SENTRA PERABOTAN RUMAH TANGGA SOLO, JAWA TENGAH
Sentra perabot Solo: Pusat kulakan pedagang (1)
Oleh Revi Yohana - Senin, 03 September 2012 | 16:15 WIB
Di sepanjang ruas jalan ini terdapat belasan toko yang menjual hampir semua jenis perabotan rumah tangga. Di antaranya ada dandang, panci, wajan, oven, loyang dan aneka cetakan kue, serok sampah, drum, kompor, dan lainnya.
Selain keperluan rumah tangga, ada pula pedagang yang menjual aneka model kubah masjid berbahan aluminium. Tak hanya itu, pedagang juga memasok sejumlah barang dari plastik dan karet.
Bagi warga Solo dan sekitarnya, sentra ini sudah sangat dikenal. Mereka biasa menyebut sentra ini sebagai Pasar Kabangan, Jongke. Lokasinya berada di sebelah utara sentra batik Laweyan.
Pasar Kabangan cukup nyaman sebagai tempat belanja. Lokasinya di pinggir jalan dengan area pelataran toko yang cukup luas.
Hampir semua pedagang memang menaruh barang dagangannya di pelataran toko. Namun, masih ada area bagi pengunjung melihat-lihat dan memarkirkan motor. Kawasan ini pun terhitung bersih.
Salah seorang pedagang bernama Budi mengaku, sudah berjualan di sentra ini sejak 15 tahun silam. "Saat saya masuk, kawasan ini memang sudah ramai oleh pedagang perabotan aluminium," ujarnya.
Dari informasi yang diterimanya, sebelum menjadi sentra peralatan aluminium dan seng, sejak tahun 1960-an kawasan ini telah menjadi pasar kebutuhan pokok. Namun, lama-kelamaan jenis barang yang dijual berganti menjadi perabotan aluminium hingga saat ini.
Menurut Budi, Pasar Kabangan tempatnya berjualan merupakan pusat penjualan perabotan aluminium terbesar di Solo. "Semua kalau mau membeli peralatan seperti ini, ya belinya di sini. Di sini kan sudah termasuk pusatnya," ujar Budi.
Selain dari Solo, konsumen bahkan datang dari wilayah Sragen, Karanganyar, Wonogiri, Klaten, dan Boyolali. Bahkan, ada juga konsumennya yang berasal dari Yogyakarta. Budi juga pernah melayani pembeli yang membawa barang-barang tersebut ke kawasan Sumatera.
Selain pembeli eceran, ia juga banyak melayani pembeli grosir atau bakulan untuk dijual kembali. Omzetnya dari usaha ini sekitar Rp 500.000 hingga
Rp 2 juta per hari.
Pedagang lain, Teguh mengatakan, banyak konsumennya merupakan pedagang eceran. "Biasanya mereka pedagang keliling atau pedagang ke pasar-pasar kecil," ujar Teguh.
Para pedagang berburu perabotan aluminium di kawasan ini karena harganya lebih murah, terutama bila membeli dalam jumlah besar. Teguh juga kerap memberikan potongan harga bagi konsumen yang membeli dalam jumlah banyak. "Kalau membeli banyak harganya jauh lebih miring," kata Teguh yang mengaku mengantongi omzet belasan juta rupiah per bulan.
Pasar Kabangan ini buka setiap hari. Di hari kerja, pasar ini buka mulai pukul 07.30 WIB pagi hingga pukul 21.00 WIB. Pada hari kerja, pasar ini biasanya selalu ramai pengunjung. Setiap hari, pembeli terlihat terus berdatangan silih berganti ke pasar ini.
Sebaliknya akhir pekan lebih sepi. Makanya, bila hari Minggu jam buka toko lebih siang. Rata-rata pedagang baru membuka tokonya di pukul 09.000 WIB.
