Wednesday, September 19, 2012

INSPIRASI AFIT DWI PURWANTO

INSPIRASI AFIT DWI PURWANTO

Doyan steik, Afit sukses jadi juragan steik (1)

Doyan steik, Afit sukses jadi juragan steik (1)

Berawal dari kesukaan menyantap steik, Afit Dwi Purwanto sukses mengembangkan bisnis steik di Jakarta. Bisnisnya maju lantaran menjadikan steik wagyu sebagai menu andalan dengan harga murah. Dalam sebulan, ia menghabiskan 3 ton daging sapi dengan omzet ratusan juta.

Para pecinta daging bakar alias steik (steak) mungkin sudah tak asing lagi dengan menu steik wagyu. Steik dengan bahan dasar daging sapi wagyu sudah sangat tenar karena rasanya yang lezat dengan tekstur daging daging yang lembut.

Dahulu, steik wagyu merupakan menu istimewa yang banyak dijual di restoran-restoran ternama. Harganya pun tidak murah.

Namun, di tangan Afit Dwi Purwanto, santapan untuk kalangan jetset itu bisa dinikmati juga oleh kalangan menengah. Di bawah bendera usaha Holycow! Steakhouse, ia menghadirkan steik wagyu dengan harga jauh lebih murah ketimbang resto.

Rasanya juga tak kalah lezat dibandingkan dengan buatan restoran. Dengan terobosannya ini, boleh di bilang, kedai steik-nya merupakan kedai pertama yang menjual steik wagyu berkualitas tinggi dengan harga terjangkau. Untuk dapat menikmati seporsi wagyu di Holycow! Steakhouse, pengunjung cukup membayar Rp 35.000 – Rp 150.000.

Tak ayal, pelanggan pun rela mengantre demi menikmati wagyu lezat ala Holycow! Steakhouse. Bahkan, tak jarang, konsumen mengantre hingga 30 menit sebelum warung Holycow! Steakhouse buka. Untuk memenuhi kebutuhan konsumen, Afit menghabiskan sekitar 2,5 ton hingga 3 ton daging sapi setiap bulannya.

Lantaran peminatnya tinggi, bisnis steik Afit ini terus berkembang. Setelah membuka kedai pertama di di Senopati, Jakarta Selatan, tahun ini ia juga membuka gerai baru di Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Dari usaha ini, omzetnya mencapai ratusan juta per bulan. Bisnis ini dipilihnya karena dia memang penyuka steik. Ide bisnisnya sendiri muncul setelah ia menyantap steik wagyu di salah satu restoran di Jakarta. "Saya pernah makan wagyu di salah satu restoran di Plaza Senayan seharga Rp 900.000 per porsi," kata Afit.

Ia mengaku, lezatnya steik wagyu tersebut membuatnya tidak bisa tidur pada malam itu. Keesokan harinya, ia pun mencari bahan baku wagyu dengan harga jauh lebih murah dan ia olah dengan bumbu racikannya sendiri.

Sejak itu, ia terbiasa memasak wagyu sendiri, minimal sekali dalam sebulan. Dari sekadar coba-coba meracik bumbu, ia kemudian menjajakan steik buatannya itu kepada rekan dan koleganya.

Tak dinyana, semua suka dan memuji kreasi Afit dalam mengolah daging sapi yang lezat. Mendapat peluang, mulailah, ia kemudian melayani pesanan katering. Akhirnya, pada Maret 2010, ia memutuskan untuk membuka Holycow! Steakhouse.

Sejak awal, Afit memang mengusung konsep warung untuk mengembangkan bisnis steiknya ini. Pasalnya, Holycow! Steakhouse berangkat dari ide “Wagyu For Everyone!”. Jadi, menu yang dihidangkan di tempat itu bisa dinikmati dengan harga yang terjangkau.


(Bersambung)

Afit belajar bisnis secara otodidak (2)

Sejak masih kuliah, Afit Dwi Purwanto, pemilik Holycow! Steakhouse, sudah bercita-cita menjadi seorang pengusaha. Namun, setelah lulus kuliah ia tidak langsung mewujudkan mimpinya ini.
Ia justru memilih bekerja di beberapa perusahaan media di bagian pemasaran. Setelah beberapa tahun menjadi karyawan, barulah ia memutuskan untuk terjun ke dunia bisnis.
Keinginannya untuk berbisnis tidak lepas dari pesan ibunya. "Ibu saya pesan sebaik-baiknya manusia ialah manusia yang bisa memberi manfaat bagi orang lain," ujarnya.
Bagi Afit, menjadi pegawai memang bisa memberi manfaat bagi keluarganya. Akan tetapi, ketika berbisnis, ia bisa memberi manfaat kepada lebih banyak orang.
Misalnya, dengan memberi lapangan pekerjaan. Selain itu, dengan berbisnis, ia juga bisa mengatur kehidupannya secara bebas dan tak terikat kepada institusi atau perusahaan mana pun.
Afit sendiri mengaku tidak memiliki latar belakang bisnis sama sekali. Namun, ia mengenal cukup banyak teman yang juga punya bisnis. Didukung dengan informasi dari buku atau internet, ia pun menerapkan segala hal yang dipelajarinya tentang bisnis.
Kata Afit, hal utama yang harus dilakukan pebisnis ialah menentukan segmen pasar, sehingga target pasarnya tidak terlalu lebar. Ini penting karena akan berkaitan dengan pemasaran atau marketing.
Setelah menentukan segmen pasar, ia pun melakukan diferensiasi, baik dari segi konsep rumah makan maupun harga.
Dari segi harga, misalnya, ia menawarkan harga murah untuk seporsi steik (steak) wagyu, yang selama ini terkenal mahal.
Konsep rumah makannya juga dibuat sedeharna ala kedai atau warung. "Tidak memakai pendingin ruangan (AC)," ujar Afit. Ia sendiri menyebut warungnya sebagai camp. Sementara konsumennya dengan sebutan carnivores. Dengan adanya diferensiasi itu, konsumen pun cepat mengenali usahanya. “Dalam bisnis, kreativitas itu perlu,” ucapnya.
Untuk urusan pemasaran, Afit menyerahkan kepada istrinya, Lucy Wiryono. Sejak awal warungnya berdiri, Lucy kebagian mengurus pemasaran dan relasi dengan media.
Pekerjaan Lucy sebagai presenter di beberapa stasiun televisi cukup membantu memudahkan tugasnya sebagai seorang pemasar. Promosi juga gencar dilakukan di beberapa situs jejaring sosial, seperti facebook dan twitter.
Dengan promosi yang gencar, Holycow! Steakhouse kini sudah semakin dikenal. Terbukti, dua gerai di Senopati dan Kelapa Gading, Jakarta, selalu ramai dikunjungi pembeli.

