Isam sukses mengibarkan sutra garut (1)
Oleh Fahriyadi - Kamis, 30 Agustus 2012 | 14:21 WIB
Sejak dahulu, Kabupaten Garut, Jawa Barat sudah terkenal sebagai daerah penghasil sutra. Daerah ini punya industri tenun sutra yang telah ada sejak puluhan tahun silam.
Salah satu perajin yang sukses mengibarkan sutra khas Garut ini adalah Isam Samsudin. Sejak tahun 2008, ia memperkenalkan sutra Garut ke seluruh penjuru Nusantara.
Di bawah bendera usaha Gallery Sutra Garut, kain sutra buatannya kini banyak dipesan para perajin batik, desainer pakaian, dan juga masyarakat umum penyuka sutra dari seluruh Indonesia.
Salah satu yang menjadi nilai tambah kain sutra buatan Isam adalah proses pembuatannya yang dilakukan secara handmade dengan bantuan peralatan tradisional.
Lantaran itu kain sutra buatannya dikenal sebagai kain sutra ATBM alias alat tenun bukan mesin. "Semua proses pengerjaannya dilakukan secara tradisional, jadi lebih eksklusif dan kualitasnya juga terjamin," ujarnya.
Karena kelebihannya, kain sutra buatan lelaki 36 tahun ini banyak disukai. Dengan dibantu 40 karyawan, Isam mengaku mampu menghasilkan rata-rata lebih dari 2.300 meter kain saban bulannya.
Tidak hanya kain sutra polos, ia juga memproduksi kain sutra yang sudah diberi warna dan motif tertentu. "Untuk kain polos kami menjualnya sekitar Rp 85.000 hingga Rp 125.000 per meternya," ungkapnya.
Selain kain yang masih polos, Isam juga memproduksi kain sutra yang sudah diberi warna dan motif batik. Bahkan, ada juga yang dibuatnya menjadi pakaian kemeja dan lain-lain.
Isam mengklaim, seluruh hasil karya desain batik sutranya merupakan kreasi sendiri dengan memadukan motif batik khas Cirebon. "Selebihnya merupakan hasil imajinasi saya sendiri," ujarnya.
Bila sudah diberi motif batik, harganya jauh lebih mahal dari kain yang masih polos. Untuk kain sutra batik, misalnya, dibanderol mulai Rp 1,5 juta-Rp 3,5 juta per pieces.
Sementara yang sudah menjadi pakaian jadi dihargai hingga Rp 5 juta per lembar. Dari usaha ini, omzet yang dikantonginya dalam sebulan mencapai sekitar Rp 150 juta. Adapun laba bersihnya sekitar 40% dari omzet.
Isam mengaku, selama hampir empat tahun menjalani usaha ini, penjualan dan permintaan kain sutra terus meningkat. Pencapaian yang diraih Isam saat ini terbilang cukup baik mengingat ia hanya memiliki bekal pendidikan Diploma I (D1) Ilmu Perhotelan.
Pengalaman bergelut di usaha ini dapatnya dari bekerja pada usaha pembuatan kain sutra ATBM milik kakak kandungnya sendiri pada tahun 2001 hingga 2008.
Selama bekerja dengan kakaknya, ia mengaku banyak belajar tentang proses pembuatan kain sutra. Lambat-laun minta dan kecintaannya terhadap kain sutra terus tumbuh. "Saya tak pernah terpikir akan masuk ke bidang ini sebelumnya," ucapnya.
Berbekal kecintaan dan keterampilan membuat kain sutra inilah ia memutuskan untuk membuka usaha sendiri. Bisnis ini dirintisnya dengan modal awal Rp 60 juta dari hasil pinjaman ke beberapa teman dan saudaranya.
Isam dapat berkah dari marakya desainer (2)
Oleh Fahriyadi - Jumat, 31 Agustus 2012 | 18:05 WIB
Modal awal tersebut didapat dari hasil meminjam ke teman dan kerabat keluarganya. Uang tersebut, ia gunakan untuk membeli lima alat tenun dan merekrut lima karyawan. Selain itu, ada juga yang dipakai buat membeli bahan, seperti benang. Di masa awal merintis usaha, Isam getol menawarkan kain buatannya ke pasar.
Sempat dilanda dilema ketika harus bersaing head to head dengan sang kakak, namun Isam mengaku tetap menaruh hormat pada kakaknya yang juga menekuni usaha pembuatan kain sutera. "Kami bersaing cukup sehat meski kadang ada konflik namun itu bisa teratasi," tandasnya.
Persaingan sehat itu dibuktikan Isam dengan memilih segmen pasar yang berbeda dengan sang kakak. Ia fokus memproduksi kain sutera dengan grade kualitas lebih tinggi dari yang diproduksi kakaknya. Maka itu, harga kain sutera buatan Isam dijual lebih mahal dari kakaknya. Meski lebih mahal bukan berarti Isam sepi pembeli.
