PELUANG BISNIS BUBBLE WRAP
Transaksi online dongkrak permintaan bubble wrap
Permintaan bubble wrap, kemasan plastik dengan gelembung udara, terus meningkat dari tahun ke tahun, menyusul pertumbuhan bisnis ritel di negeri ini. Selain produsen elektronik dan barang pecah belah, transaksi online pun ikut mendorong permintaan bubble wrap, karena penjual ingin menjamin kualitas barang hingga di tangan konsumen.
Pertumbuhan penjualan produk ritel mendongkrak industri kemasan. Salah satunya, bubble wrap, lembaran plastik bergelemung udara yang berfungsi sebagai kemasan sekaligus pelindung produk elektronik, pecah belah atau produk yang berisiko retak lainnya.
Tingginya kebutuhan plastik pelindung ini mendorong kenaikan omzet produsen bubble wrap. Tengok saja, kenaikan omzet CV Soreang Plastics, produsen bubble wrap pada tahun ini naik 20% dibandingkan dengan tahun lalu. "Permintaan pembungkus ini selalu naik dari tahun ke tahun," ujar Darmono Setiawan, Pemilik Soreang Plastics di Surabaya.
Pria 45 tahun ini sudah menggeluti usaha pembuatan bubble wrap sejak 10 tahun lalu. Darmono pun mengklaim, meski buatan lokal, produknya tak kalah dengan produk impor.
Dengan menggunakan bahan plastik polistiren, Darmono menjual produknya dengan harga Rp 5.000 per lembar, dengan ukuran 125x50 cm2. Dalam sebulan, Soreang Plastics bisa merengkuh omzet hingga Rp 100 juta.
Klien Darmono pun cukup beragam, mulai dari agen elektronik, tas hingga perusahaan garmen. "Prospek usaha pembuatan bubble wrap ini memang cukup menjanjikan, mengingat banyak industri yang membutuhkan jenis pembungkus ini," ujar Darmono yang kini mempekerjakan sepuluh karyawan.
Hari Bonanta, produsen bubble wrap asal Cileungsi, Jawa Barat, sepakat dengan Setiawan. Hari mengatakan, permintaan pembungkus plastik ini tak pernah surut.
Ia yakin, ke depan, prospek usaha ini tetap menarik, mengingat hingga saat ini konsep bubble wrap masih merupakan pembungkus yang paling efektif. "Kecuali nanti sudah ditemukan konsep baru. Itu lain lagi ceritanya," tuturnya.
Setiap bulan, Hari bisa mengirim lebih 11.000 lembar plastik gelembung dengan merek Apollo ini ke kliennya di Jabodetabek dan Jawa Tengah. Hari menjual selembar bubble wrap ukuran 125 cm x 50 cm seharga Rp 7.500.
Alhasil, pemilik CV Meruya Lestari ini bisa meraup omzet hingga Rp 80 juta per bulan. "Dari pembuatan bubble wrap ini, saya bisa memperoleh margin keuntungan sekitar 25%," tegas Hari.
Baik Darmono maupun Hari hanya melayani pembelian partai besar. "Pembeli kami banyak dari perusahaan-perusahaan dengan skala menengah," tegas hari.
Untuk menarik banyak pelanggan, pengusaha bubble wrap ini juga berinovasi. Salah satu bentuk inovasi itu, dengan menambah variasi warna untuk Pastinya. "Jadi, tak hanya warna bening saja," ujar hari.
Kini, Meruya Lestari juga menyediakan bubble wrap berwarna biru muda, merah muda, dan hijau muda. Tak hanya penambahan warna saja, pria yang memiliki tujuh karyawan ini juga menawarkan bubble wrap dalam beberapa ukuran.
Hari bilang, klien bisa memesan ukuran bubble wrap sesuai dengan ukuran produk yang akan dikemas. "Tentu saja, harga bubble wrap pesanan itu juga menyesuaikan," cetusnya.
Pasalnya, menurut Hari, permintaan bubble wrap makin tinggi seiring maraknya transaksi online. Pengusaha gerai ritel online yang menyediakan beragam produk ini membutuhkan pembungkus atau pelindung yang aman untuk pengiriman barang.
"Tentu saja, penjual tak ingin adanya pengembalian barang yang rusak atau cacat dengan menjaga kualitas barang hingga ke tempat tujuan," kata Hari.
Selain itu, dalam dua tahun terakhir ini, Hari melihat, banyak konsumen Meruya Lestari yang berasal dari perusahaan-perusahaan yang memang bergerak sebagai agen pengiriman barang, khususnya barang-barang elektronik.
Sumber:
http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/peluangusaha/79554/Transaksi-online-dongkrak-permintaan-bubble-wrap
Good🌻
ReplyDelete