Wednesday, September 7, 2011

SENTRA KELINCI LEMBANG, BANDUNG

Peluang Usaha

SENTRA USAHA


AGRIBISNIS

Senin, 05 September 2011 | 13:24  oleh Handoyo
SENTRA KELINCI LEMBANG, BANDUNG
Sentra kelinci Lembang: Sisa kejayaan orde baru (1)
Bermula dari kelinci bantuan presiden pada 1980-an, kawasan Lembang, Bandung, Jawa Barat, kian identik dengan kelinci. Bahkan di Desa Sukalaya, Lembang, terdapat 15 peternak dengan ratusan induk kelinci. Setiap induk melahirkan empat kali dalam setahun.

Kawasan Lembang, Jawa Barat, tidak hanya menyimpan pemandangan alam yang mempesona. Lembang yang berhawa sejuk ini, selain menghasilkan sayur-mayur nan melimpah, juga menjadi sentra peternakan hewan lucu menggemaskan yang disebut kelinci.

Saking melimpahnya hasil ternak kelinci itu, kalau mampir ke Lembang, Anda tentu menemui berbagai kedai dengan masakan khas berbahan baku daging kelinci; antara lain satai kelinci dan sop kelinci.

Tentu tak cuma kelinci matang saja yang bisa Anda nikmati. Kalau Anda ingin beternak kelinci di rumah, Lembang adalah tempat membeli indukan kelinci yang bagus.

Lembang memang pantas dijuluki sebagai sentra peternakan kelinci di Jawa Barat. Kalau kita runut ke belakang, sentra peternakan kelinci mulai bermunculan ketika rezim Orde Baru masih berkuasa.

Waktu itu, Presiden Soeharto tengah mencanangkan program bantuan presiden (banpres) di berbagai daerah di Indonesia. Nah, salah satu daerah yang mendapat banpres itu adalah Lembang. Karena Lembang berhawa sejuk dan banyak sayuran, pemerintah menganggap kelinci paling cocok dibiakkan di situ.

Ternyata, rezim Soeharto tak selalu salah. Hawa Lembang memang cocok buat kelinci sehingga kelinci banpres yang jumlahnya puluhan itu kini berkembang biak secara luas. Nah, salah satu desa yang serius mengembangkan kelinci adalah Desa Sukalaya. Di desa ini ada 15 kepala keluarga yang menggantungkan hidupnya pada hasil ternak kelinci. Mereka rata-rata memelihara 30 ekor sampai 50 ekor indukan.

Untuk memenuhi permintaan pasar, peternak di Sukalaya tidak hanya mengembangbiakan kelinci pedaging, tetapi mereka juga mengembangkan kelinci piaraan, seperti kelinci ras rex, angora, lop, dutch, ataupun netherland dwarf.

Narso Suprapto, pria asal Solo yang beternak kelinci di Sukalaya, bilang, kelinci mudah diternakkan karena mudah pula perawatannya. "Selain itu, bentuk kelinci itu cantik dan bagus," kata Narso yang baru memulai beternak kelinci pada 1997 silam.

Saat Narso memulai usaha, harga kelinci waktu itu cukup menggiurkan. Apalagi waktu itu, pehobi kelinci lagi booming.

Ketertarikan menjadi peternak kelinci disampaikan juga oleh David Dodi Purnomo. Walaupun masih tergolong baru beternak kelinci, tapi Dodi sudah lama bergaul dengan pelaku bisnis kelinci di Sukalaya. "Saya baru serius beternak kelinci tahun 2006," kata David. Menurut dia, beternak kelinci sangat praktis. "Sewaktu-butuh uang, kelinci bisa dijual," terang David.

Saking likuidnya, kelinci umur sebulan pun sudah bisa diubah menjadi duit. Usia kelinci segitu memang lagi lucu-lucunya. Biasanya, harga kelinci umur sebulan dijual kepada pengepul Rp 10.000 per ekor. "Kalau pembeli kelinci perorangan, kami jual Rp 20.000," kata David.

Lebih menguntungkan lagi karena produktivitas kelinci sangat tinggi. Sepasang indukan rata-rata melahirkan empat kali setahun, sekali melahirkan bisa empat ekor. "Dulu saya pernah punya 150 induk kelinci," kenang Narso.

Narso sengaja mengurangi jumlah ternak kelincinya karena merasa sudah tua dan anak-anak selesai sekolah.
Selasa, 06 September 2011 | 14:32  oleh Handoyo
SENTRA KELINCI LEMBANG, BANDUNG
Sentra kelinci Lembang: Musim hujan sulit cari rumput kering (2)

Masyarakat Sukoloyo memilih beternak kelinci karena mudah dan sederhana pemeliharaannya. Satu-satunya kesulitan adalah saat musim hujan tiba. Mereka kesulitan mencari rumput kering. Maklum, rumput basah bisa membuat perut kelinci kembung dan diare.