Sentra perabot Solo: Boleh bayar belakangan (2)
Oleh Revi Yohana - Selasa, 04 September 2012 | 13:57 WIB
Berdiri sejak 1980-an, sentra penjualan aneka perabotan rumah tangga yang terbuat dari aluminium, seng, dan plastik di Solo, Jawa Tengah, selalu ramai dikunjungi pembeli.
Semua pedagang di lokasi ini sudah memiliki pelanggan tetap dari berbagai daerah di Solo dan sekitarnya, seperti Sragen, Karanganyar, Wonogiri, Klaten, Boyolali, dan Yogyakarta.
Lantaran sudah saling kenal, pedagang sering memberikan utang kepada para pelanggannya ini. Caranya, pembeli mengambil barang dulu dan membayarnya kemudian.
Cara pembayaran seperti ini disebut sistem tempo. Nilai utang pembeli pun terhitung tak sedikit, bisa mencapai jutaan rupiah. Namun, para pedagang menilai hal ini sudah biasa berlaku di tempat mereka berjualan.
Salah seorang pedagang, Budi termasuk yang memberikan fasilitas pinjaman ini. Di dalam tokonya tampak banyak sekali bon utang para pelanggan yang ditempelkan di dinding. "Kalau sama saya sistemnya kepercayaan saja, bayarnya tidak ada ikatan," ujar Budi.
Ia menjelaskan, sudah sejak lama sistem utang ini berlaku di sebagian pedagang perabotan rumah tangga. Nilai utang bisa mulai ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Namun, sejak beberapa tahun lalu, Budi membatasi utang maksimal Rp 5 juta bagi pelanggan tetapnya.
Para pelanggan yang berutang ini kebanyakan para pedagang. Jadi, mereka akan melunasi utangnya setelah barang dagangan laku.
Namun, tak lama biasanya mereka akan berutang lagi ke pedagang perabotan. Budi mengakui, sistem ini sebenarnya kurang menguntungkan pedagang. Terutama, saat pedagang sedang membutuhkan uang dalam jumlah banyak.
Pernah suatu ketika istri Budi sakit dan membutuhkan biaya pengobatan lumayan besar. "Terpaksa saya menyambangi satu per satu rumah langganan untuk meminta pelunasan utang," ujarnya.
Pedagang lain, Parno juga memberikan utang kepada para pelanggannya. Namun, ia cukup selektif. "Saya hanya memberikan utang kepada orang yang saya kenal saja," ujar Parno.
Selain itu, ia memberi batasan para pelanggannya untuk melunasi utang maksimal dua minggu. Batas nilai pinjaman juga maksimal Rp 5 juta per orang.
Ia mengaku, sejauh ini penagihan utang kepada para pelanggannya tidak pernah menemui kesulitan. Kalaupun ada beberapa yang sulit melunasi, Parno memilih tak ambil pusing.
Khusus bagi pelanggan luar kota, Parno mewajibkan pembayaran tunai. Berbeda dengan pedagang lain yang kebanyakan menjual perabotan rumah tangga kecil, Parno khusus menjual perabot-perabot besar, seperti jemuran, rak piring, pintu kamar mandi, hingga sekat-sekat bilik.
Ia mengaku selektif memberikan utang demi kelancaran usahanya. Bila tidak selektif, ia khawatir ada pelanggan yang lari dari tanggung jawab.
Parno sendiri selalu mengusahakan kas toko dia memiliki persediaan uang yang cukup. Soalnya, ia masih harus membiayai para produsen perabot tempatnya berlangganan selama ini.
Selama ini, barang dagang Parno banyak dipasok para perajin di daerah Laweyan, Solo. Jika ada pesanan dari konsumen, ia akan meneruskannya kepada para perajin langganannya itu. Tentu, ia harus mengeluarkan modal terlebih dahulu.
Budi juga kerap mengutangi atau membiayai para perajin yang kerap menjadi langganannya. Para perajin langgan Budi, kebanyakan berasal dari Klaten, Jawa Tengah.
