Wednesday, June 27, 2012

SENTRA KERAJINAN KULIT MANDING, YOGYAKARTA

SENTRA KERAJINAN KULIT MANDING, YOGYAKARTA

Melongok sentra kerajinan kulit Manding (1)

Melongok sentra kerajinan kulit Manding (1)
Kendati tidak sepopuler Jalan Malioboro, sentra kerajinan kulit di Dusun Manding, Desa Sabdodadi, Bantul, Yogyakarta, layak masuk dalam daftar tempat yang harus Anda kunjungi selama berada di Yogyakarta. Berbeda dengan Malioboro yang menjadi pusat penjualan aneka produk, sentra di Manding lebih fokus menjual produk kerajinan dari kulit.

Di sini ada sekitar 30 kios yang menjajakan aneka produk dari kulit, seperti tas, jaket, sepatu, sandal, dompet, ikat pinggang, dan berbagai produk lainnya. Lokasi Manding cukup strategis karena berada jalur utama Yogyakarta-Parangtritis.

Bila sedang berwisata ke Pantai Parangtritis, Anda bisa mampir sejenak ke dusun ini. Lokasi persisnya berada di Jalan Parangtritis kilometer (km) 11. Dari kampus Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, jaraknya hanya sekitar 2 km.

Selain dapat diakses dengan bus trayek Yogya-Parangtritis, juga dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi. Tak perlu bingung mencari tempat ini karena terdapat gapura besar di barat jalan bertuliskan "Sentra Kerajinan Manding".

Dari mulut gapura itu, Anda sudah bisa melihat deretan kios di sisi kanan dan kiri jalan. Setiap kios tampak memajang aneka produk berbahan dasar kulit.

Produk yang mereka pajang merupakan hasil kerajinan warga Manding. Di dusun ini terdapat sekitar 100-an perajin kulit,

KONTAN sempat mengunjungi sentra ini sekitar sebulan lalu. Tidak nampak kesibukan yang berarti di sentra tersebut. Rata-rata pedagang hanya terlihat duduk santai sambil mengawasi satu dua pengunjung.

Salah seorang pedagang bernama Dwi Astuti mengaku, sudah berjualan sejak 2002. Menurutnya, tren penjualan cenderung meningkat dibanding tahun lalu. "Setiap tahun meningkat 5%-10%," kata Dwi.

Selain melayani penjualan di kios, ia juga melayani order dari luar daerah, seperti Jakarta dan Kalimantan. Menurutnya, produk seperti tas, jaket, sepatu, dan dompet termasuk yang paling banyak peminatnya. Produk itu dibanderol mulai Rp 100.000-Rp 1,5 juta. Dwi mengaku, omzet kiosnya mencapai Rp 2 juta per hari. "Untuk labanya 30%-40%," ucapnya.

Pedagang lainnya adalah Angga Pamungkas. Pemilik Toko Harti ini bergabung di sentra Manding sejak 2004. Ia mengaku, prospek usaha ini cukup bagus. "Apalagi sekarang Manding makin dikenal," ujarnya.

Berbeda dengan Dwi, Angga belum melayani pesanan dari luar daerah. Maklum, di sentra ini, ia masih tergolong pemain kecil. Selain stok terbatas, ia belum memiliki relasi yang kuat ke daerah-daerah.

Ia mengaku, omzetnya dalam sehari rata-rata Rp 500.000. Tapi saat akhir pekan mencapai Rp 1 juta. Pasalnya, saat hari libur banyak turis mengunjungi sentra ini.

Sentra kerajinan kulit Manding ada sejak 1958 (2)

Sentra kerajinan kulit Manding ada sejak 1958 (2)

Dusun Manding, Desa Sabdodadi, Bantul, Yogyakarta sudah terkenal sebagai sentra kerajinan kulit sejak tahun 1970-an. Kerajinan kulit di dusun ini dipelopori oleh tiga pemuda setempat sejak 1958. Belakangan, banyak warga tertarik mengikuti jejak mereka. Sementara toko mulai bermunculan di dusun ini tahun 1980-an.

Dusun Manding, Desa Sabdodadi, Bantul, Yogyakarta sudah terkenal sebagai sentra kerajinan kulit sejak tahun 1970-an. Kerajinan kulit di desa ini dipelopori oleh tiga pemuda setempat, yaitu Prapto Sudarmo, Ratno Suharjo, dan Wardi Utomo.

Keahlian mengolah kulit mereka dapat, ketika bekerja di sebuah perusahaan kulit di Kota Yogyakarta pada tahun 1947. Pada tahun 1958, mereka memutuskan untuk pulang kampung dan mendirikan usaha sendiri dengan memproduksi tas, jaket, dan lain-lain.

Dwijo Hadi Suyono, pemilik Toko Selly Kusuma mengisahkan, sejak ketiga orang itu merintis usaha kerajinan kulit di Manding, banyak warga yang tertarik mengikuti jejak mereka. Lambat laun banyak warga setempat yang berprofesi sebagai perajin kulit. Pada tahun 1970-an, dusun ini pun mulai menjelma sebagai sentra kerajinan kulit.

Keahlian mengolah kulit mereka dapat secara turun-temurun. Namun di tahun 1970-an itu, belum ada toko atau showroom untuk memasarkan hasil produksi para perajin kulit. "Toko mulai bermunculan di dusun ini sekitar tahun 1980-an," kata pria yang akrab disapa Yono ini.

Toko-toko bermunculan seiring semakin dikenalnya Manding di kalangan para pelancong, baik dari Yogya maupun luar daerah. Sejak saat itu, Manding menjadi ramai. Saat akhir pekan, banyak pengunjung datang ke kampung ini.

