Tuesday, September 25, 2012

3 Pelajaran Marketing dari Fenomena Gangnam Style

Hits : 2060 PDF Cetak E-mail
Senin, 24 September 2012 13:26
Tidak banyak pebisnis yang mengetahui apa itu tren Gangnam Style yang marak dibicarakan akhir-akhir ini. Gaya menari milik penyanyi rap Psy yang absurd dari Korea Selatan ini menghentak dunia hiburan dunia. Di AS, Psy bahkan diundang untuk tampil di sejumlah talkshow terkemuka seperti Today, Ellen dan Saturday Night.

Apa yang istimewa dari Gangnam Style yang dipopulerkan ini? Apa perlunya kita mengetahui tren itu? Jika Anda bukan penggemar budaya pop yang khas anak muda, mungkin sulit untuk memahaminya. Namun, jangan salah, sebagai entrepreneur dan pebisnis, memahami tren yang sedang terjadi di masyarakat juga menjadi pondasi untuk dapat menyusun strategi bisnis lebih dahsyat lagi untuk ke depan.

Apa yang kita seorang entrepreneur pelajari dari kesuksesan Psy dan Gangnam Style-nya? Inilah beberapa poin yang bisa kita ambil dari tren budaya pop seperti Gangnam Style sebagaimana disarikan dari paparan Dae Ryun Chang dari Yonsei School of Business di Seoul.

Buatlah produk atau merek Anda lebih unik agar sukar ditiru
Kita banyak jumpai persengketaan hak kekayaan intelektual seperti copyright, paten dan sebagainya yang kerap terjadi dalam dunia bisnis. Namun, hal seperti itu tidak perlu terjadi jika seorang entrepreneur memiliki kreativitas dan berhasil menciptakan terobosan yang begitu unik dan mampu mencerminkan kepribadian mereka yang tiada duanya dalam produk atau layanannya serta mereknya. Dan lihatlah bahwa dengan sendirinya, para pesaing akan menghadapi lebih banyak kesulitan untuk bisa mengekor Anda. Bahkan tanpa harus lebih dulu mendaftarkan hak kekayaan intelektual pun, para konsumen akan lebih mengenal produk/ merek Anda yang hanya Anda yang bisa hasilkan.

Bersikaplah terbuka dalam berpikir tetapi masih dalam batasan wajar
Strategi crowdsourcing yang diluncurkan oleh Psy terbatas dalam komunitas tari dan musik rap. Membatasi sumber ide ke basis pengetahuan memungkinkan Psy untuk meningkatkan kreativitasnya tetapi pada saat yang sama memastikan bahwa tidak ada waktu yang terbuang untuk menyaring ide yang kurang dapat dipraktikkan dalam kehidupan nyata. Crowdsourcing yang tidak dibatasi menimbulkan bahaya tersendiri karena bisa menjadi bumerang bagi produk atau brand Anda, seperti apa yang dialami oleh Klinik Tong Fang, yang meroket popularitasnya sementara berkat cemoohan di jejaring sosial.

Temukan denominator emosional yang umum dan luar biasa yang melampaui batas-batas budaya
Psy menyatakan bahwa ia membuat video “Gangnam Style” hanya untuk pasar Korsel. Namun, video itu ternyata mampu melejit dan populer melampaui batas demografis Korsel. Padahal jika kita cermati video tersebut tidak menggunakan bahasa Inggris yang memudahkan masyarakat negara lain untuk memahaminya. Tetapi toh, penikmat di negara lain tetap menyukainya. Daya tarik Psy dan videonya itu sebenarnya terletak pada gagasannya untuk menjadi idola yang anti aliran pop mainstream karena sebagaimana kita ketahui dunia begitu tersedot perhatiannya dengan ajang-ajang pencarian idola pop baru dengan rupa menawan, suara merdu, dan tampilan menarik. Psy muncul dengan menunjukkan bahwa menjadi diri sendiri adalah hal terbaik yang bisa seseorang lakukan. Dengan gayanya yang unik dan sangat mencerminkan dirinya itulah, Psy berhasil menandatangani kontrak dengan manajer Justin Bieber, penyanyi muda nan tenar dunia.

Banyak merek dan perusahaan menghadapi tantangan saat mereka harus menjelajah pasar dunia yang sering kali sudah dikuasai mereka yang lebih mapan dan besar. Saat pasar berkembang di dunia menjadi makin maju dan mencari unsur keaslian dalam mereknya, strategi yang dimiliki Psy semacam ini adalah apa yang dibutuhkan perusahaan baru dan masih berkembang untuk diterapkan dalam langkah bisnis mereka sejak sekarang.  (*AP)

http://www.ciputraentrepreneurship.com/tips-bisnis/175-penjualan-dan-pemasaran/20322-3-pelajaran-marketing-dari-fenomena-gangnam-style.html

No comments:

Post a Comment