Friday, June 29, 2012

Kreatif Memasarkan dengan Outlet Berjalan

Views :217 Times PDF Cetak E-mail
Jumat, 29 Juni 2012 09:29
Tb_Fiki_Chikara_SatariIndustri Clothing dan Distro adalah salah satu contoh tersukses dari pengembangan industri kreatif di Indonesia. Sekitar 10 tahun yang lalu, hanya terdapat 5-7 clothing labels di Bandung. Dalam perjalanannya, hingga kini usaha ini di 94 kota di seluruh Indonesia mencapai lebih dari 1.000 pelaku.

Untuk bisa eksis dalam usaha distro di tengah retail fashion company besar, selain harus mempunyai desain yang kreatif juga memiliki strategi marketing untuk memasarkannya. Tb Fiki Chikara Satari menggagas toko dan outlet berjalan dengan nama Airbus One (Fashion Mobile Store) tahun 2006 lalu. Bus ini dirancang khusus untuk memajang aneka produk airplane, untuk melakukan jemput bola pembeli di beberapa SMA di bandung. Kalau jam sekolah usai, Airbus One mangkal di Jl Sultan Agung, Bandung. Hasilnya ampuh, Fiki mengaku, Airbus One menjadi senjata penetrasi pasar bagi usahanya dan membentuk image yang kuat di pasar.

Sejatinya, usaha Fiki dimulai Februari 1998 membuka distro Airplane. Tidak perlu modal besar untuk bisnis distro. Saat membuka distro Airplane di bawah bendera CV Arrasy Stylisindo Aesthetic, cuma ada modal sekitar Rp 300.000. Mengenai omzet? Fiki menatakan, "Ya lumayanlah, kini bisa membayar 54 pegawai kita tiap bulan. Nyaris 10 digit lah," ucap Finalis International Young Creative Entrepreneur of the Year Award for Fashion, The British Council ini.

Bandung merupakan surga bagi usaha distro. Pasalnya, seperti dicetuskan Fiki, infrastruktur untuk produksi mudah didapatkan. Bahan sisa ekspor relatif mudah, banyak tukang sablon dengan minimum order kecil, tukang jahit banyak, dan desainer juga mudah didapat karena banyak perguruan tinggi yang mempunyai Fakultas Seni Desaign Graphic.

Distro Airplane yang dibesut Fiki kini berbiak menjadi tiga gerai di Bandung. Airplane juga memasok produk ke 94 distro di Indonesia. Strategi Airpalne terbilang tidak biasa. Fiki menyebut penerapan konsep season untuk desain produknya. Setiap season mengusung tema yang berbeda sebagai senjata untuk membedakan Airplane dengan distro lainnya. Setahun dibagi menjadi tiga season, yakni awal tahun, lebaran/liburan sekolah, akhir tahun. Tema desain produk disesuaikan dengan tren mode yang ada. Jenis produknya beragam, ada t-shirt, jaket, kemeja, celana, aksesori, rompi, topi dan sepatu dengan harga mulai Rp 50-300 ribu per piece yang ditujukan untuk segmen anak muda usia 17-25 tahun. Tiap bulan diluncurkan 60 desain baru. Supaya eksklusivitas terjaga, tiap desain hanya diproduksi 200 pieces untuk disebar ke gerai milik sendiri atai dijual ke seluruh jaringan di sekitar 60 kota di tanah air.

Selain itu, disetiap sesion ada program on air dan off air, seperti mensponsori sejumlah band indie lokal. Untuk season kedua tahun ini, Airplane mengusung tema Intermission. Untuk program off air, Airplane membuat eksebisi fotografi dengan karya dari 17 fotografer Nasional dan Internasional yang berelaborasi dengan graphic designer Airplane yang membuat medium t-shirt.  Terobosan lain, membangun jaringan pemasaran lewat website yang mampu mengundang animo pembeli dari Finlandia, Filipina, Australia, dan Belanda.

Dua tahun belakangan, Fiki bercerita usahanya menemui kendala. Para pembajak di usaha distro sudah begitu merajalela, ditambah dengan masalah business ethic dari para pengusaha garmen besar yang beramai-ramai masuk ke bisnis ini karena melihat ada potensial market.

Namun, Fiki telah menyiapkan sejumlah amunisi untuk menghadapinya. Caranya dengan meningkatkan akselerasi update design tiap bulan, memperbanyak detail aksesori produk, serta memperbanyak kegiatan off-air campaign untuk terus memperkuat image orisinalitas. "Dan lebih banyak berdoa saja," tuturnya sambil tertawa.
Meski bisa mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) ke pemerintah untuk menghadapi pembajakan, namun pria kelahiran 3 Februari 1976 ini enggan melakukannya. Menurutnya, hingga kini pemerintah belum memberikan kemudahan bagi usaha untuk mengurus hak paten, register, dan sebagainya. Belum lagi biaya pengurusan serta operasionalnya yang terbilang besar dan bisa membuat usaha bangkrut. Ke depan, ketua Kreative Independent Clothing Kommunity (KICK) Indonesia ini ingin mengembangan usahanya tak hanya di bidang clothing dan distro, namun juga di sektor properti dan perumahan. (*/Kompas.com)

Sumber:
http://ciputraentrepreneurship.com/perdagangan/18101-sukses-dengan-outlet-berjalan.html

No comments:

Post a Comment