Thursday, October 11, 2012

Eksentrik yang Rendah Hati

KIAT MANAJEMEN: Eksentrik yang Rendah Hati

Compact_pemimpin-a ---- Kemampuan strategis seorang pemimpin memang mutlak dibutuhkan, tetapi softskills seorang pemimpin mutlak untuk dimiliki--

Tepat 1 tahun yang lalu, di awal Oktober ini, Steve Jobs pergi meninggalkan perusahaan yang didirikannya sejak dia muda, Apple, untuk selama-lamanya.  Jobs meninggalkan berbagai macam legacy di dunia ini: mulai dari produk inovatif yang laku keras di pasaran, hingga sebuah perusahaan – lengkap dengan karyawan yang memiliki talenta yang luar biasa – yang kini menjadi perusahaan yang paling valuable di pasar.

Di sisi lain, Jobs dianggap memiliki gaya kepemimpinan yang eksentrik.  Di berbagai kesempatan, sering digambarkan kepemimpinan Jobs yang sangat otoriter.  Walter Isaacson (2012), penulis biografi Jobs, dalam Harvard Business Review mengungkapkan beberapa hal yang menjadi karakteristik kepemimpinan Jobs.

Yang mengkhawatirkan, tidak sedikit entrepreneur muda, yang terinspirasi oleh kisah sukses Jobs, mulai berperilaku “eksentrik”.  Seakan-akan, jika ingin sukses, perlu untuk bersikap atau berkepribadian eksentrik seperti Jobs.  Banyak yang “mencoba” menjadi otoriter.

Tak sedikit dari mereka menggunakan kata-kata kasar kepada anak buahnya – terinspirasi oleh cerita Jobs di berbagai kesempatan– ketika ada sesuatu yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, atau bersikap arogan dan angkuh, semata-mata karena Jobs atau entrepreneur idolanya berperilaku demikian.

Max Marmer (2012), dalam sebuah posting di blog Harvard Business Review, menyebut mereka sebagai starstruck entrepreneurs– para wirausaha yang terbutakan dan bahkan silau oleh sukses idolanya.

Anjurannya cuma satu, abaikan, karena motif dan keinginan mereka pada dasarnya adalah mencari perhatian. Mereka ingin disamakan dengan idolanya, tetapi sesungguhnya mereka menderita ganggungan psikologis yang serius.

Kenyataannya, kemampuan strategis seorang pemimpin memang mutlak dibutuhkan, tetapi softskills seorang pemimpin mutlak untuk dimiliki.  Gautam Mukunda (2012) menyampaikan bahwa hampir semua great leaders yang sukses adalah mereka yang memiliki kepercayaan diri yang sangat tinggi tetapi pada saat yang bersamaan memiliki jiwa yang sederhana dan rendah hati.

Setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, sikap non-konformis atau eksentrik yang rendah hati (humble) dan kedua, kerangka menyimak (listening) yang ditawarkan oleh Otto Scharmer, seorang Profesor dari MIT, agar seorang pemimpin mampu untuk menyimak dari masa depan. Kedua-duanya adalah anjuran yang bersifat people-centric dan mutlak dimiliki oleh para pemimpin.

Walaupun Jobs memiliki pribadi yang unik dan eksentrik, tidak satu pun karakteristik sukses yang dikemukakan oleh Isaacson mengacu pada pribadinya yang kadang menyebalkan.   Sesungguhnya, eksentrik bisa berarti tidak konformis, tidak mengikuti mainstream dan mempunyai sikap yang keras dan tegas tanpa perlu menjadi pribadi yang menyebalkan dan arogan.

Mukunda (2012) memberikan contoh kisah dr.  Judah Folkman yang kini dihormati sebagai pakar angiogenesis.  Selama 20 tahun lebih ia dipinggirkan, dan bahkan dianggap memalukan sehingga harus mengundurkan diri dari sebuah rumah sakit.  Namun berkat sikapnya yang rendah hati, ia berhasil mendapatkan perhatian dan pada akhirnya diakui memiliki hipotesis yang benar mengenai pengobatan kanker.