Ketekunan dan kesabaran merupakan pedoman yang dijalankan oleh para peternak kelinci di wilayah Sukoloyo, atau yang lebih dikenal dengan Karmel, Lembang, Bandung. Setiap hari mereka harus mencari rumput guna memenuhi kebutuhan pakan kelinci.

Tak jarang, demi mendapatkan kualitas rumput yang baik, mereka harus berjalan sejauh 15 kilometer (km) ke wilayah Ciater, yang posisinya lebih tinggi lagi. Namun, bila memiliki sedikit uang lebih, mereka memilih untuk membeli pakan-pakan kelinci tersebut.

Dengan modal Rp 200.000, Narto Suparto--salah satu peternak kelinci di Sukoloyo--mulai merintis bisnis kelinci. "Uang itu untuk membeli delapan ekor indukan," ungkap Narto.

Letak geografis Lembang yang berada di lereng pegunungan setinggi 1.250 di atas permukaan air laut (dpl) memang cocok untuk membiakkan binatang imut ini. "Hawanya dingin, kelinci pun mudah berkembang biak," jelas Narto.

Ada beberapa nilai lebih mengapa budidaya kelinci makin digemari warga di sekitar Sukoloyo ini. Selain bersifat prolifik atau mudah untuk beranak pinak, kelinci memiliki tingkat reproduksi yang tergolong cepat, tidak membutuhkan lahan yang terlalu luas, pertumbuhan badan yang cepat serta cara pengembangbiakkan yang sederhana.

Memang, saat berusia lima bulan kelinci sudah bisa dikawinkan. Dalam setahun paling tidak kelinci bisa beranak sekitar empat sampai lima kali. Sekali beranak, satu indukan mengeluarkan enam ekor anak kelinci.

Hanya, kata David, peternak yang lain, kelinci termasuk hewan manja. Peternak kelinci harus tanggap dengan kondisi kelincinya. Karena itu, kelinci harus sering dikontrol, kebersihan yang selalu terjaga, serta pemberian makan teratur merupakan kunci sukses budidaya kelinci. "Paling tidak kandang kelinci rutin dibersihkan satu minggu sekali," kata David.

Selain perawatan harian yang mudah, pemeliharaan kelinci juga tidak membutuhkan banyak tenaga kerja. Peternak kelinci di Sukoloyo hanya melibatkan anggota keluarga saja.

Menurut warga setempat, masalah yang biasa dihadapi dalam budidaya kelinci adalah serangan penyakit bloat atau kembung dan diare. Penyakit ini menyerang bila rumput yang menjadi pakan kelinci masih basah. Kendati sepele, apabila tidak segera diatasi bisa berakibat kematian.

Karena itu, Narto maupun David bilang, cuaca merupakan permasalahan utama dalam pembudidayaan kelinci. Jika musim hujan tiba, para pembudidaya kelinci pun kesulitan mencari rumput kering.

Jika hal ini terjadi, terpaksa pembudidaya membeli rumput seharga Rp 10.000 per kilogram. Dengan sekitar 40 indukan, Tri Apriyanto, juga peternak kelinci di Sukoloyo, membutuhkan 2 kg rumput segar kering setiap harinya.

Sebagai alternatif, peternak kelinci juga memberikan makanan pengganti seperti singkong dan daun kol. Mereka mendapatkan pakan alternatif ini dari petani sayur setempat.
Rabu, 07 September 2011 | 15:03  oleh Handoyo
SENTRA KELINCI LEMBANG, BANDUNG
Sentra kelinci Lembang: Terbelenggu jejaring pengepul kelinci (3)
Selain kendala pakan, peternak kelinci di Desa Sukoloyo, Lembang, sulit memasarkan kelinci. Peternak menggantungkan penjualan dari pengepul yang membeli kelinci peternak dengan harga murah. Agar usaha tetap berjalan, peternak berusaha menjual kotoran kelinci.

Dari kacamata bisnis, budidaya kelinci memiliki peluang yang cukup menggiurkan. Betapa tidak, harga hewan lucu bertelinga panjang itu terbilang tinggi di pasar. Apalagi, ada kelinci jenis tertentu yang bernilai hingga ratusan ribu rupiah per ekor.

Namun, mahalnya harga kelinci itu tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan pembudidaya kelinci di Desa Sukoloyo, Lembang, Bandung, Jawa Barat. Sebab, harga jual kelinci di tingkat peternak jauh lebih murah ketimbang harga jual kelinci di pasar hewan.

Saat menelusuri lebih lanjut, peternak kelinci mengaku senang menjual kelinci kepada pedagang pengumpul dengan harga lebih murah. Maklum, meski murah, mereka bisa langsung menerima pembayaran tunai.

Padahal, kalau ditelusuri lebih dalam, harga jual peternak ke pengepul hanya seperlima dari harga jual di pasar. Contoh, harga kelinci jenis Dutch umur 45 hari di pasaran mencapai Rp 75.000 per ekor. Sementara kelinci jenis yang sama, dibeli pengepul dari petani hanya Rp 13.000 per ekor.

Begitu juga dengan harga induk kelinci. Bandingkan saja, harga jual indukan itu di peternak yang hanya Rp 125.000 per ekor. Padahal, pengepul bisa melepas kelinci yang sama di pasaran seharga Rp 500.000 per ekor. Sedangkan, "Harga jual kelinci konsumsi cuma Rp 75.000 per ekor," ungkap David Dodi Purnomo, salah satu peternak kelinci di Sukoloyo.

Dengan selisih harga yang demikian tajam antara harga peternak dan pengepul, tentu berat bagi peternak untuk mengembangkan usaha. Menurut David, agar produksi kelinci bertambah, David butuh investasi minimal Rp 1 juta untuk membeli 10 ekor induk kelinci seharga Rp 100.000 per ekor. Ironisnya, indukan itu dibeli peternak dari pengepul kelinci.

Namun, David bilang, peternak mendapat kemudahan pembayaran kalau membeli indukan kepada pengepul. "Kami boleh utang," ujar David.

Tetapi pembayaran utang itu tidak berupa uang kontan senilai utang. "Utang bisa dibayar saat kelinci mulai beranak," tambah David.

Caranya begini, begitu indukan hasil utangan itu beranak maka seluruh anak kelinci itu diberikan kepada pengepul pemberi utang. Namun, satu ekor dari seluruh anak kelinci itu dianggap sebagai cicilan utang.

Tentu keadaan ini tak menyenangkan bagi peternak. Sebagian peternak kelinci Sukoloyo memang menyadari posisi mereka yang terjepit itu. Namun, mereka mengaku sulit mencari jalan keluar untuk melepaskan ketergantungan dari para pengepul itu.

Sebagian peternak kelinci mencoba menjual langsung kelinci mereka dengan membuka tempat penjualan di pinggir jalan, namun usaha mereka itu kandas karena sering dagangan lebih banyak tak laku. Akibatnya, modal mereka lebih banyak terpangkas untuk biaya operasional.

Tri Apriyanto, salah satu peternak yang pernah berjualan kelinci di pinggir jalan mengaku berhenti berjualan karena tidak memperoleh keuntungan yang memadai. "Kalau kami teruskan, berjualan kelinci bisa merugi," kata Tri.

Agar bisa bertahan menjadi peternak, Tri berusaha mencari pemasukan lain dengan cara menjual air kencing dan kotoran kelinci. Sisa pembuangan hewan penggemar wortel itu ternyata dibutuhkan oleh industri pupuk organik.

Satu liter air kencing kelinci dijual Rp 1.500, sedangkan kotoran kelinci dijual Rp Rp 20.000 untuk kemasan 25 kilogram (kg). "Setiap pekan kami menjual kotoran kelinci ini ," kata Tri.
Hasil penjualan kotoran kelinci itu tentu menjadi penghasilan tambahan yang lumayan. Lihat saja, dalam sebulan peternak bisa mendapat penjualan kotoran itu hingga mencapai Rp 400.000. "Penjualannya hampir sama dengan penjualan kelinci," terang Tri.

Para peternak berharap pemerintah membantu usaha peternakan mereka, seperti yang telah dilakukan pemerintah Orde Baru. "Selain modal, kami juga butuh pemasaran," kata Tri.

Kamis, 08 September 2011 | 13:43  oleh Handoyo
SENTRA KELINCI LEMBANG, BANDUNG
Sentra kelinci Lembang: Berharap bantuan nan tak kunjung datang (4)

Pengetahuan yang minim perihal cara beternak kelinci membuat kelinci rentan diserang penyakit. Tak jarang, peternak di Desa Sukoloyo, Lembang, Bandung, rugi karena kelinci mereka mati mendadak. Peternak pun masih menunggu datangnya bantuan pemerintah.

Meskipun keuntungan beternak kelinci itu minim, peternak kelinci di Sukoloyo, Lembang, Bandung, Jawa Barat, tetap setia menangkar hewan bertelinga panjang itu.

Masalahnya, para peternak yang tinggal di kawasan yang sering disebut Karmel, karena dekat Gereja Karmel, tak semuanya menguasai cara-cara beternak kelinci yang baik. Apalagi sebagian dari mereka, menjadi peternak kelinci lantaran terpaksa karena tak ada pekerjaan lain.

Mereka juga tidak mengetahui cara membudidayakan kelinci yang efisien dan bisa menguntungkan. "Kami butuh penyuluh yang mau membimbing usaha ini," harap David Dodi Purnomo, peternak kelinci di Sukoloyo.

Namun harapan mendapatkan penyuluh peternakan kelinci itu tak pernah datang. Alhasil, peternak hanya mengandalkan budidaya kelinci dengan cara tradisional. Peternak bahkan tidak mengetahui cara menghitung gizi atau vitamin kelinci yang mereka tangkarkan itu.

Minimnya pengetahuan tentang gizi, vitamin serta kesehatan kelinci itu justru ternak kelinci itu tak produktif. Bahkan, sering ditemukan kasus kelinci yang sakit mendadak atau bahkan mati. "Tahun 2005, saya rugi besar," kenang Narso Suparto, peternak kelinci yang lain.

Narso menceritakan, sedikitnya ada 20 kelinci miliknya pernah ditemukan mati mendadak akibat penyakit. Namun, musibah itu tak membuat Narso patah arang. Ia tetap setia melanjutkan profesinya sebagai peternak kelinci.

Saat ini, yang membuat senang peternak, bila datang pembeli langsung ke kandang atau ke peternak. Sesekali harapan itu memang kesampaian, terutama pembeli dari jemaat Gereja Karmel yang ada di desa Sukoloyo. "Jemaat Gereja Karmel juga ada yang membeli kelinci ke kandang," kata Tri Apriyanto, yang juga peternak kelinci.

Karena membeli eceran, para peternak bisa menjual kelinci itu lebih mahal ketimbang menjual kepada pengepul. Hal serupa juga dilakukan Narso, bahkan ia pernah menjual kelinci jenis anggora senilai Rp 1 juta per ekor. "Pernah juga saya menjual kelinci jenis gibas seharga Rp 800.000 per ekor," kata Narso.

Namun, jemaat gereja itu tidak rutin belanja kelinci kepada para peternak. Beda dengan pedagang pengepul yang rutin belanja kelinci setiap pekan.

Mata rantai perdagangan kelinci itulah yang sejatinya ingin diputus para peternak. Para peternak kelinci di Sukoloyo yakin, bila mereka mampu berjualan langsung ke konsumen, pasti mereka akan mendapatkan harga yang lebih baik. Bukti itu sudah mereka rasakan ketika ada jemaat Gereja Karmel yang membeli kelinci.

Masalahnya, tak ada yang peduli dengan para peternak kelinci tersebut. Hingga kini, harapan untuk menjual kelinci secara mandiri masih berupa angan-angan. "Kalau langsung ke pembeli, keuntungan kami bisa berlebih," terang David.

David bilang, pemerintah pernah berjanji memberikan bantuan modal. Namun, syaratnya, para peternak harus membentuk koperasi atau kelompok usaha. Sayang, setelah dua tahun koperasi dan kelompok usaha berdiri, bantuan yang dijanjikan tak kunjung mengucur. "Janji itu tinggallah janji," keluh David. Sumber:
http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/1315203893/76610/Sentra-kelinci-Lembang-Sisa-kejayaan-orde-baru-1
http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/1315294334/76720/Sentra-kelinci-Lembang-Musim-hujan-sulit-cari-rumput-kering-2
http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/peluangusaha/76832/Sentra-kelinci-Lembang-Terbelenggu-jejaring-pengepul-kelinci-3
http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/peluangusaha/76930/Sentra-kelinci-Lembang-Berharap-bantuan-nan-tak-kunjung-datang-4

8 comments:

  1. Di jual kelinci murah borongan/ satuan ( ane mau pensi garaa2 sibuk kuliah gan)
    Jumlah kelincinya ada 25 ( indukan semua, belum termasuk anaknya)
    Flamish giant : ada 7 ekor (5ekor betina, 2 ekor jantan) yang betina lagi beranak dan hamil
    FL : sepasang
    Anggora : 2 betina
    Lion : 1 jantan
    Kelinci hutan : 2 betina ( mirip kangguru, lagi hamil di kawinin lion)
    Sisanya kelinci local, dutch, Australia, dan topeng( lagi pada hamil dan beranak)
    Kalo berminat hubungi aja no 085724203516
    Khusus yang mau berternak bisa di borong juga ama kandangnya
    Khusus bandung, ane di daerah maranatha.
    Harga langsung nego aja, langsung di kandangnya. Di jamin murah, kelincinya pada sehat.

    ReplyDelete
  2. Alamatnya di mana kang saya mau beli kelinci anggora

    ReplyDelete
  3. Alamat dimana kang,sy mau beli kelinci

    ReplyDelete