Peluang Usaha
Di Desa Cipacing yang terletak di perbatasan Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Bandung timur ternyata terdapat pusat kerajinan yang luput dari perhatian khalayak. Di sana ada puluhan warga yang menekuni pembuatan kerajinan ukiran kayu.
Bagi warga Desa Cipacing, kerajinan itu tak hanya bernilai ekonomis, namun juga bentuk perhatian mereka terhadap budaya Sunda. Produk kerajinan ukiran kayu Cipacing itu antara lain berupa patung kayu, alat musik, dan juga wayang golek.
Nah, jika Anda berniat datang ke sentra kerajinan kayu ini dari Jakarta, tinggal arahkan kendaraan menuju pintu keluar tol Cileunyi. Setelah itu arahkan kendaraan menuju Garut. Kurang lebih 1 kilometer dari pintu tol itu, Anda akan bertemu deretan kios yang menjual kerajinan ukiran kayu dari Cipacing itu.
Di sentra ini, setidaknya ada 12 pedagang yang membuka kios yang menjual kerajinan berupa alat musik rebana, gendang, angklung, topeng, patung, lukisan, dan juga jimbe serta aneka suvenir dari kayu.
Deden Nurrohman, salah satu pemilik kios bilang, pusat kerajinan ukiran kayu Cipacing itu sudah ada sejak puluhan tahun lalu. "Sentra ini ada sejak tahun 1970," kata pemilik kios Panyindangan Art Shop itu.
Bahkan Deden mengklaim, sentra itu merupakan sentra ukiran kayu tertua di Jawa Barat. Banyak perajin dan pedagang ukiran kayu mewarisi keahlian serta usaha perdagangan ukiran secara turun temurun.
Demikian juga dengan Deden. Dia mewarisi usaha kerajinan kayu dari orang tuanya yang membuka kios sejak 1982 lalu, saat itu jumlah kios masih terbatas. Tahun 2000 jumlah kios bertambah menjadi 10 kios. "Jumlah perajinnya ada sekitar 50 orang," terang Deden.
Setelah tahun 2000-an jumlah perajin ukiran kayu itu terus bertambah hingga berjumlah 80-an orang. Kebanyakan dari mereka adalah warga Cipacing.
Dalam memasarkan hasil kerajinan, pedagang menjual dengan harga beragam. Harga termurah adalah suvenir pena kayu yang dijual seharga Rp 25.000 per buah.
Untuk wayang golek harganya lumayan mahal, sekitar Rp 350.000 per buah. Adapun harga kerajinan termahal adalah satu set alat musik rebana yang dijual Rp 2,5 juta. "Harga kami lebih murah dibandingkan dengan harga di kota," klaim Deden.
Produk kerajinan kayu itu tidak hanya melayani pesanan domestik. Deden bilang sebagian pedagang juga mendapat pesanan dari luar negeri. "Pembeli dari luar kebanyakan dari Filipina, Jepang, Prancis, dan Amerika Serikat," kata Deden yang mengaku bisa meraih omzet Rp 100 juta per bulan.
Selain Deden, ada Suryadi. Pemilik toko Golden Wood ini juga berjualan kerajinan ukiran kayu. Namun, Suryadi terkenal sebagai pedagang yang khusus melayani permintaan wayang golek khas sunda.
Namun, ia juga menjual alat musik jimbe, khas Afrika. "Alat musik itu dari Afrika ini bisa diproduksi di sini," terang Suryadi.
Agar jimbe van Cipacing ini berbeda dengan jimbe asal Afrika, perajin memberikan ukiran khas Sunda pada alat musik itu. Soal harga, jimbe ukuran 80 centimeter (cm) dijual Rp 500.000 per buah.
SENTRA UKIRAN CIPACING, SUMEDANG
Sentra ukiran Cipacing: Pusat ukiran kayu tertua di tanah Sunda (1)
Sumedang tidak hanya identik dengan produk tahu. Di sana juga ada pusat kerajinan ukiran kayu yang telah berumur puluhan tahun. Lokasi sentra itu ada di Cipacing, Desa Cikeruh, Kecamatan Jatinangor, Sumedang. Kerajinan kayu itu telah merambah pasar luar negeri.Di Desa Cipacing yang terletak di perbatasan Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Bandung timur ternyata terdapat pusat kerajinan yang luput dari perhatian khalayak. Di sana ada puluhan warga yang menekuni pembuatan kerajinan ukiran kayu.
