Monday, September 3, 2012

Berfokus pada Pekerjaan

Profil CEO Metropolitan Land Nanda Widya

Penulis : Abun Sanda | Senin, 3 September 2012 | 09:39 WIB

KOMPAS/ABUN SANDA Nanda Widya

JAKARTA, KOMPAS.com - Pekerja yang diam. Begitu sapaan yang melekat pada Chief Executive Officer Metropolitan Land Nanda Widya. Sapaan itu lahir karena Nanda lebih suka bertarung habis-habisan di lapangan dan di meja lobi daripada berceloteh hal-hal yang dinilainya tidak produktif.
Itu sebabnya Nanda mempunyai ruang sendiri di panggung para eksekutif puncak perusahaan properti nasional. Ia selalu fokus pada pekerjaan  dan menekuninya sampai  detail.
Sejak lulus kuliah teknik sipil,  Nanda langsung bekerja  di lapangan. Bekerja di perusahaan kontraktor, ia terjun langsung di lapangan, ikut menyekop semen dan menyusun program kerja untuk para pekerja di lapangan. Setahun kemudian secara kebetulan ia bertemu arsitek sekaligus pengembang terkenal, Ciputra. Pertemuan yang terjadi secara kebetulan itu langsung mengubah jalan berpikir Nanda.
Ujar Ciputra kepadanya, ”Kalau dikau bekerja sebagai kontraktor, dikau tergantung orang lain sebab hanya menerima order dan mengerjakan order itu. Tetapi, sebagai pengembang, lain urusannya. Engkau mengkreasi proyek, membuat sesuatu yang tidak ada menjadi ada, tidak tergantung orang lain.”
Ucapan Ciputra menerobos jauh ke dalam pikiran Nanda. Ia kemudian bekerja di perusahaan pengembang sampai akhirnya menjadi CEO Metropolitan Land Tbk. Mungkin kalau tidak bertemu Ciputra, sampai hari ini ia masih sebagai kontraktor.
Metropolitan Land seperti apa yang Anda inginkan?
Menjadi perusahaan yang sangat terkemuka dan dipercaya. Kami berjuang  mewujudkan asa ini sebab kita tahu, dipercaya dan terkemuka bukan urusan mudah. Perlu ikhtiar optimal.
Ketika Agustus 2012 kami memperoleh best company untuk kategori di bawah satu miliar dollar AS versi Forbes Asia, kami merasa ini sebuah lompatan sangat bagus. Kami layak bangga karena dari begitu banyak perusahaan dari Indonesia yang masuk kategori ini, hanya tujuh perusahaan yang masuk, di antaranya, Metropolitan Land Tbk.
Tahun depan, kami akan ikut seleksi lagi. Kami akan berjuang meraih predikat itu lagi. Semoga kami mampu melaksanakannya. Sambil meneruskan perjuangan itu, kami pun berusaha melebarkan sayap usaha agar kami dapat naik kelas, misalnya ke ruang lebih besar dan dengan jumlah pemain properti yang lebih sedikit. Di kelas yang baru ini, pemain yang ada sungguh pemain senior, berpengalaman, dan modalnya luar biasa kuat. Itu artinya kami harus menunjukkan kinerja lebih baik dan menambah ukuran bisnis. Penambahan ukuran ini dilakukan karena kami ingin masuk dalam enam besar perusahaan berskala besar. Di wilayah ini bermain perusahaan raksasa, di antaranya BSD,  Lippo, Grup Ciputra, Grup Agung Podomoro, dan Summarecon.
Ada kesan, Anda suka dengan gelar-gelaran itu?
Tidak juga. Gelar itu, jujur saja bagus untuk kami sebab menambah kredibilitas. Salah satu parameter bahwa perusahaan itu dipercaya adalah meraih nilai yang baik di mata publik. Gelar itu tidak akan datang kepada kami seandainya kami tidak bisa dipercaya.
Karyawan siap dengan program itu?
Saya kira iya karena selalu kami tanamkan kepada mereka. Kami pun ingin para staf atau karyawan melihat masalah ini dengan kacamata terang, tidak rumit. Itu sebabnya semua instruksi atau penjabaran dilakukan dengan bahasa yang mudah dipahami. Para staf, supervisor ke atas, diajak menyampaikan pikirannya dengan sederhana, tidak dengan bahasa sulit. Logo kami, Metland, lihatlah, juga sederhana.
