Hits : 534 |
Sabtu, 15 September 2012 13:16 |
Tiga wanita itu turun dari tiga
mobil mewah dengan raut cerah. Mereka perlahan-lahan masuk ke sebuah
hotel bintang lima di kawasan segitiga emas Jakarta, pekan lalu. Di
lobi, 12 orang menghampiri dan mereka segera terlibat percakapan serius.
Tiga menit kemudian, mereka terlihat bersalam-salaman dan 12 orang itu
pamit.
Di coffee shop, ketiga wanita itu berembuk, saling mencocokkan data selama 10 menit. Sejurus kemudian, mereka terlibat dalam rapat membahas rencana kerja. Hanya sesekali terdengar canda segar, selebihnya berdiskusi dalam rentang waktu ketat. ”Sebagai broker properti, kami amat cermat bekerja,” tutur Sri Utami, salah seorang wanita itu. ”Kami sama-sama sibuk, maka menggunakan waktu sangat efisien.” Sri dan dua temannya, Fajriah dan Melania, sangat menyadari bahwa sebagai broker profesional, mereka harus memiliki keunggulan-keunggulan komparatif dibandingkan dengan broker lain. Mereka memiliki basis data yang komplet, terutama di Pulau Jawa. Hendak bertanya sampai ke proyek dengan skala 5 hektar ke atas, mereka miliki. Mereka pun mengantongi data menyangkut luasan rumah, harga, dan cara praktis membeli atau menjual rumah atau apartemen. Data yang mereka tawarkan kerap dalam tiga bahasa, yakni bahasa Indonesia, Inggris, dan Mandarin. Inilah salah satu sebab mereka menjadi tempat bertanya para pengembang, eksekutif properti, dan para pencari rumah/apartemen. Para broker seperti Sri dan kawan-kawan ini pula yang mempunyai kontribusi larisnya sebuah perumahan dan apartemen. Kalau ada apartemen atau perumahan bisa tandas dalam sehari sampai sepekan lamanya, tentu ada kontribusi para broker, sekecil apa pun itu. Bukan rahasia lagi kalau para staf pengembang memandang mereka sebagai salah satu faktor suksesnya penjualan rumah/apartemen. Para staf pengembang tersebut memang mempunyai banyak staf dan jaringan luas untuk merengkuh para pembeli. Akan tetapi, pasukan ”penjual dan pemasaran” itu tentu tidak cukup memadai untuk menjangkau semua lapisan pembeli. Para broker tetap dibutuhkan untuk menjaring pembeli. Ray Susilo, eksekutif properti di Jakarta, mengatakan, jangan remehkan pendapatan para broker properti ini. Jika memiliki jaringan sangat luas dan berbakat memasarkan properti, seorang broker mampu meraih penghasilan bersih Rp 100 juta per bulan. Sesekali ada broker yang kariernya sedang berkilau bisa mendapat Rp 1,5 miliar per bulan dalam kurun waktu setengah tahun. Ini sebabnya, para broker yang ahli ”bertarung di lapangan” mampu membeli mobil mewah keluaran Jerman dan Inggris. Pekerjaan menjadi broker properti dalam era booming properti seperti sekarang merupakan pekerjaan menjanjikan. Namun, sayang, tidak banyak yang melihat ini sebagai peluang. Padahal, kalau dikembangkan sedemikian rupa, pendapatan mereka bisa jauh di atas gaji bersih seorang direktur utama perusahaan badan usaha milik negara. Syaratnya pun tidak banyak, jaringan yang sangat luas, sangat luwes, memiliki kapasitas pemasaran dan penjualan, memiliki integritas tinggi, mempunyai etika yang terpuji, berbahasa Inggris fasih, dan sebagainya. Di luar pekerjaan broker, masih banyak jenis pekerjaan yang memberi perolehan amat besar, tetapi belum terlampau populer, yakni pekerjaan di bidang asuransi. Mengapa? Karena pekerjaan ini (dalam bahasa guyonan) dipandang ”menjual angin”. Namun, tak banyak yang tahu, banyak yang kaya raya karena bekerja di perusahaan asuransi. Pekerjaan lain yang kini sangat menjanjikan adalah menjadi ahli teknologi informasi. Di Singapura, sekadar menyebut contoh, seorang ahli teknologi informasi mampu meraih pendapatan bersih Rp 80 juta sampai Rp 1,5 miliar per bulan. Kita suka terjebak dalam pemikiran bahwa pekerjaan yang mapan itu adalah bekerja di kantor, masuk jam sekian, dan pulang jam sekian. Padahal, di luar kantor ada banyak pekerjaan prestisius. (*kompas.com) |
http://www.ciputraentrepreneurship.com/tips-bisnis/37-advise/20095-broker-makin-berkilau.html
No comments:
Post a Comment