Hits : 2060 |
Senin, 24 September 2012 13:26 |
Tidak banyak
pebisnis yang mengetahui apa itu tren Gangnam Style yang marak
dibicarakan akhir-akhir ini. Gaya menari milik penyanyi rap Psy yang
absurd dari Korea Selatan ini menghentak dunia hiburan dunia. Di AS, Psy
bahkan diundang untuk tampil di sejumlah talkshow terkemuka seperti
Today, Ellen dan Saturday Night.
Apa yang
istimewa dari Gangnam Style yang dipopulerkan ini? Apa perlunya kita
mengetahui tren itu? Jika Anda bukan penggemar budaya pop yang khas anak
muda, mungkin sulit untuk memahaminya. Namun, jangan salah, sebagai
entrepreneur dan pebisnis, memahami tren yang sedang terjadi di
masyarakat juga menjadi pondasi untuk dapat menyusun strategi bisnis
lebih dahsyat lagi untuk ke depan.
Apa yang kita
seorang entrepreneur pelajari dari kesuksesan Psy dan Gangnam Style-nya?
Inilah beberapa poin yang bisa kita ambil dari tren budaya pop seperti
Gangnam Style sebagaimana disarikan dari paparan Dae Ryun Chang dari
Yonsei School of Business di Seoul.
Buatlah produk atau merek Anda lebih unik agar sukar ditiru
Kita banyak
jumpai persengketaan hak kekayaan intelektual seperti copyright, paten
dan sebagainya yang kerap terjadi dalam dunia bisnis. Namun, hal seperti
itu tidak perlu terjadi jika seorang entrepreneur memiliki kreativitas
dan berhasil menciptakan terobosan yang begitu unik dan mampu
mencerminkan kepribadian mereka yang tiada duanya dalam produk atau
layanannya serta mereknya. Dan lihatlah bahwa dengan sendirinya, para
pesaing akan menghadapi lebih banyak kesulitan untuk bisa mengekor Anda.
Bahkan tanpa harus lebih dulu mendaftarkan hak kekayaan intelektual
pun, para konsumen akan lebih mengenal produk/ merek Anda yang hanya
Anda yang bisa hasilkan.
Bersikaplah terbuka dalam berpikir tetapi masih dalam batasan wajar
Strategi
crowdsourcing yang diluncurkan oleh Psy terbatas dalam komunitas tari
dan musik rap. Membatasi sumber ide ke basis pengetahuan memungkinkan
Psy untuk meningkatkan kreativitasnya tetapi pada saat yang sama
memastikan bahwa tidak ada waktu yang terbuang untuk menyaring ide yang
kurang dapat dipraktikkan dalam kehidupan nyata. Crowdsourcing yang
tidak dibatasi menimbulkan bahaya tersendiri karena bisa menjadi
bumerang bagi produk atau brand Anda, seperti apa yang dialami oleh
Klinik Tong Fang, yang meroket popularitasnya sementara berkat cemoohan
di jejaring sosial.
Temukan denominator emosional yang umum dan luar biasa yang melampaui batas-batas budaya
Psy menyatakan
bahwa ia membuat video “Gangnam Style” hanya untuk pasar Korsel. Namun,
video itu ternyata mampu melejit dan populer melampaui batas demografis
Korsel. Padahal jika kita cermati video tersebut tidak menggunakan
bahasa Inggris yang memudahkan masyarakat negara lain untuk memahaminya.
Tetapi toh, penikmat di negara lain tetap menyukainya. Daya tarik Psy
dan videonya itu sebenarnya terletak pada gagasannya untuk menjadi idola
yang anti aliran pop mainstream karena sebagaimana kita ketahui dunia
begitu tersedot perhatiannya dengan ajang-ajang pencarian idola pop baru
dengan rupa menawan, suara merdu, dan tampilan menarik. Psy muncul
dengan menunjukkan bahwa menjadi diri sendiri adalah hal terbaik yang
bisa seseorang lakukan. Dengan gayanya yang unik dan sangat mencerminkan
dirinya itulah, Psy berhasil menandatangani kontrak dengan manajer
Justin Bieber, penyanyi muda nan tenar dunia.
Banyak merek
dan perusahaan menghadapi tantangan saat mereka harus menjelajah pasar
dunia yang sering kali sudah dikuasai mereka yang lebih mapan dan besar.
Saat pasar berkembang di dunia menjadi makin maju dan mencari unsur
keaslian dalam mereknya, strategi yang dimiliki Psy semacam ini adalah
apa yang dibutuhkan perusahaan baru dan masih berkembang untuk
diterapkan dalam langkah bisnis mereka sejak sekarang. (*AP)
|
http://www.ciputraentrepreneurship.com/tips-bisnis/175-penjualan-dan-pemasaran/20322-3-pelajaran-marketing-dari-fenomena-gangnam-style.html
No comments:
Post a Comment