(Bersambung)

Afit bangga bisa memajukan kehidupan karyawan (3)

Bagi Afit Dwi Purwanto, berbisnis bukan semata-mata mencari keuntungan untuk diri sendiri. Tapi, juga harus bisa memberikan manfaat bagi orang lain. Bagi pemilik Holycow! Steakhouse ini, dampak positif dari bisnisnya adalah memberikan lapangan pekerjaan bagi orang lain.
Dalam mencari karyawan, ia fokus merekrut lulusan sekolah menengah atas (SMA). Hal itu dilakukannya untuk memberi kesempatan kerja bagi mereka yang tidak memiliki biaya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.
Ia juga sangat memperhatikan kesejahteraan karyawannya. "Gaji karyawan saya 25% lebih tinggi dari pasaran," ujarnya. Dengan gaji lebih tinggi, karyawan pun lebih semangat dan betah bekerja dengannya. Terbukti, sangat sedikit karyawannya yang pernah mengajukan pengunduran diri. "Turn over karyawan di Holycow! Steakhouse sangat rendah, hanya di bawah 10% yang mengundurkan diri," ujarnya.
Menurut Afit, kini sudah ada beberapa karyawannya yang melanjutkan kuliah atau membeli motor sendiri. Bahkan, ada yang berinvestasi dengan membeli tanah.
Hal itu menjadi kebanggaan tersendiri bagi Afit sebagai pebisnis. Di sisi lain, ia juga memperlakukan karyawannya sebagai keluarga. Dengan pola hubungan kekeluargaan, karyawan pun bisa melayani pelanggan dengan sepenuh hati.
Sampai saat ini, total karyawan yang bekerja dengannya berjumlah 60 orang di dua cabang di Senopati dan Kelapa Gading, Jakarta. Holycow! Steakhouse buka setiap hari pada pukul 11.00 WIB hingga 14.00 WIB. Setelah itu, buka lagi sore hari pukul 17.00 WIB sampai steik terjual habis. Di warung steik ini, pelanggan tidak bisa melakukan reservasi.
Jadi, mereka yang datang diawal langsung dilayani terlebih dahulu. Menurut Afit, ini dilakukan karena setiap setengah jam sebelum warungnya buka, sudah ada antrean pelanggan. Ia tidak memberlakukan reservasi agar pelanggan yang sudah mengantri merasa diperlakukan dengan adil.
Kebijakan ini berlaku tanpa pandang bulu.
Bahkan, bila teman-teman dekatnya mau makan di Holycow! Steakhouse, mereka pun tetap harus antri. Afit bercerita, pernah juga ada seorang menteri harus antri untuk bisa menikmati steiknya. Tidak hanya mengantre, menteri itu pun harus berbagi meja dengan pelanggan lain.
Daya tampung di setiap outlet sekitar 60 kursi. "Karena selalu ramai, jadi pelanggan biasanya berbagi meja dengan pelanggan lain," ucapnya.
Untuk mengembangkan bisnisnya, Afit sedang mempertimbangkan untuk menambah gerai di Jakarta. Hal itu dilakukan karena daya serap steik di ibukota masih sangat tinggi.
Untuk membuka tawaran kemitraan atau waralaba, ia mengaku masih belum tertarik. Sebelum menuju ke sana, ia ingin fokus memperkuat jaringan bisnis dan brand. "Mungkin kalau Holycow! Steakhouse sudah belasan tahun, kami baru mau membuka tawaran kemitraan atau waralaba," katanya.
Selain membesarkan bisnis steiknya, ia juga ingin merambah bisnis lain yang masih berhubungan dengan kuliner. Namun, ia belum mau memberi bocoran. Tapi ditargetkan, rencana ekspansi itu bisa direalisasikan tahun ini.

(Selesai)

http://peluangusaha.kontan.co.id/news/doyan-steik-afit-sukses-jadi-juragan-steik-1/2012/09/14
http://peluangusaha.kontan.co.id/news/afit-belajar-bisnis-secara-otodidak-2
http://peluangusaha.kontan.co.id/news/afit-bangga-bisa-memajukan-kehidupan-karyawan-3

1 comment: