PROFESI KURATOR SENI
Kurator seni butuh pengetahuan seni serta mampu menciptakan pasar
Profesi kurator berperan penting dalam menghargai karya seni. Tidak hanya menghargai karya secara estetika tetapi juga menghargai karya secara nilai ekonomi. Menjadi seorang kurator butuh pengetahuan tentang produk seni agar bisa menilai dan memaknai karya seni itu.
Profesi kurator atau penilai lukisan memang sudah lama dikenal di Indonesia. Namun, tak banyak yang menekuni profesi yang sejatinya bergengsi ini. Maklum, di tangan profesi ini sebuah lukisan menjadi bernilai atau tidak.
Amir Sidharta, kurator lukisan di museum Universitas Pelita Harapan, bilang bahwa seorang kurator mesti peka dan sensitif dalam memberi penilaian lukisan. Seorang kurator lukisan mesti mengetahui isi dan makna lukisan yang digurat pelukisnya. Selanjutnya, setelah mengetahui isi dan makna estetika, kurator harus paham menilai lukisan itu.
Menjadi kurator tidak harus lulusan atau pernah kuliah di jurusan seni rupa. Tapi Amir menyarankan kurator harus memiliki pengetahuan seni yang bisa dipelajari di jurusan seni rupa, museologi atau jurusan yang berkait dengan seni lainnya. "Pengetahuan itu penting agar kurator tahu tren produk seni yang digandrungi," kata peraih gelar master jurusan Museum Studies dari George Washington University, Amerika Serikat (AS) itu.
Selain punya kemampuan menilai dan memaknai lukisan, kurator berperan dalam mengangkat nilai lukisan agar dibeli kolektor. "Dia seperti menciptakan pasar sendiri," kata Amir yang menekuni profesi ini sejak 15 tahun silam.
Tapi seorang kurator tak cukup hanya mendatangkan pembeli. Ia harus andal berkomunikasi dan menjelaskan isi, makna, dan estetika sebuah lukisan. Itulah sebabnya, lukisan bisa terjual dengan harga tinggi dan bisa menjadi portofolio investasi setelah dinilai kurator.
Untuk menentukan nilai lukisan, seorang kurator pertama kali harus menentukan siapa pemilik karya. Amir bilang, penilaian karya lukisan sering terpengaruh dari perjalanan seni si pelukis. Selain itu, penilaian lukisan juga terpengaruh minat pasar. Harga lukisan bisa terdongkrak naik jika promosi dan publikasi meluas di media massa.
Namun begitu, kecenderungan apresiasi lukisan di Indonesia masih berorientasi pada nilai nominal ketimbang nilai estetika. "Ini tren utama warga Indonesia terutama yang berinvestasi pada lukisan," terang Amir.
Hal itu diakui Mikke Susanto, kurator dari Yogya Gallery. Ia bilang, banyak lukisan terjual mahal hanya karena ada pihak yang berkomentar tentang kehebatan si pelukis secara subjektif. "Padahal kemampuan menilai estetika lukisan itu tidak banyak yang menguasai di Indonesia," ujar lulusan Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta itu.
Mengenai jasa profesi, seorang kurator mendapat imbalan saat diundang menjadi kurator di sebuah pameran. Jasa profesi bisa disediakan oleh panitia pameran, pengelola galeri atau sponsor. "Untuk kurator senior jasanya Rp 40 juta-Rp 50 juta per pameran," kata Amir yang enggan menyebut tarif atau omzetnya.
Adapun untuk kurator muda atau junior biasanya mengantongi Rp 3 juta- Rp 10 juta untuk setiap pameran. Menurut Mikke, tarif jasa kurator tidak ada angka pasti, tergantung negosiasi antara kurator dan panitia pameran. "Kurator terkenal, uang jasanya jauh lebih besar dari Rp 50 juta," terang Mikke.
Namun Mikke sendiri mengaku memperoleh jasa profesi sebesar Rp 15 juta hingga Rp 25 juta untuk sekali diundang jadi penilai pameran lukisan. Dalam sebulan, setidaknya dia dua kali menjadi kurator.
Sumber:
http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/peluangusaha/82971/Kurator-seni-butuh-pengetahuan-seni-serta-mampu-menciptakan-pasar-
No comments:
Post a Comment