Thursday, December 8, 2011

TAWARAN KEMITRAAN KULINER: BAKMI


Peluang Usaha


Kamis, 08 Desember 2011 | 14:09  oleh Fitri Nur Arifenie, Ragil Nugroho, Hafid Fuad
TAWARAN KEMITRAAN KULINER: BAKMI
Nikmatnya bisnis bakmi tidak selezat dulu

Siapa pun pasti menyukai mi. Penganan yang berbahan baku tepung ini, dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat Indonesia sebagai makanan pokok pengganti nasi. Lihat saja, di sepanjang jalan banyak bertebaran usaha mi. Mulai dari usaha skala besar berupa restoran, hingga skala kecil yang berjualan menggunakan gerobak. Dengan tambahan bakso dan pangsit, bakmi menjadi menu alternatif untuk selingan makan nasi.


Persaingan ketat

Alhasil, banyak pemodal yang tertarik untuk menekuni usaha bakmi. Tawaran waralaba dan kemitraan bakmi sebagai salah satu pengembangan usaha yang paling mudah juga makin semarak.

Tapi, para pemodal itu harus melihat dengan jeli tentang pasar. Pasalnya, semakin banyak pemain, persaingan juga kian ketat. Belum lagi, kini, bakmi harus bersaing dengan makanan lainnya seperti nasi goreng, steik, dan sushi. Bahkan, sebagian pengusaha berujar, tren bakmi sudah lewat.

Itulah sebabnya, mempertahankan gerai bakmi yang ada supaya tak tutup sudah tergolong mujur. Dalam tulisan ini, KONTAN pun melihat lagi perkembangan beberapa kemitraan bakmi yang sebelumnya pernah diulas.


• Bakmi Raos

Warung bakmi ini termasuk pemain lama yang sanggup bertahan di tengah kompetisi yang ketat. Berdiri sejak 2006, Bakmi Raos selalu memperbaiki konsep waralabanya supaya mampu bersaing.

Tahun lalu, Bakmi Raos menawarkan paket mini resto dan gerobak. Ada tiga paket investasi, mulai Rp 45 juta, Rp 75 juta, dan Rp 150 juta.

Waralaba senilai Rp 45 juta menawarkan menu standar. Adapun investasi Rp 75 juta memiliki menu tambahan chinese food seperti fuyunghai, aneka olahan ayam, dan nasi goreng. Untuk waralaba Rp 150 juta, ada menu tambahan lagi, seperti steak dan masakan jepang.

Belajar dari pengalaman tahun lalu, kini Bakmi Raos juga menawarkan paket investasi yang lebih fleksibel, tergantung dengan kemampuan calon terwaralaba. Manajer Pemasaran Bakmi Raos, Julian, mengatakan bahwa Bakmi Raos memperlebar rentang investasi mulai Rp 12 juta hingga Rp 150 juta.

Besarnya biaya waralaba itu kemudian ditetapkan berdasarkan lokasi dan omzet. "Misalnya untuk investasi Rp 75 juta, omzet per hari sekitar Rp 3 juta per hari, biaya kemitraannya Rp 30 juta. Berbeda dengan mitra yang omzetnya hanya Rp 1 juta per hari, biaya kemitraan pasti akan lebih rendah," kata Julianto.

Maklum, bisnis waralaba bakmi tak se-booming tahun-tahun sebelumnya. Dalam tiga tahun terakhir, lanjut Julianto, bisnis waralaba bakmi terbilang jenuh.

Gerai Bakmi Raos sepanjang 2011 hanya bertambah 15 gerai. Padahal, dari 2006 hingga 2010, Bakmi Raos sudah membuka 200 gerai. "Paling banyak yang investasi sekitar Rp 70 juta hingga Rp 90 juta," ungkap Julianto


• Bakmi Langgara

Bakmi Langgara, yang juga terkenal dengan nama Bakmi Tebet, didirikan Wahyu Saidi pada 2001. Namun, Wahyu baru menawarkan kemitraan pada 2003.

Senada dengan Julianto, Wahyu bilang, kini usaha bakmi juga tak secemerlang tahun-tahun sebelumnya. Ia pun mengakui, booming tren bakmi hanya berlangsung selama 2003 hingga 2005.

Ketika booming, jumlah gerai Bakmi Langgara ini pernah mencapai 130 gerai yang tersebar di seluruh Indonesia. Namun, belakangan, bisnis bakmi mulai meredup.