Bagi warga Desa Cipacing, kerajinan itu tak hanya bernilai ekonomis, namun juga bentuk perhatian mereka terhadap budaya Sunda. Produk kerajinan ukiran kayu Cipacing itu antara lain berupa patung kayu, alat musik, dan juga wayang golek.
Nah, jika Anda berniat datang ke sentra kerajinan kayu ini dari Jakarta, tinggal arahkan kendaraan menuju pintu keluar tol Cileunyi. Setelah itu arahkan kendaraan menuju Garut. Kurang lebih 1 kilometer dari pintu tol itu, Anda akan bertemu deretan kios yang menjual kerajinan ukiran kayu dari Cipacing itu.
Di sentra ini, setidaknya ada 12 pedagang yang membuka kios yang menjual kerajinan berupa alat musik rebana, gendang, angklung, topeng, patung, lukisan, dan juga jimbe serta aneka suvenir dari kayu.
Deden Nurrohman, salah satu pemilik kios bilang, pusat kerajinan ukiran kayu Cipacing itu sudah ada sejak puluhan tahun lalu. "Sentra ini ada sejak tahun 1970," kata pemilik kios Panyindangan Art Shop itu.
Bahkan Deden mengklaim, sentra itu merupakan sentra ukiran kayu tertua di Jawa Barat. Banyak perajin dan pedagang ukiran kayu mewarisi keahlian serta usaha perdagangan ukiran secara turun temurun.
Demikian juga dengan Deden. Dia mewarisi usaha kerajinan kayu dari orang tuanya yang membuka kios sejak 1982 lalu, saat itu jumlah kios masih terbatas. Tahun 2000 jumlah kios bertambah menjadi 10 kios. "Jumlah perajinnya ada sekitar 50 orang," terang Deden.
Setelah tahun 2000-an jumlah perajin ukiran kayu itu terus bertambah hingga berjumlah 80-an orang. Kebanyakan dari mereka adalah warga Cipacing.
Dalam memasarkan hasil kerajinan, pedagang menjual dengan harga beragam. Harga termurah adalah suvenir pena kayu yang dijual seharga Rp 25.000 per buah.
Untuk wayang golek harganya lumayan mahal, sekitar Rp 350.000 per buah. Adapun harga kerajinan termahal adalah satu set alat musik rebana yang dijual Rp 2,5 juta. "Harga kami lebih murah dibandingkan dengan harga di kota," klaim Deden.
Produk kerajinan kayu itu tidak hanya melayani pesanan domestik. Deden bilang sebagian pedagang juga mendapat pesanan dari luar negeri. "Pembeli dari luar kebanyakan dari Filipina, Jepang, Prancis, dan Amerika Serikat," kata Deden yang mengaku bisa meraih omzet Rp 100 juta per bulan.
Selain Deden, ada Suryadi. Pemilik toko Golden Wood ini juga berjualan kerajinan ukiran kayu. Namun, Suryadi terkenal sebagai pedagang yang khusus melayani permintaan wayang golek khas sunda.
Namun, ia juga menjual alat musik jimbe, khas Afrika. "Alat musik itu dari Afrika ini bisa diproduksi di sini," terang Suryadi.
Agar jimbe van Cipacing ini berbeda dengan jimbe asal Afrika, perajin memberikan ukiran khas Sunda pada alat musik itu. Soal harga, jimbe ukuran 80 centimeter (cm) dijual Rp 500.000 per buah.
Rabu, 09 November 2011 | 13:14 oleh Ragil Nugroho
SENTRA UKIRAN CIPACING, SUMEDANG
Sentra ukiran Cipacing: Terkenal setelah dibina mantan legislator (2)
Nama Sentra Ukiran Kayu Cipacing di Sumedang, Jawa Barat, semakin terkenal setelah mantan wakil rakyat bernama Tanti Sumiarno mengabdikan diri menjadi pendamping perajin. Tanti berperan meningkatkan keahlian perajin termasuk membantu mereka memasarkan kerajinan itu.
Meski sentra ukiran kayu khas Sunda di Desa Cipacing, sudah berdiri sejak 1970, tapi sentra kerajinan itu baru populer pada tahun 1990-an. Saat itu, perajin mendapat pembinaan dari salah satu tokoh masyarakat Sunda bernama Tanti Sumiarno, yang kini sudah almarhum.
Asep Suhandar, pemilik Panyawangan Art Gallery bilang, sosok Tanti Sumiarno banyak membantu perajin dalam pengembangan kualitas kerajinan, membantu pemasaran produk. Tanti memang memiliki banyak jaringan karena pernah menjabat sebagai anggota DPR RI era 80-an.
Hingga kini, kiprah Tanti masih bisa dirasakan perajin ukiran kayu di Cipacing. Bagi Asep, kehadiran sentra ukiran kayu itu tak bisa dilepaskan dari peran dan jasa Tanti.
Salah satu peran yang sangat dirasakan perajin adalah pemberian pelatihan kepada perajin secara cuma-cuma. "Ia (Tanti Sumiarno) secara rutin memberikan pelatihan, minimal seminggu sekali," terang Asep.
Tak hanya itu, Tanti juga yang membekali perajin untuk memproduksi produk kerajinan sesuai dengan keinginan pasar. Seperti: sandal kayu khas Sunda yang dikenal dengan nama kelom geulis dan juga wayang golek.
Termasuk ajakan memproduksi kerajinan senjata khas Sumedang yang banyak diburu kolektor senjata tradisional. "Kerajinan ini berbentuk busur panah khas Sumedang," terang Asep.
Tak hanya itu, Tanti juga ikut meningkatkan keahlian perajin untuk memproduksi kerajinan daerah lain. Asep yang sudah 30 tahun menggeluti bisnis kerajinan ukir kayu itu menuturkan, berkat keahlian itulah perajin Cipacing bisa memproduksi patung khas Kalimantan dan alat musik dari Afrika dan Australia.
Selain meningkatkan keahlian warga, Tanti juga banyak berperan dalam memasarkan produk kerajinan itu. Dia mengajak relasinya datang ke Cipacing, terutama relasi saat ia menjabat anggota legislatif.
Setelah Tanti meninggal dunia pada 1997, barulah perajin aktif mengembangkan potensi mereka secara mandiri. Sebagian dari mereka aktif mengikuti pameran kerajinan.
Sampai tahun 2000-an, geliat bisnis kerajinan kayu itu berkembang pesat, jumlah kios penjual ukiran kayu itu terus bertambah. Banyak warga Cipacing yang sebelumnya bekerja sebagai buruh perusahaan tekstil saat itu banting setir menjadi perajin ukiran kayu.
Dari banyak ragam kerajinan yang diproduksi, perajin Cipacing kini mempertahankan adanya ciri khas produk mereka. Ciri khas itu berupa penambahan lukisan pada badan kerajinan.
Lukisan itu berupa titik-titik cat yang membentuk motif. “Lukisan itu ciri khas kerajinan di Cipacing”, terang Deden Nurrohman, pemilik Panyindangan Art Shop.
Karena ada penambahan lukisan, membuat proses pengerjaan kerajinan dari Cipacing lebih lama. Selain mengukir atau membentuk kayu, perajin juga harus membuat lukisan. Deden bilang, setiap pembuatan produk kerajinan berupa patung atau alat musik, bisa menghabiskan waktu dua hari hingga berminggu-minggu.
Sumber:
http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/1320735166/82144/Sentra-ukiran-Cipacing-Pusat-ukiran-kayu-tertua-di-tanah-Sunda-1-
http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/peluangusaha/82265/Sentra-ukiran-Cipacing-Terkenal-setelah-dibina-mantan-legislator-2-
No comments:
Post a Comment