Biasanya, para perajin meminjam uang untuk membeli bahan. Semuanya berjalan dengan sistem kepercayaan. "Kalau ada yang curang, mungkin bukan rezeki kita," ujar Budi.
Sentra perabotan Solo: Andalkan pembeli bakulan (3)
Oleh Revi Yohana - Rabu, 05 September 2012 | 15:13 WIB
Minggu pagi itu, Budi, salah seorang pemilik toko perabotan rumah tangga dari aluminium di Pasar Kabangan, Solo tengah sibuk mengumpulkan 200 serokan serta puluhan kompor kecil. Pelanggannya sebentar lagi akan datang untuk mengambil pesanan. Ia masih menghitung-hitung jumlah barang pesanan. Jika masih kurang, Budi tak sungkan mengambil dari toko sebelah.
Pedagang di kawasan Pasar Kabangan memang rata-rata sudah memiliki pelanggan tetap. Tinggal pesan via layanan pesan pendek (SMS) atau telepon, barang pun bisa langsung diangkut.
Soal harga tak menjadi soal, karena pedagang di Pasar Kabangan tak akan memainkan harga. "Kalau untuk pembeli bakulan (banyak), keuntungan tidak sampai sepersepuluhnya dari harga barang," ujar Budi.
Budi mencontohkan, serokan yang ia jual tersebut dihargai Rp 4.500 per buah kepada pembeli bakulan. Harga itu tak bisa ditawar. Namun, untuk pembeli eceran, ia akan membuka harga mulai dari Rp 8.000 hingga Rp 10.000 per buah, tapi masih bisa ditawar.
Keuntungan dari penjualan partai besar memang sangat sedikit, apalagi jika harga barangnya mahal. Barang seperti dandang misalnya, Budi bisa untung hingga Rp 20.000 per buah dari pembeli eceran, tetapi hanya Rp 4.000 dari pembeli bakulan. Namun, perputaran barang pembelian bakulan jauh lebih cepat dari penjualan eceran.
Nah, untuk pembelian dalam partai besar ini, Budi menyediakan layanan khusus bagi pelanggannya. Mereka tinggal menanyakan ketersediaan barang via SMS atau telepon, lalu mengambilnya. "Saya juga menyediakan jasa antar kalau mereka tak sempat ambil. Saya sendiri yang mengantar," ujar Budi.
Hal serupa dilakukan Parno, pemilik Mila Toko. Ia bahkan sudah mulai memasarkan tokonya di internet. Maka, jaringan dia sudah sampai ke luar kota Solo. Hampir seluruh pembeli toko Mila melakukan transaksi melalui pesan antar dan tidak perlu mengunjungi toko lagi untuk melihat barang.
Di luar pesan antar, Parno juga menerima pembuatan aneka barang sesuai keinginan pembeli. Ukuran maupun kualitas bahan yang dipakai bisa disesuaikan.
Ini membuat variasi produk Parno semakin banyak. Bahkan, ia terbuka dengan pembuatan produk baru. Ia kini tak hanya menjual perabotan rumah tangga, tapi sudah merambah membuat sekat-sekat untuk bilik kantor sampai pintu kamar mandi berbahan aluminium.
"Awalnya ada yang pesan sekat kantor, saya terima, ternyata banyak peminatnya, sekarang sudah saya jual partai besar mulai dari kantor sampai kampus," ujar Parno.
Budi pun melakukan hal serupa. Banyak pelanggannya yang ingin membeli tong sampah dengan ukuran sangat besar setinggi lebih dari satu meter. Ia pun mencari aneka limbah tong plastik maupun seng dari pabrik-pabrik. Limbah ini ia bersihkan, cat dan dijual kembali. "Pokoknya kalau pesanannya masih sekitar barang ini dan bisa, akan diusahakan," ujar Budi.
tak ada yang jual online ya...
ReplyDelete