Munculnya para desainer muda dan para pengrajin batik mendatangkan berkah bagi dia. Terbukti, sejak awal memulai usaha, ia telah rutin memasok kebutuhan sutera untuk mereka. Tak heran, bila dalam waktu tiga bulan, ia sudah bisa mengembalikan pinjaman modal usaha. Kemudian delapan bulan setelah usaha Isam berjalan, ia meningkatkan kapasitas produksi dengan menambah alat tenun dan juga merekrut karyawan baru.
Kendati bisnis terus berkembang, Isam tidak lantas terlena. Sebagai pengusaha fesyen, ia menyadari pentingnya inovasi produk dan mengikuti tren perkembangan zaman. Makanya, pada tahun 2011, pria yang hobi berolahraga ini mulai berkreasi dengan kain sutera buatannya itu. Sekitar 25% kain sutera hasil produksinya kala itu diberi motif sendiri.
Motifnya bisa berupa batik, garis-garis, atau kotak-kotak. Sementara sisanya tetap dipasarkan dalam bentuk kain sutera polos. Kain polos ini untuk memenuhi permintaan para pembatik dan desainer. Lantaran diminati pasar, Isam kini mengubah fokus usaha.
Sejak 2012, sebanyak 75% kain suteranya sudah diberi motif sendiri. Dari 75% itu, sekitar 25% dibuat menjadi kemeja pria, sarung, dan selendang dengan motif batik. "Ke depan kami akan membuat desain batik untuk pakaian wanita," tuturnya.
Empat tahun berjalan, Isam mengaku mendapatkan kepuasan batin yang tak diperoleh saat masih bekerja dengan sang kakak dulu. Menurutnya, menikmati tahap demi tahap dalam merintis usaha merupakan proses pembelajaran yang tak bisa ditemukan dimanapun. "Karena jika kita mengelola bisnis sendiri, bukan sekedar keterampilan yang bertambah, naluri dan insting bisnis pun dapat terbentuk," ungkapnya.
Isam berdayakan warga sekitar (3)
Oleh Fahriyadi - Minggu, 02 September 2012 | 19:50 WIB
Sejak lama, kerajinan ini telah menjadi warisan budaya khas Garut. Motivasi lain adalah membuka lapangan pekerjaan bagi warga di sekitarnya.
Berkat usaha pembuatan kain sutera, kini ia telah berhasil merealisasikan seluruh keinginannya itu. Dari segi finansial, Isam mengaku penghasilannya lebih dari cukup untuk menghidupi keluarga serta para karyawannya.
Dalam upaya pelestarian budaya, ia juga telah sukses mempertahankan tradisi produksi kain sutera tanpa mesin. "Semua pelanggan saya mengakui bahwa sutera ATBM lebih baik ketimbang mesin pabrikan," ujarnya.
Keunggulan sutera ATBM bukan hanya dari kualitas produknya yang lebih baik dibanding buatan mesin. Tapi, hasil produksinya juga lebih maksimal karena tidak banyak bahan baku benang yang terbuang. Namun ada juga kelemahannya. Yakni, kapasitas produksi yang tidak bisa sebanyak mesin. "Soalnya, ATBM banyak menggunakan tenaga manusia," ujarnya.
Hal lain yang mendatangkan kepuasan bagi Isam adalah kemampuannya menyediakan lapangan pekerjaan. Dari awalnya hanya mempekerjakan lima orang karyawan, kini total karyawan yang dimilikinya sudah 42 orang. Dengan semakin berkembangnya bisnis kain suteranya, tidak menutup kemungkinan semakin banyak tenaga kerja yang akan diajaknya bergabung.
Usahanya ini sedikit banyak telah membantu mengurangi pengangguran di Desa Karya Jaya, Kecamatan Bayongbong, Garut. "Beberapa pemuda di kampung ini sering datang ke saya menanyakan pekerjaan, dan jika memang sedang membutuhkan saya tak bisa menolaknya," jelasnya.
Menurut Isam, sebagian besar karyawannya, awalnya tidak memiki keterampilan memproduksi kain sutera. Namun ia tidak ragu mempekerjakan mereka. Sebab, Isam memang ingin menularkan keterampilan membuat kain sutera ke warga desa. "Saya dulu juga bekerja di usaha ini tanpa keterampilan, tapi semuanya bisa dipelajari asalkan ada niat," lanjutnya.
Isam sendiri masih memiliki sejumlah rencana untuk membesarkan usahanya. Dalam waktu dekat ia akan membuka galeri khusus untuk memajang kain sutera buatannya.
http://peluangusaha.kontan.co.id/news/isam-berdayakan-warga-sekitar-3
http://peluangusaha.kontan.co.id/news/isam-dapat-berkah-dari-marakya-desainer-2
http://peluangusaha.kontan.co.id/news/isam-sukses-mengibarkan-sutra-garut-1/2012/08/30
No comments:
Post a Comment