Kalau mereka mempunyai masalah pelik, saya ajak mereka bicara dan menerangkan dengan langgam serta pikiran-pikiran sederhana. Saya tidak mau mereka  jadi bingung. Wah, saya ingin yakinkan Anda bahwa tidak mudah mengajak orang lapangan terbiasa dalam pikiran sederhana. Namun, sejalan dengan berjalannya waktu, pelan tetapi pasti, karyawan mengerti bagaimana menyederhanakan pikiran dan menyederhanakan masalah rumit. Namun, jangan keliru, menyederhanakan masalah di sini jangan ditafsirkan menggampangkan masalah. Tidak begitu.
Beberapa teman menyebutkan bahwa kami membawa genre baru dalam pekerjaan. Bisa jadi iya, tetapi yang jelas kami terbantu dengan terbiasa tidak bersulit-sulit.
Ada penekanan lain?
Saya minta semua staf di semua lapisan untuk selalu fokus pada apa yang dikerjakan. Fokus lalu susun skala prioritas, kerjakan semuanya secara berurut sesuai skala prioritas.
Bukankah kita terbiasa dengan skala prioritas ketika kita duduk di bangku sekolah. Kalau mengerjakan soal, kita memilih soal paling mudah  dikerjakan lebih dulu, baru yang sulit. Benar 60 persen saja kita sudah lulus ujian, apalagi kalau benar 90 persen. Paham seperti ini yang diajarkan kepada staf.
Metropolitan Land bermain di area apa saja?Kami bermain di banyak bidang atau proyek. Misalnya, Metropolitan dan Grand Metropolitan di Bekasi, Horison Bekasi dan Seminyak, Menteng, Transyogi, Tambun, dan sebagainya. Kami menjadi pelopor beberapa proyek besar di Bekasi.
Kami bahagia dapat melakukan beberapa hal ini sebab kehadiran kami terasa manfaatnya. Misalnya, kami membangun beberapa mal, yang kemudian kita ketahui, luar biasa ramai. Ada yang menyatakan, kami menimbulkan kemacetan, wah ya, rasanya tidak begitu?
Kemacetan itu bisa dilihat dari beberapa aspek, di antaranya infrastruktur yang belum mendukung. Aspek lain dampak kemajuan ekonomi.
Mal, misalnya, tidak banyak di antara kita yang mau melihatnya dengan perspektif arif. Berapa banyak warga bisa bekerja di mal itu? Bukankah ribuan orang? Ini belum termasuk orang-orang yang bekerja untuk menunjang kebutuhan bisnis di mal. Artinya, kehadiran mal menciptakan lapangan kerja baru.
Aspek tenaga kerja ini yang mesti kita lihat kalau kita membangun sentra hunian, apartemen, perkantoran. Berapa besar lapangan kerja yang tersedia?
Di keluarga sendiri bagaimana?Dalam keluarga, saya menekankan beberapa hal pokok, di antaranya  harmoni, kasih sayang, dan pendidikan. Karena anak hanya dua, Geraldy Widya (24) dan Andriani (20),  maka saya dan istri lebih bisa menjalin komunikasi. Saya kira kita semua sepakat untuk memiliki keluarga yang penuh kasih sayang. Saya boleh letih bekerja, tetapi kalau sudah kembali ke rumah, saya segera meraih kenyamanan dan ketenteraman yang sulit dilukiskan. Keletihan menguap begitu kita menatap wajah istri dan anak-anak. Mereka adalah orang-orang yang mencintai kita dengan segenap hati dan pikiran mereka.
Bayangkanlah kalau Anda bercengkerama dengan anak istri untuk soal sederhana, misalnya hal-hal lucu yang anak-anak alami di kampus atau pengalaman istri tentang organisasi dan sebagainya. Hidup jadi penuh warna dan derai tawa.
 
Editor :
Rusdi Amral
 
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/09/03/09395055/Berfokus.pada.Pekerjaan

No comments:

Post a Comment