreng telur, kulitnya akan langsung dibuang ke tempat sampah. Tapi tidak demikian dengan Dwiyono. Pria setengah baya ini justru akan menyimpannya sebagai benda berharga senilai jutaan rupiah. Jika keluarganya sedang tak mengkonsumsi telur, ia akan mencari dan bahkan rela mengeluarkan uang untuk membelinya dari tetangga, penjual nasi goreng sampai pedagang martabak telur dengan kisaran harga Rp10.000 per kg. Aneh sekali kan. Memang buat apa sih kulit telur itu?

Bagi Teguh Joko Dwiyono, kulit telur bernilai tinggi. Pendapatan kesehariannya saat ini bisa dibilang tergantung dari kulit telur. Itu karena Dwiyono piawai mengkolaborasikan darah seninya dengan kreatifitas serta ketrampilan. Melalui keluwesan tangannya dalam mengolah limbah kulit telur, Dwiyono mampu menciptakan karya seni berharga jutaan rupiah dan mengembangkannya menjadi bisnis berprospek cerah.

Iseng
Bisnis seni dari kulit telur atau art of egg shell bermula ketika sang istri, Eriyanti, sedang menggoreng telur di dapur. Kulit telur yang dipecahnya berceceran di lantai dapur dan secara tak sengaja diinjak oleh Dwiyono. Setengah terkejut, Dwiyono memperhatikan buah ulahnya tersebut dan secara tiba-tiba tergagas sebuah ide menarik untuk membuat sebuah kreasi seni rupa berbahan dasar kulit telur. Iseng-iseng Dwiyono pun mulai berkreasi.

Berkali-kali Dwiyono menguji coba sejumlah bahan dan cara untuk dapatkan karya seni yang fantastis. Lelaki yang bercita-cita masuk ASRI/STSRI (Akademi/Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia) Yogyakarta namun gagal karena tak mendapat restu kedua orangtuanya itu pun melakukan serangkaian percobaan memasang pecahan kulit telur ke berbagai media. Aneka jenis lem dan telur, mulai dari telur ayam, puyuh dan bebek, pun turut dipakai dalam percobaannya. Setelah puas menjajal ramuan hingga kurang lebih 3 tahun lamanya, Dwiyono akhirnya menemukan keramik sebagai media yang paling sesuai untuk hasil kreasinya. Ternyata waktu tiga tahun itu tak sia-sia. Dwiyono mengolah kerajinan seni dari serpihan kulit telur yang sebelumnya bisa dibilang langka itu menjadi penghias vas, piring, lampu, kursi, meja dan lukisan. Benda-benda cantik ini tentunya bisa memperindah interior ruangan.

Berbagi rahasia dapur produksinya, lelaki kelahiran Magetan, Jawa Timur, 12 Januari 1955 ini menjelaskan mekanisme pembuatan art of egg shell. “Caranya gampang kok. Orang awam juga bisa membuatnya,” ucap pemilik label Dwiyono Art itu. Ia menerangkan, kulit telur hanya bahan dasar saja tapi yang terpenting adalah teknik penempelan di medianya yang bisa berupa kaca, tanah liat, keramik, kayu dan lukisan. Tantangan terbesar dalam proses pengerjaan seni ini menurut Dwiyono di media lukisan karena rumit dan butuh ketelitian tingkat tinggi.

Tahap pertama, cuci telur sebersih mungkin sampai kulit arinya mengelupas kemudian jemur di bawah terik matahari antara 2-3 jam. Setelah kering, kulit telur tadi ditempel dengan lem kayu sambil ditekan-tekan di mediannya. Lakukan proses itu hingga muncul bintik-bintik putih yang menjadi poin plus dari hasil kreasinya tersebut. Usai menempel, gosok kulit telur dengan amplas besi atau aluminium hingga keluar pori-pori di antara sel-sel telurnya. Sesudah itu, olesi semen putih dan warnailah sesuai selera. Langkah terakhir, gosok dan lapisi dengan bahan pelapis. “Praktis kan! Gak perlu melalui proses pembakaran pula,” ujar Dwiyono.

Bisnis Nekat
Pasangan Dwiyono dan Eriyanti pada awalnya hanya menganggap mengolah kerajinan dari kulit telur itu sebagai penyaluran hobi. Maklum saja, darah seni Dwiyono begitu kental. Meski bekerja sebagai konsultan interior di sebuah perusahaan kontraktor namun di kalangan orang terdekatnya, ia dikenal sebagai pelukis berkarya apik. Lalu krisis moneter tahun 1997 mengubah jalan hidupnya. Perusahaan tempat bekerjanya bangkrut. Dwiyono yang lulusan teknik sipil dari universitas swasta di Yogayakarta terpaksa banting setir. Didampingi kesetiaan serta dorongan mental dari sang istri, Dwiyono lalu memutuskan untuk menggarap hobi membuat kerajinan dari kulit telur dengan lebih serius dan menjadikannya sebagai sumber pencaharian.