Setelah 2006, banyak gerai yang tutup karena tak mampu untuk bersaing. Selain itu, omzet di beberapa gerai juga kedodoran.

Tahun lalu, jumlah gerai Bakmi Langgara tinggal tersisa 30 buah. Saat ini, meski ada mitra baru, jumlah gerai pun belum berubah karena ada juga mitra yang menutup gerainya.

Sengitnya persaingan di ibu kota pun memaksa Wahyu fokus mengembangkan jaringannya di kota-kota besar selain Jakarta. Strategi ini lumayan berhasil, karena Bakmi Langgara masih diterima konsumen di wilayah seperti Tangerang, Bekasi, dan Depok.

Wahyu pun tak mengubah paket investasi Bakmi Langgara ini, yakni tetap Rp 60 juta dengan perkiraan balik modal antara sembilan bulan hingga 18 bulan.

Wahyu bilang, ketika laris-larisnya, omzet satu gerainya bisa mencapai Rp 10 juta per hari. Namun, saat ini, rata-rata omzet tiap gerai bakmi hanya berkisar Rp 1,5 juta hingga Rp 5 juta saban hari.

Dia menyadari, persaingan yang kian sengit membuat usaha bakmi miliknya tidak secerah dulu. Tapi, Wahyu yakin, permintaan pasar bakmi akan membaik di masa mendatang, asal bisa membidik pasar yang tepat dan melakukan berbagai variasi.


• Bakmi Gila

Bakmi Gila baru berdiri pada 2006. Dua tahun kemudian, tepatnya 2008, Bakmi Gila mulai menawarkan kemitraan. Sayangnya, meski kemitraan sudah lima tahun berjalan, Bakmi Gila kesulitan untuk menancapkan merek di Jakarta. Pamor gerai bakmi kalah dengan merek-merek besar, yang lebih dulu berkibar di Jakarta.

Karena itu, Bakmi Gila lebih fokus mengembangkan jaringannya luar Pulau Jawa, seperti Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi. "Kalau di daerah, kami juara," ujar Baihaqi Agengsela, Manajer Produksi Bakmi Gila.

Menurut Baihaqi, alasan Bakmi Gila menyasar daerah karena kompetitor di sana belum banyak. Apalagi, harga sewa di sana lebih murah ketimbang di Jakarta. Maklum, tiga mitranya di Jakarta terpaksa menutup gerai karena tak sanggup membayar biaya sewa tempat.

Ketika KONTAN mengulas kemitraan Bakmi Gila pada 2010, sejatinya bakmi ini sudah membuka tujuh gerai. "Dari tujuh gerai itu, tiga tutup. Kemudian tahun ini ada dua outlet baru di Medan dan Pekanbaru," kata Baihaqi. Saat ini, gerai bakmi gila ada di Medan, Pekanbaru, dan Surabaya.

Berbeda dengan Julianto dan Wahyu, Baihaqi justru melihat pasar bakmi masih cukup luas dan besar, terutama di daerah. Potensi untuk membuka gerai Bakmi Gila di kota-kota selain Jakarta terbuka lebar.

Ia mencontohkan, untuk di Medan dan Pekanbaru, omzetnya bisa mencapai Rp 5 juta per hari. "Dalam waktu dekat kami akan membuka satu gerai lagi di Ketapang, Kalimantan," tutur Baihaqi.

Selain fokus mengembangkan jaringan di daerah, pengelola Bakmi Gila juga menambah paket investasi. Semula, Bakmi Gila hanya menawarkan paket investasi sebesar Rp 125 juta. Kini, mereka menambah investasi yang lebih kecil, yakni Rp 60 juta. Pada paket baru, mitra hanya memperoleh gerobak, sementara pada paket lama, mitra memperoleh mini resto.

Khusus untuk paket mini resto, proyeksi penjualan selama satu bulan sebesar Rp 45 juta. Dengan omzet penjualan tersebut, terwaralaba bakal mendapatkan laba sekitar Rp 11 juta dan dalam waktu 12 bulan, modal mitra sudah kembali. Adapun untuk paket gerobak, proyeksi penjualan sebesar Rp 21 juta. Terwaralaba bakal balik modal selama 13 bulan.

Sumber:
http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/peluangusaha/84747/Nikmatnya-bisnis-bakmi-tidak-selezat-dulu-

No comments:

Post a Comment