Meskipun terdengar klasik, tetapi kisah seperti ini banyak hadir ditengah-tengah kehidupan kita dan kita telah berulangkali melihat hal ini.  Banyak seseorang yang menjadi pemimpin di antara kita karena ia persisten, eksentrik, tidak konformis, tetapi rendah hati - dua kualitas kepemimpinan yang sangat berbeda, namun hanya dimiliki oleh mereka yang sukses.

Menjadi seseorang yang rendah hati berarti juga memiliki kemampuan menyimak (listening) yang baik.  Kemampuan ini akan membuat pemimpin untuk memahami lebih dalam lingkungan sekitarnya, menumbuhkan empati, dan pada akhirnya mendorong lebih kuat jiwa rendah hati, dan pada saat yang bersamaan, dapat meningkatkan kualitas konsep yang akan disampaikan.

Menyimak Dari Masa Depan

Kemampuan enterpreneur dan pemimpin untuk menyimak lah yang menjadi hal utama atas kesuksesan pemimpin yang inovatif.  Otto Scharmer (2004) beberapa waktu yang lalu menyebutkan pentingnya pemimpin untuk menguasai teknik-teknik listening agar dapat memahami lingkungan sekitarnya.  Suksesnya seorang pemimpin, bergantung pada kemampuannya untuk menyimak (listen).  Ada empat mode menyimak yang diungkapkan oleh Scharmer.

Pertama, menyimak dari kebiasaan kita, atau yang sering disebutnya sebagai downloading.  Ini adalah mode menyimak yang bersumber dari kebiasaan-kebiasaan kita.  Pada mode ini, kita akan cenderung hanya melihat apa yang melintas di benak kita dan menganggap dunia sebatas hal tersebut.  Mode menyimak ini adalah mode yang paling sering terjadi dan bersifat self-centric.  Kita hanya akan menyimak dan mengacu pada pengalaman-pengalaman kita sendiri.

Kedua, menyimak dari “luar”, atau factual listening.  Mode ini membawa kita kepada proses menyimak dengan memaknai apa yang terjadi di luar tabir diri kita.  Pada mode ini, kita masih secara aktif menjadikan diri sebagai pusat referensi untuk memahami apa yang terjadi di luar diri.  Mode ini masih bersifat self-centric dan dunia di sekeliling kita merupakan obyek yang akan kita maknai melalui nilai dan perspektif diri kita.

Ketiga, menyimak dari “dalam”, atau empathic listening.  Mode menyimak yang lebih tinggi ini mengacu pada aspek memahami orang lain dan mengerti dari “dalam” subyek yang ingin kita dengar.  Dengan menggunakan mode ini, kita menempatkan diri kita di dalam diri orang lain.  Kita tidak hanya mendengarkan, tapi juga memahami apa yang menjadi perasaan, kekhawatiran, dan juga emosi dari orang yang kita simak.  Berlawanan dengan kedua mode menyimak pertama, mode ini bersifat other-centric.

Keempat, menyimak dari “sumber”, atau generative listening.  Mode menyimak tingkat tinggi ini menuntut kita untuk dapat “menghubungkan” diri kita dengan masa depan.   Kita dituntut untuk mampu jeli untuk menyimak saat tirai masa depan tersibak perlahan-lahan.  Oleh karena itu, pada mode ini, tidak hanya kita dituntut untuk berempati dengan manusia, kita juga harus sanggup untuk “melihat” dan “menggambarkan” masa depan secara jernih dan mampu menuntun banyak pihak menuju masa depan.

Kemampuan menyimak yang demikian lah yang dimiliki oleh Steve Jobs maupun dr. Judah Folkman.  Mereka sanggup secara jernih tak hanya memahami bagaimana wujud masa depan tetapi mewujudkannya.   Mereka non-konformis, mereka eksentrik.

Akhirnya, kepemimpinan eksentrik tidak mengacu pada pribadi dan persona yang “nyentrik” dan menyebalkan, karena banyak orang yang memiliki pribadi yang demikian, namun tidak memiliki kualitas kepemimpinan yang baik.  Sesungguhnya, kepemimpinan eksentrik mengacu pada bagaimana seseorang sanggup untuk membawa kita semua ke masa depan yang lebih baik. (Foto:facebook.com) (msb)

*Faculty Member, Binus Business School

http://www.bisnis.com/articles/kiat-manajemen-eksentrik-yang-rendah-hati

No comments:

Post a Comment