Monday, October 17, 2011

Sulap Batok Kelapa Jadi Laba


Views :152 Times PDF Cetak E-mail
Senin, 17 Oktober 2011 10:47
Selama ini beberapa orang menyepelekan tempurung atau batok kelapa dengan hanya membuangnya usai mengambil daging kelapa. Namun, di tangan Nur Taufiq, limbah makanan ini merupakan bahan produksi kerajinan yang menjanjikan. "Produk kerajinan saya sudah dipasarkan ke Jepang, Jamaika hingga Perancis," ujar pemilik Sanggar Kerajinan Tempurung Kelapa Chumplung Adji, beberapa waktu lalu.

batok1011Memulai bisnis kerajinan tempurung kelapa sejak 1992, pria asal Bantul ini sudah mengerahkan semua warga kampungnya untuk membantunya berproduksi. Selama belasan tahun menekuni bisnis ini, ia mengaku tidak pernah sepi order karena permintaan sangat banyak. "Terutama pesanan dari Jepang, biasanya mereka memesan mangkuk dari tempurung yang sekali pakai, jadi mereka selalu pesan terus," ungkapnya.

Selain sudah menjelajah di pasar ekspor, ia juga telah menekuni pasar domestik. Selama 15 tahun, lanjutnya, ia telah memasok barang kerajinan ke salon-salon milik Martha Tilaar. Walaupun tidak sebesar pasar ekspor, tapi menurutnya pasar domestik juga sudah kontinu dalam memesan. "Pasar kami 75 persen adalah ekspor,sisanya dalam negeri," katanya di galeri miliknya di Santan Guwosari, Pajangan, Bantul, DIY.

Dibandingkan kerajinan batok kelapa lainnya, produknya lebih mementingkan kualitas daripada murahnya produk. Ia menganggap, kerajinan batok kelapa yang ada di pasaran saat ini bukan merupakan produk Yogyakarta yang meniru desain milik pengrajin Yogyakarta.

Dari sisi kualitas, pihaknya berani menjamin barangnya lebih awet dari produk lainnya. Bahkan, ia membuka reparasi jika terjadi kerusakan atau lapisan finishing yang terkelupas. Dari proses finishing, ia menjelaskan Chumplung Adji menggunakan empat proses finishing yang lebih aman untuk digunakan manusia.

"Menurut buyer Jepang, finishing saya aman, sehingga produk saya aman kalau bersentuhan langsung dengan makanan. Berbeda dengan produk lain yang hanya menggunakan dua kali finishing," paparnya.

Dari tangan pria yang pernah dinobatkan sebagai Pemuda Pelopor Wirausaha pada tahun 2003 ini, berbagai kerajinan unik berhasil dilahirkan. Misalnya boneka yang tersusun dari batok-batok kelapa yang hanya dihargai Rp 30 ribu, toples seharga Rp 85 ribu, frame foto seharga Rp 30 ribu, serta mangkuk seharga Rp 12 ribuan.

Meskipun sudah bergelut di pasar ekspor, namun ia mengaku masih terkendala modal manakala negara pemesan menghendaki pesanan yang sangat banyak. Menurutnya, ia tidak mempunyai banyak modal untuk memenuhi permintaan tersebut. "Terlebih mencari batok yang sesuai kriteria tidaklah mudah. Bahkan beberapa harus mencari ke Lampung dan Jambi," terangnya.

Selain menginginkan terwujudnya sentra kerajinan di Dusun Santan tempatnya tinggal ini, ia juga berharap bisa mendirikan Bank Batok. Keinginannya ini dilandasi karena susahnya mencari batok kelapa yang sesuai untuk memenuhi permintaan ekspor. (*/Tribun Timur)

Sumber:
http://ciputraentrepreneurship.com/manufaktur/12021-sulap-batok-kelapa-jadi-laba.html

No comments:

Post a Comment