“Jujur saja, usaha kerajinan kami ini tergolong bonek (bondo nekad.red) karena tidak didasari latar belakang pendidikan yang sesuai. Modalnya cuma bakat seni suami saya. Sebenarnya, suami saya itu maunya masuk sekolah seni rupa tapi dilarang keluarganya dengan alasan setelah lulus nanti sulit mendapat pekerjaan. Tapi sekarang justru bakat seninya yang bisa menyelamatkan kami dari krisis moneter,” ucap Eriyanti.

Buah keseriusan akhirnya menuai hasil sepadan. Dwiyono ambil bagian dalam pameran untuk pertama kalinya pada ajang pameran yang digelar di Pasar Festival, Jakarta Selatan, tahun 1998. Kala itu, Dwiyono dan Eriyanti hanya coba-coba untuk melihat reaksi pasar, apakah khalayak menyukai jenis kerajinannya dan apa warna yang paling diminati pasar saat itu. Dan betapa lega hati mereka ketika menyaksikan respon positif dari masyarakat terhadap produk seninya. Beranjak dari pameran di Pasar Festival, Dwiyono mulai menerima order dari Selandia Baru, Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa. Dwiyono mengungkapkan, pesanannya itu dalam skala besar, ada yang mencapai 7 kontainer per bulannya dengan bandrol harga puluhan ribu sampai puluhan jutaan rupiah.

Dwiyono memang patut berbangga. Hobi sekaligus jerih payahnya diakui pasar internasional sebagai kreasi ramah lingkungan yang unik. Kreasi telur Dwiyono sudah memeroleh hak paten dari Departemen Hukum dan HAM dan Dwiyono pun diakui Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai Pelopor Seni Lukis dari Kulit Telur Pertama di Indonesia pada tahun 2005. Di tengah-tengah kesibukannya merancang desain kerajinan kulit telur, Dwiyono menyempatkan diri membagi ilmunya secara gratis kepada 500 remaja putus sekolah di wilayah Jakarta, Bekasi, Bali dan Lombok. Ia ingin mentransfer pengalaman dan wawasan membuka usaha serta teknik pemasaran produk yang efektif agar para generasi bangsa yang kurang beruntung itu bisa turut menyemarakkan dunia UKM Indonesia dan mengubah nasib hidup serta bangsanya.

Untuk memperlebar sayap, Dwiyono tak tanggung-tanggung melirik wilayah Cikarang, Jawa Barat, untuk membuka pabrik. Kini, walau sudah berkaryawankan sekitar 50 orang, Dwiyono tetap berkreasi tanpa kenal lelah menciptakan seni kulit telur yang mengikuti perkembangan tren. Satu obsesinya yang belum terwujud saat ini adalah membuat rumah dengan hiasan kulit telur. (*ely/dari berbagai sumber)

Sumber:
http://ciputraentrepreneurship.com/manufaktur/13531-teguh-joko-dwiyono-ubah-kulit-telur-jadi-karya-seni.html

1 comment:

  1. ijin Berbagi info penting::
    Untuk mendapatkan konsumen yang loyal,kita harus selalu mengedepankan innovation. namun besarnya biaya untuk menebus sebuah innovation tanpa adanya perlindungan hukum terhadap merek merupakan langkah yang sia-sia,
    coba anda bayangkan berapa banyak waktu,tenaga,fikiran,bahkan uang yang terbuang demi tercapainya innovation sebuah merek.bagaimana rasanya jika merek tersebut di palsukan oleh competitors anda? Kesadaran akan pentingnya mendaftarkan merek dagang merupakan bukti nyata keseriusan anda dalam membangun sebuah business.

    Gratis pendaftaran merek,desain Industri,Hakcipta di www.ipbranding.co cukup dengan memesan desain logo,icon,symbol,design packaging, uniform,t-shirt promo,dll.kami juga menyediakan jasa pendaftaran barcode gs1system, pembuatan website serta maintenancenya.

    hotline:: 085.6789.7272/0888.0600.7504
    PIN BB:: 32744CC7
    Support by :: www.ipindo.com konsultan hki terdaftar.
    *syarat&ketentuan;berlaku.

    ReplyDelete