Wednesday, September 21, 2011

INSPIRASI HENNY WIDJAJA

Peluang Usaha

INSPIRASI

Rabu, 21 September 2011 | 13:57  oleh Handoyo
INSPIRASI HENNY WIDJAJA
Di tangan Henny, cabai bisa jadi abon (1)
Sudah banyak yang membuktikan bahwa hobi memang sanggup mendatangkan rezeki yang tak sedikit. Henny Widjaja pun membuktikan hal itu. Perempuan berusia 37 tahun asal Jakarta ini mampu meracik omzet hingga sebesar Rp 300 juta setelah dia sukses membisniskan hobinya membuat abon cabai.

Lazimnya abon terbuat dari bahan baku daging sapi, ayam atau ikan. Namun di tangan Henny Widjaja, abon bisa dibuat dengan bahan baku cabai. Karena itu, abon ini pun diberi nama abon cabai.

Dari membuat dan menjual abon cabai ini, perempuan berusia 37 tahun itu mampu mendulang omzet lebih dari Rp 300 juta per bulan. Abon cabai yang ia produksi kini sudah memiliki banyak penggemar. Penggemar abon cabai itu tidak hanya di Jakarta tetapi juga hingga ke berbagai kota di Nusantara.

Henny pertama kali memproduksi abon cabai saat ia belajar membuat bumbu masakan ala Italia. "Bumbu masakan yang saya bikin itu mirip sambal tetapi kering," jelas Henny.

Dari belajar membuat bumbu ala Italia itulah, Henny mempunyai ide untuk membuat masakan kreasi baru. Nah, saat memasak bumbu italia itulah dia secara tidak sengaja menemukan racikan bumbu abon cabai. "Pertama kali saya produksi abon cabai itu pada 2008," kata Henny.

Sebelum membuat abon dengan skala produksi, Henny sempat beberapa kali melakukan uji coba masakan barunya itu hingga benar-benar menemukan rasa yang cocok. Setelah itu, barulah dia memproduksi, meski masih dalam skala kecil-kecilan. Agar produk abon cabai itu mudah dikenal, Henny membubuhkan nama kecilnya Ninoy untuk merek abon itu.

Henny mengungkapkan, abon cabai buatannya itu terbuat dari campuran cabai rawit segar, cabai keriting segar dengan racikan rempah-rempah. Sebelum diolah, rempah dan campuran cabai itu dikeringkan terlebih dahulu.

Sebelum dipasarkan secara luas, Henny menjual abon cabai itu di kantin miliknya yang dekat dengan kompleks kos mahasiswa. Tanpa disangka, ternyata penghuni kos-kosan suka dengan abon cabai buatan Henny. Mereka sering membeli untuk lauk. "Abon cabai ini praktis dan ringkas untuk dibawa ke mana-mana," ujar Henny.

Tentu, pembeli pun semakin banyak seiring makin terkenalnya abon cabai itu. Tak hanya anak kos, ibu-ibu rumah tangga pun juga suka membeli abon cabai. "Karena peminat kian banyak, produksi pun saya tambah dan makin bervariasi," ujar Henny.

Selain abon cabai varian orisinal yang terbuat dari cabai murni, ia memiliki abon cabai varian teri bawang yang terbuat dari campuran cabai dengan bawang dan ikan teri. "Penggemarnya banyak karena orang Indonesia memang suka pedas," terang Henny.

Agar penjualan abon cabai makin besar, Henny juga mendistribusikannya ke pasar. Ia memanfaatkan jaringan pemilik salon kecantikan kenalannya. "Saya dulu make up artis sehingga banyak kenalan pemilik salon," imbuh Henny.

Selain itu, Henny memanfaatkan internet untuk memasarkan abon cabainya. "Iklan di Kaskus itu saya dibantu mahasiswa langganan saya," jelas Henny tertawa.

Setelah gencar promo melalui gerai salon dan dunia maya, Henny malah kelabakan menerima pesanan. Maklum, pesanan tak datang dari sekitar rumahnya, tapi juga datang dari seluruh Jakarta, bahkan pesanan datang dari kota-kota di Jawa, Sumatra, Sulawesi hingga Papua.

Kini, Henny sudah memiliki sekitar 200 agen pemasar. Mereka ini tersebar di Jakarta, Surabaya, Semarang, Makassar hingga Papua.

Yang unik, Henny enggan memasarkan abon cabainya itu ke supermarket atau ritel modern. "Saya ingin orang lain juga memiliki penghasilan tambahan," dalih Henny.

Henny mengaku sengaja membuat distribusi abon cabai itu secara tertutup agar menimbulkan kesan eksklusif. "Pelanggan sering binggung, iklannya banyak di Kaskus, tapi barangnya tidak mudah ditemukan," tambah Henny.

Setelah pasar semakin besar, Henny kini tidak perlu repot untuk mengolah abon cabai itu sendirian. Ia kini sudah mampu mempekerjakan dan menggaji 18 karyawan. Mereka ini bekerja mengolah 5 ton cabai menjadi 1 ton abon cabai setiap bulan. Sekian banyak abon itu dijual dalam kemasan kemasan botol ukuran 100 gram dengan harga antara Rp 30.000 hingga Rp 35.000.

Kamis, 22 September 2011 | 14:21  oleh Handoyo
INSPIRASI HENNY WIDJAJA
Sebelum jadi juragan abon, Henny pernah jadi figuran film (2)

Lahir dari keluarga dengan latar belakang wirausaha, itulah sebabnya Henny Widjaja, pemilik Abon Cabai Ninoy, tidak canggung mengarungi dunia bisnis. Sebelum sukses menggeluti bisnis abon cabai, Henny sempat bekerja sebagai make-up artis bahkan sempat menjadi figuran beberapa judul film.

Sejak kecil Henny Widjaja, pemilik usaha abon cabai merek Ninoy sudah terdidik menjadi wirausaha. Maklum, ia lahir dan tumbuh dewasa dari keluarga yang berlatar belakang pengusaha salon kecantikan di Jakarta.

Itulah sebabnya, sejak usia sembilan tahun, Henny sudah mendapat pelajaran mengenai tata kecantikan dari orang tuanya. Bahkan, saat duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP), Henny sudah mahir memotong rambut. Henny pun sering jadi langganan potong rambut teman-teman sekolahnya. Bahkan hingga kini mereka menjadi langganan Henny untuk urusan perawatan kecantikan.

Usai menamatkan Sekolah Menengah Atas (SMA), masa depan Henny di dunia tata kecantikan semakin jelas. Dia ikut berbagai kursus kecantikan. Itu semua demi meneruskan usaha salon milik keluarga. "Saya juga sempat kurus di salon Rudy Hadisuwarno," terang Henny.

Bisa dibilang sejak 1992-1996, hidup Henny hanya untuk salon milik orang tuanya itu. Karena itu, "Basic saya sudah kuat di dunia salon," kata Henny.

Karena masih muda, orang tuanya menyarankan Henny belajar lagi. Kali ini mereka menyarankan Henny belajar bahasa Inggris ke Sidney, Australia. Namun, Henny punya pilihan lain. Meski tetap berangkat ke Negeri Kanguru, dia tak belajar bahasa Inggris. Dia lebih memilih belajar di jurusan studi manajemen bisnis. "Saya kuliah juga untuk dapat visa tinggal di Australia karena izin tinggal mahasiswa bisa lebih lama," terang Henny.

Di Australia pun, Henny tak menyia-nyiakan keahliannya di bidang tata kecantikan. "Sayang jika tidak dimanfaatkan, apalagi biaya hidup di Australia sangat mahal," terangnya.

Sambil kuliah, Henny pun bekerja pada salah satu salon kecantikan milik warga Italia. Karena masih baru di Australia, Henny belum fasih berbahasa Inggris. "Saat pertama bekerja, saya berkomunikasi dengan bahasa isyarat," kenang Henny sambil tersenyum.

Tidak lama Henny bekerja di salon itu, Henny kemudian pindah ke salon kecantikan yang dia nilai lebih bergengsi di Sidney. Namun, ia juga tidak lama bekerja di salon itu, karena mulai sibuk kuliah, Henny memutuskan bekerja di salon kecantikan yang lebih dekat dengan kampus.

Saat bekerja di salon itu, Henny sering mendapat pujian dari atasannya. Sebab, Henny memiliki kemampuan menggunting rambut di atas rata-rata karyawan yang ada di salon itu.

Jika karyawan lainnya bisa memotong rambut tiga pelanggan dalam sehari, Henny bisa memotong enam rambut pelanggan dalam sehari. "Pekerjaan saya melebihi pekerjaan pegawai paruh waktu," terang Henny.

Empat tahun lamanya Henny menyelesaikan kuliah di Sydney. Selain meraih gelar sarjana, Henny juga mendapatkan tambatan hati dan memutuskan menikah di negeri Kanguru itu.

Sayang, setelah dikaruniai satu orang putra, rumah tangga Henny kandas di tengah jalan. Pada tahun 2000, ia memutuskan kembali ke Jakarta bersama putranya.

Ketika sampai di Jakarta, Henny tak pernah lupa dengan salon. Dia sempat bekerja di beberapa salon kecantikan. Hingga akhirnya ia menjadi tim artistik untuk film layar lebar. Waktu itu, Henny dipercayakan menjadi make-up artis.

Selain menjadi make-up artis, beberapa kali ia sempat menjadi pemeran figuran dalam beberapa judul film. Bahkan Henny sempat berharap suatu ketika bisa menjadi bintang film benaran. Namun, karena tawaran untuk peranan yang lebih penting tidak datang setiap saat, Henny akhirnya memilih meninggalkan dunia entertainment itu.

Tidak mudah bagi Henny menjalani hari-hari tanpa ada aktivitas, apalagi ia sudah terbiasa bekerja. Agar tetap memiliki aktivitas, ia memutuskan untuk menekuni bisnis makanan. Ia melirik bisnis makanan karena memasak adalah salah satu dari hobinya.

Henny lantas berinisiatif untuk membuka kantin makanan di rumahnya. "Kebetulan rumah saya dekat dengan kos-kosan mahasiswa," terang Henny. Berkat bisnis makanan itulah Henny menemukan racikan abon cabai yang kelak mengharumkan namanya.

 
Jumat, 23 September 2011 | 14:50  oleh Handoyo
INSPIRASI HENNY WIDJAJA
Henny ingin mewaralabakan abon cabai (3)

Dengan modal Rp 2,5 juta, Henny berhasil membangun bisnis abon cabai. Kini, agen penjualan cabai itu telah tersebar di berbagai provinsi di Indonesia. Namun, Henny berharap usahanya makin berkembang. Karena itu, dia berencana menawarkan kerja sama kemitraan atau waralaba abon cabai.

Untuk memulai usaha, ternyata tidak selalu harus menggunakan modal banyak. Seperti yang dilakukan Henny Widjaya, pemilik usaha abon cabai Ninoy ini hanya punya modal Rp 2,5 juta untuk memulai usaha.

Bagi Henny, modal terbesar dalam berbisnis adalah keberanian untuk memulai. Banyak orang yang belum memulai bisnis sudah khawatir bakal merugi atau usahanya tidak akan berkembang pesat.

Namun Henny berhasil menepis segala kekhawatiran itu. Bahkan ia rela meninggalkan keahliannya di bidang tata kecantikan demi menekuni bisnis abon cabai.

Bagi Henny, modal kecil juga bukan masalah asalkan dia bisa menata penggunaan modal itu. Salah satu caranya, dengan membatasi jumlah produksi abon cabai. "Uang itu hanya cukup untuk membeli bahan baku seperti cabai rawit dan cabai keriting sebanyak 50 kilogram (kg)," kata Henny.

Soal peralatan produksi, Henny menggunakan peralatan dapur seadanya. Bahkan proses pengeringan cabai dilakukan dengan menggunakan sinar matahari. Itulah sebabnya, Henny hanya bisa manyun saat musim hujan tiba. Di musim hujan, cabai bakal lama keringnya. "Masalah usaha saya waktu itu adalah cuaca," terang Henny.

Nah, agar tidak tergantung pada cuaca, Henny beralih menggunakan oven untuk mengeringkan cabai. Tak tanggung-tanggung, Henny membeli oven berkapasitas 100 kg.

Ternyata, pengeringan cabai dengan oven ini memang lebih mudah. Selain itu, lebih praktis dan cepat. "Cabai seberat 100 kg setelah kering tinggal 15 kg saja." jelas Henny.

Karena permintaan abon kian banyak, oven itu ternyata tidak mencukupi lagi. Itulah sebabnya, dalam waktu dekat ini Henny akan membeli oven dengan kapasitas lebih besar.

Untuk mengembangkan bisnisnya ini, Henny pun merekrut banyak sekondan sebagai pemasar di berbagai daerah. Kepada sekondannya ini, Henny menerapkan prinsip kerja sama saling menguntungkan.

Henny mengaku, tidak ingin keuntungan bisnis abon cabai hanya dia nikmati sendiri. "Harus ada simbiosis mutualisme," terang Henny yang kini memiliki agen yang tersebar di berbagai penjuru Tanah Air.

Selain agen, pengembangan usaha abon itu juga melibatkan 18 pekerja. Mereka inilah yang sehari-hari bersama Henny memproduksi pesanan abon. "Mereka sudah saya anggap saudara sendiri," terang Henny.

Walaupun sudah memiliki banyak agen di seluruh Tanah Air, ternyata tidak membuat Henny lengah dan berhenti memperluas usaha. Baru-baru ini ia berencana untuk menawarkan usaha abon cabai Ninoy lewat kerja sama kemitraan atau waralaba. "Saat ini saya masih dalam persiapan," terang Henny.

Sebelum memutuskan membuka kemitraan atau waralaba, Henny mengaku harus membenahi distribusi lebih dulu. Ia ingin ada perbaikan peran agen dalam mendistribusikan abon cabai kepada konsumen.

Henny akan membagi agen menjadi dua kelompok. Kelompok pertama disebut sebagai agen reguler dan kelompok kedua disebut agen premium. Dari dua kelompok agen itu yang membedakannya adalah proses pemesanan barang.

Agen premium memiliki batasan dalam memesan abon cabai, sedangkan agen reguler tidak memiliki batasan dalam memesan.

Pembenahan distribusi itu harus segera ia lakukan. Sebab selama ini antara Henny dengan para sekondannya itu tidak memiliki kerja sama tertulis. "Kami selama ini hanya mengandalkan keterbukaan dan saling memahami," terang Henny.

Menurut Henny, cara menjual agen juga berbeda-beda. Ada yang menjual lewat toko, ada pula agen yang memasarkan abon lewat dunia maya. Itulah sebabnya, abon buatan Henny ini cepat populer.

Sebagai bukti popularitas abon itu, kini sudah banyak yang mencontek. "Makin banyak pesaing, berarti banyak yang mengakui abon kami," ujar Henny.

Nah, untuk menghadapi kompetitor, tak ada pilihan lain bagi Henny selain menjaga mutu dan citarasa produk. Selain itu, Henni juga akan mengeluarkan produk baru untuk vegetarian.

Sumber:
http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/peluangusaha/78177/Henny-ingin-mewaralabakan-abon-cabai-3
http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/peluangusaha/78060/Sebelum-jadi-juragan-abon-Henny-pernah-jadi-figuran-film-2
http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/peluangusaha/77953/Di-tangan-Henny-cabai-bisa-jadi-abon-1

No comments:

Post a Comment