Friday, June 22, 2012

Di Bisnis, Tidak Semua tentang Laba

Views :937 Times PDF Cetak E-mail
Jumat, 22 Juni 2012 11:28
ce-logo2Seandainya hanya berorientasi pada keuntungan, Abdi F Sainir sudah pasti lari dari Kota Padang dan meninggalkan perusahaan yang dibangun ayahnya sejak 1979. Dengan latar belakang pendidikan yang dimiliki, dia bisa dengan mudah bergabung dengan perusahaan skala nasional, bahkan internasional.

Seperti pemuda Padang keba­nyakan, Abdi juga bercita-cita merantau ke luar daerah untuk menggali ilmu dan mendapatkan kerja di perusahaan yang dianggapnya bergengsi. Bukan sekadar keinginan, pria kelahiran Padang 20 April 1983 itu, bahkan sudah berikhtiar.

Saat kelas 2 SMA, Abdi pindah sekolah ke Bandung untuk mendekatkan diri pada peluang masuk kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB). “Saya berpikir kalau di Padang terus, peluang suksesnya ke­cil,” ucapnya. Bayangannya, dengan bekal ilmu dan titel sarjana dari ITB, dia bisa masuk ke perusahaan bidang energi terkenal atau di banyak perusahaan level besar. Itu impiannya agar bisa sukses sebagai pekerja di masa mendatang.

Abdi cukup percaya diri saat melangkah ke Bandung. Modalnya karena sering menjadi juara kelas di sekolah. Ketika SMA di Bandung pun prestasinya tidak surut. Tapi, fakta bicara berbeda. Abdi tidak diterima di ITB saat mengikuti ujian masuk perguruan tinggi negeri (UMPTN) 2001.

Sambil menunggu peluang pada tahun berikutnya, Abdi pulang ke Padang. Daripada menganggur, dia mengisi waktu dengan ikut bekerja di Mari Jaya, perusahaan one stof office solution yang dibangun Sainir, ayah kandungnya. Untuk menambah kesibukan, Abdi ikut tes kuliah di Universitas Andalas, Padang, dan diterima di jurusan akuntansi kelas ekstensi.

Jadilah dia bekerja sambil kuliah. Dari caranya masuk perusahaan keluarga, terlihat jelas bahwa Abdi semula tidak berniat untuk benar-benar meneruskan bisnis ayannya sejak usia muda. “Tapi, akhirnya saya menyadari bahwa ini sudah seperti jalan Tuhan,” akunya. Abdi memetik hikmah dan akhirnya semakin menikmati pekerjaannya itu.

Seiring waktu, keinginan kuliah di ITB lalu kerja di perusahaan orang semakin hilang. “Akhirnya saya merasa enjoy aja,” ungkapnya.

Semakin disadari juga bahwa memang kehadirannya di Mari Jaya merupakan yang terbaik. Dia tidak berpikir lagi dapat gaji dari perusahaan besar. Sebaliknya, dia berupaya mencari keuntungan dari perusahaan sendiri sambil membangun iklim bisnis di kampung halaman.

Sekitar 11 tahun sudah Abdi mengabdi di Mari Jaya. Target perusahaan tidak muluk-muluk, selain ingin membuka lapangan kerja lebih banyak. Untuk bisa merealisasikannya, tentu perusahaan harus terus hidup dan meraup untung. “Kami hanya ingin buka lapangan kerja lebih banyak, lebih banyak lagi. Sebab, kondisi perekonomian sekarang nggak bisa benar-benar bergantung kepada pemerintah,” tuturnya.

Karyawan Mari Jaya saat ini sekitar 120 orang dan trennya terus bertambah. Namun, dengan fokus bisnis yang ada saat ini, kata Abdi, pasarnya dirasa semakin kecil di Sumatera Barat. Faktor bencana alam, terutama gempa, menjadi salah satu penyebabnya.

Karena itu, industri di sana tidak memiliki gairah seperti provinsi lain di Sumatera, terlebih seperti di Jawa. “Bahkan, le­bih banyak perusahaan yang bukan asli pribumi itu mengalihkan bisnis ke provinsi lain. Paling dekat Riau dan Jambi,” ujarnya.

Bagi Abdi, usaha di kampung halaman, bagaimanapun harus dipertahankan. Bahkan, harus terus diperbaiki agar semakin maju. Murni karena cinta daerah atau memang ada kajian ilmiah bahwa Sumbar masih potensial?

“Sekarang saya kesampingkan ilmiahnya dulu. Kalau semua didasarkan pada profit, pada keuntungan lebih, pasar, dan segala macam, terus siapa yang mau tinggal di daerah? Siapa yang bangun di sini?” pikirnya.

Memang, kata Abdi, Provinsi Sumbar saat ini termasuk jajaran termiskin di antara provinsi lain di wilayah Sumatera. Kondisi itu bisa lebih parah jika para pengusahanya sendiri hengkang. Untuk menggairahkannya, memang perlu upaya keras dari pemerintah setempat. Namun, bukan berarti pengusaha tidak bisa.

Pengusaha bisa melakukan dengan caranya sendiri walaupun “raihan tangannya” relatif kecil dan pendek. “Bagi kami adalah penambahan tenaga kerja, itu saja. Apa yang bisa kami bikin lagi, kembangkan, lalu sumber daya manusia semakin banyak. Itu saja,” paparnya.

Berbagai strategi juga dilakukan Mari Jaya. Abdi mengatakan, sebagai perusahaan dagang (PD), Mari Jaya mulai tahun ini berubah menjadi perseroan terbatas (PT). Memang sudah saatnya karena skala bisnisnya juga semakin berkem­bang. Selain dari bisnis yang sudah established, Mari Jaya mulai melebarkan sayap ke perkebunan kelapa sawit. Hal itu dilakukan sejak 2007. (*/Padang Ekspres)

Sumber:
http://ciputraentrepreneurship.com/perdagangan/17906-di-bisnis-tidak-semua-tentang-laba.html

No comments:

Post a Comment