Lantaran ramai pengunjung, jumlah toko pun semakin banyak. Saat ini, tercatat sekitar 30 kios yang menjual aneka produk dari kulit, seperti tas, jaket, sepatu, sandal, dan dompet. "Hingga saat ini, hubungan antara pedagang dan perajin tetap terjalin dengan baik," kata Yono.

Awalnya, jumlah kios belum sebanyak sekarang. Di tahun 2000-an, jumlah kios baru ada sekitar 10-an. "Kalau tidak salah, kios saya termasuk yang kesepuluh," kenang Yono yang membuka kios di tahun 2000.

Yono bilang, jumlah kios tumbuh pesat di tahun 2007-2008 atau setahun setelah bencana gempa yang melanda wilayah Yogyakarta dan sekitarnya pada tahun 2006 silam. Setelah gempa tersebut, banyak lahan di pinggir-pinggir jalan yang disewakan.

Saat itu, hampir setiap bulan muncul toko baru. "Kebanyakan yang membuka gerai adalah anak, saudara, atau kerabat para perajin kulit," ucap Yono yang menjabat Ketua Pengurus Dusun Perajin Manding ini.

Dwi Astuti, pengelola Toko Maylia, bilang bahwa menjamurnya kios itu memang membuat Manding semakin terkenal sebagai sentra kerajinan kulit. Namun di sisi lain, persaingan sesama pedagang juga semakin ketat. Soalnya, produk yang dijual juga serupa. "Yang membedakan mungkin corak atau motif dan modelnya. Kalau jenis produknya si sama," ujarnya.

Walaupun persaingan semakin ketat, tidak ada pedagang yang saling menjegal. Menurut Dwi, setiap pedagang sudah memiliki pelanggan sendiri.

Untuk menjaring pelanggan baru, biasanya setiap toko sudah tahu apa yang harus dilakukan tanpa mencurangi toko lainnya. "Yang dilakukan masih dalam taraf wajar, seperti mendekorasi outlet hingga memenuhi toko dengan beragam produk ," ujarnya.

Serbuan impor (3)

Sentra kerajinan kulit Manding: Serbuan impor (3)

Dari tahun ke tahun perkembangan bisnis di sentra kerajinan kulit di Dusun Manding, Desa Sabododadi, Bantul, Yogyakarta terus meningkat. Sentra kerajinan kulit ini juga menjadi salah satu tujuan wisata belanja para turis yang mampir ke Yogyakarta.

Tetapi bukan berarti, bisnis para perajin kulit di Manding tak pernah seret. Tahun 2010 lalu misalnya, omzet para perajin kulit anjlok. Gara-garanya, erupsi Gunung Merapi yang terjadi September 2010.

Meski Dusun Manding lokasinya jauh dari Gunung Merapi, tapi bisnis mereka terganggu karena banyak turis yang takut berkunjung ke Kota Gudeg. Toh, para perajin tak sampai menghentikan proses produksi kerajinan kulit.

Dwijo Hadi Suyono, pemilik Toko Selly Kusuma di sentra ini, menuturkan, kala itu para pedagang hanya berharap pada pengunjung dari Yogyakarta dan sekitarnya. "Daerah ini mungkin tak terkena dampak Merapi secara fisik tetapi dengan sepinya pengunjung menjadi pukulan telak buat pedagang," ujar lelaki yang kerap disapa Yono ini.

Hal senada dikatakan Angga Pamungkas pemilik Toko Harti. Bahkan, ia sempat khawatir dampak erupsi Gunung Merapi itu akan berkepanjangan sehingga mengganggu bisnis mereka. "Banyak hasil produksi yang menumpuk karena tak laku terjual," kenangnya.

Namun, belakangan sentra kerajinan kulit Manding kembali menggeliat. Pembeli kembali berdatangan dan pesanan terus mengalir. Meski belum menyamai geliat penjualan pada tahun 2007-2009, setidaknya para pedagang sudah bisa kembali tersenyum. "Bahkan beberapa pedagang mulai kembali menggarap pasar ekspor ke Singapura, Taiwan dan negara lain meski dalam skala kecil," jelas Yono.

Ia bilang, butuh waktu untuk bisa membuat sentra Manding kembali ramai. Karena di sekitar Yogyakarta juga banyak berdiri toko modern yang menjual berbagai produk kulit. "Produk kulit impor pun sudah mulai membanjiri pasar Yogyakarta lewat toko modern yang banyak berdiri," ujar Yono.

Namun Yono tak gentar, karena sebenarnya secara kualitas kerajinan Manding tak kalah dengan produk impor yang ada di pasaran. Ia justru merisaukan harga bahan baku kulit sapi yang terus naik.

Angga juga mencemaskan kenaikan harga kulit sapi dan domba karena bisa menambah ongkos produksi. "Tahun ini kenaikan harga bahan baku kulit sudah lebih dari 10% ," ungkapnya.

Supaya bisa terus bertahan, para pedagang di Manding akan membuat paguyuban. "Lembaganya semacam koperasi yang akan menampung aspirasi para pemilik toko serta menjembatani jika ada masalah yang muncul," ujar Yono.

Dwi Astuti, pengelola Toko Maylia mengatakan, pendirian koperasi ini memang dibutuhkan sebab, kerajinan kulit menjadi mata pencarian bagi banyak orang di Manding. Bukan hanya pemilik toko, tetapi juga para perajin menggantungkan hidupnya dari penjualan kerajinan kulit. Para pedagang dan perajin kulit berharap tren penjualan terus meningkat.

http://peluangusaha.kontan.co.id/news/melongok-sentra-kerajinan-kulit-manding-1
http://peluangusaha.kontan.co.id/news/sentra-kerajinan-kulit-manding-ada-sejak-1958-2
http://peluangusaha.kontan.co.id/news/sentra-kerajinan-kulit-manding-serbuan-impor-3

1 comment: