Wednesday, November 9, 2011

Muhamad Satria Nugraha, dari Gitaris Menjadi Bos Gitar

Views :123 Times PDF Cetak E-mail
Rabu, 09 November 2011 11:22
Acap kali, hobi yang Anda sukai akan menuntun Anda kepada sebuah kesuksesan yang mungkin Anda sendiri tak pernah menyadarinya. Terus konsisten mengejar mimpi dan menjalankannya dengan sepenuh hati, adalah kunci sukses dalam memupuk sebuah hobi menjadi sukses di masa depan. Hal itulah yang terjadi pada diri Muhamad Satria Nugraha, yang kini mampu menjadi seorang pengusaha di bidang pembuatan gitar yang mampu menembus pasar internasional.

hanung1111Peminat gitar buatan pemuda asal Bandung ini pun beragam, mulai dari musisi lokal semisal Ahmad Dhani, Yuke Dewa 19, grup band Baron, The Virgin, Marvel, Pas Band, sampai beberapa musisi luar negeri. Pembeli gitar Hanung menyebar di Singapura, Malaysia, Australia, Belanda, bahkan Jepang. Sejak 2007, Hanung juga memproduksi case (sarung) gitar. Demi pelanggan, Hanung berimprovisasi dengan sarung gitarnya, antara lain sarung yang menggunakan troli ataupun sarung gitar ganda.

Pengalaman bermusik tampaknya meninggalkan jejak yang mendalam bagi Hanung, begitu ia biasa disapa. Kegemaran bermain musik pemuda 29 tahun tersebut berpuncak saat dia menjadi anggota band semasa kuliah, sekitar tahun 2003. Waktu itu, karena uang yang dimilikinya terbatas, Hanung pun mendatangi pembuat gitar dan meminta dibuatkan gitar. Gitar yang dia peroleh ternyata berkualitas baik dan disenangi teman-temannya. Mereka minta dibuatkan gitar sejenis. Itulah awal ia berpikir mengembangkan usahanya.

Pada 2003, dengan modal awal Rp 7,5 juta, Satria mengontrak rumah dengan tiga karyawan. Bahan baku kayu untuk gitar ekustik dan elektrik ia peroleh dari kawasan sekitar Jawa Barat. Pada masa awal usahanya pemesanan gitar sebulan hanya sebuah. Dia mempromosikan dan memasarkan langsung gitar produksinya kepada kepada teman-temannya. Jejaring komunitas dan website serta forum bisnis seperti pameran dipakai membantu pemasaran gitar buatannya.

Setelah lulus kuliah 2004, Hanung membentuk CV Stranough Enterprise, agar bisa menggeluti bidang usahanya secara lebih profesional. Setelah itu, lambat tapi pasti, pasar produk gitarnya di dalam negeri berkembang pesat dan produknya menyebar ke kota-kota di hampir seluruh Indonesia. Setahun membangun usaha, daerah pemasaran produknya dapat ditemui dari ujung pulau Sumatra hingga ke Papua. Bisnis Hanung tergolong cepat menggelembung. Omzet sembilan digit, dicapai dalam tempo kurang dari lima tahun.

Sukses meraih pasar lokal, Satria merambah pasar luar negeri. Promosi lewat situs membuahkan hasil manis. Pesanan ekspor pertama yang ia peroleh berhasil ia dapat dari jaringan dunia maya. Pemesan asal Belanda menyukai dan ingin membeli produknya. Lewat internet pula ia kemudian menjual produknya hingga ke Singapura, Malaysia, Belanda, sebagian Eropa dan Amerika Serikat. Meski tidak berharap banyak, justru keberuntungan Hanung dimulai dari sana.

"Tiba-tiba saya mendapatkan surat elektronik dari seseorang asal Belanda. Ia meminta saya untuk membuatkan satu contoh gitar dengan spesifikasi tertentu untuk dikirimkan ke Belanda. Jika cocok, ia bersedia untuk memesan dalam jumlah banyak," papar Hanung, seperti dikutip dari mediaindonesia.com, Rabu (9/11).

Bisnis gitar tersebut makin berkibar setelah Hanung meluncurkan immu.guitarmade.com pada 2006, sebuah situs penjualan gitar via internet sekaligus forum konsultasi gratis. Pada situsnya, Hanung menampilkan daftar harga produknya. Dia juga menginformasikan harga suku cadang dan biaya servis gitar.

Untuk menjaga kepercayaan konsumen Hanung memberlakukan sistem pelaporan berkala. Selama pengerjaan, setiap minggu, konsumen akan mendapatkan laporan berupa foto dan keterangan tentang seberapa jauh gitar pesanannya sudah dibuat. Untuk menjaga kualitas, Hanung sengaja mencari suku cadang dan kayu dari luar negeri. Suku cadang seperti tuning mesin, tremolo, pick up, dan senar didatangkan dari Amerika dan Korea. Sementara kayu jenis white ash diimpor dari Kanada. Namun ada pula kayu bermutu jenis mahoni dan rose wood yang ia dapatkan dari Jawa.

Jumlah karyawan Stranough pun bertambah. Pada April 2009, sebanyak 25 orang bekerja di bawah arahan Hanung. Kini totalnya mencapai 38 orang-25 karyawan di bagian produksi dan sisanya di manajemen. Adapun pabrik yang awalnya di Jalan Jalaprang berpindah ke Jalan Sindanglaya yang lebih luas, kira-kira 350 meter persegi.

Hasil keuntungan dari order yang cukup besar, membuat hanung makin mantap menekuni bisnisnya. Tak ingin setengah-setengah, Hanung kini memiliki sebuah mesin Computer Numerical Control (CNC) yang digunakan untuk memuat body gitar secara terkomputerisasi. Harga mesin itu sendiri di atas Rp 100 juta. Kini, kecintaan Hanung akan musik dan gitar tampaknya telah terbayar secara berlipat. Mulai dari hobi, berujung menjadi prestasi. (*/Gentur)

Sumber:
http://ciputraentrepreneurship.com/manufaktur/12641-muhamad-satria-nugraha-dari-gitaris-menjadi-bos-gitar.html

No comments:

Post a Comment