Wednesday, September 14, 2011

INSPIRASI SUNARMO

Peluang Usaha

INSPIRASI

Senin, 12 September 2011 | 15:13  oleh Handoyo
INSPIRASI SUNARMO
Sunarmo jadi juragan gazebo usai berhenti bekerja (1)
Karena tak pernah dipaksa memilih dunia kerja oleh orang tua, Sunarmo bisa bebas menentukan pekerjaan sendiri. Ia sempat keluar masuk perusahaan nasional dan asing, hingga akhirnya Sunarmo sukses menjadi juragan gazebo. Lewat bendera Jogja Gazebo, ia mengekspor gazebo ke mancanegara dengan omzet Rp 175 juta per bulan.

Setiap orangtua ingin sang anak sukses dalam bekerja, termasuk orangtua Sunarmo. Namun orangtua Sunarmo tidak pernah memaksakan kehendak kepada sang anak untuk memilih cita-cita tertentu. Sunarmo diberi kebebasan memilih pekerjaannya sendiri.

Karena bebas memilih itulah Sunarno sempat keluar masuk perusahaan. Ia pernah bekerja di perusahaan swasta nasional bahkan perusahaan asing. Namun akhirnya, ia memantapkan diri menjadi seorang pengusaha. "Dan orang tua saya merestui itu," kata pria yang lahir 43 tahun silam itu

Kini, Sunarmo memiliki usaha pembuatan gazebo bernama Jogja Gazebo. Produk gazebo bikinan Sunarmo sudah banyak menghiasi perhotelan, restoran, dan rumah mewah. "Sebagian saya ekspor ke luar negeri," kata Sunarmo.

Berkat kerja kerasnya, Sunarmo mampu memperoleh omzet antara Rp 150 juta hingga Rp 175 juta per bulan. Ia sukses mengekspor gazebo kayu itu ke Inggris, Prancis, dan Australia. "Yang rutin ekspor ke Australia dan Prancis," terang Sunarmo.

Setiap bulan, Sunarmo rutin ekspor gazebo sebanyak satu kontainer yang berisi enam unit gazebo berbagai ukuran. Gazebo yang diekspor itu tidak dalam bentuk utuh, tapi dalam bentuk knockdown atau bisa dibongkar pasang.

Agar pembeli mempunyai banyak pilihan, Sunarmo memproduksi gazebo itu dengan tiga jenis kayu. Ggazebo dari kayu jati, kayu kelapa, dan gazebo kayu kalimantan.

Konsumen juga bebas memilih desain gazebo. Sunarmo sendiri sudah memproduksi gazebo berbentuk lingkaran, gazebo segi empat, segi lima, dan gazebo segi enam. "Keunikan desain dari kayu itu ini tidak ada di negara lain," kata Sunarmo.

Soal harga, Sunarmo menjual gazebo dengan harga berbeda, tergantung jenis kayu. Untuk gazebo kayu kelapa ukuran 2,5 meter (m) x 2,5 m dijual Rp 10 juta per unit. Adapun gazebo kayu kalimantan dijual Rp 15 juta per unit. "Gazebo kayu jati paling mahal seharga Rp 20 juta," ungkap Sunarmo menceritakan bisnisnya.

Walaupun sukses mengarungi bisnis gazebo, Sunarmo ternyata tidak pernah mencicipi dunia permebelan. Ia hanya membekali diri dengan ilmu teknik sipil yang ia peroleh saat kuliah di salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta.

Bahkan, kalau menilik pengalaman kerja Sunarmo, dia sama sekali tak pernah bersinggungan dengan kayu atau pembuatan gazebo. Lihat saja, usai lulus kuliah diploma tiga (D3), Sunarmo bekerja di perusahaan agribisnis yang menjual produk pengendalian hama tanaman.

Walaupun pekerjaan itu tidak berkaitan dengan latar pendidikannya, namun Sunarmo mampu melewati jenjang karier yang cemerlang. Mulai dari teknisi, kariernya naik menjadi supervisor, menjadi manager teknis hingga akhirnya menjadi kepala cabang.

Selama empat tahun Sunarmo bekerja di Jakarta, empat tahun setelah itu ia memimpin kantor cabang di Yogyakarta. "Setelah menjadi kepala cabang saya memutuskan menetap di Yogyakarta," ujar pria kelahiran Tawangmangu, Surakarta, Jawa Tengah itu.

Di Kota Gudeg itulah Sunarmo merasa jenuh bekerja. Ia lantas mencari perusahaan lain yang lebih baik dari sisi gaji. Sunarmo pun akhirnya diterima bekerja di perusahaan asing asal Australia yang bergerak di bidang penjualan batu alam dan tanaman di Yogyakarta. Menyangka bisa mendapat kehidupan yang lebih baik, ternyata di perusahaan baru itu kondisinya tidak jauh beda dengan perusahaan lama.

Walaupun bekerja di perusahaan asing, Sunarmo dibayar dengan gaji standar rupiah. Ia merasa gajinya tidak sesuai dengan keahlian yang ia miliki. "Tak ada pilihan lain, saya harus buka usaha sendiri," kata Sunarmo yang berhenti bekerja pada 2009 lalu.

Sebelum berhenti bekerja, Sunarmo sudah mendapatkan ide untuk memproduksi gazebo saat berlibur ke pulau Bali. Saat kembali ke Yogyakarta, ia mengumpulkan informasi tentang pembuatan gazebo. "Pembuat gazebo sedikit, peluang itu yang coba saya manfaatkan," jelas Sunarmo.  

Selasa, 13 September 2011 | 14:14  oleh Handoyo
INSPIRASI SUNARMO
Sunarmo mengejar pembeli lewat surat elektronik (2)
Walaupun tidak punya pengalaman di dunia mebel, bukan berarti Sunarmo tidak bisa berbisnis mebel. Nah, untuk membuat gazebo yang bagus, Sunarmo pun merekrut ahli pembuat mebel sebagai mitra usahanya. Dengan cara tersebut, Sunarmo pun dapat "menutupi" kekurangannya itu.

Kata orang tua, niat itu kunci pintu sukses. Sunarmo pun menganut wejangan itu dalam merintis usaha pembuatan gazebo di kota Gudeg, Yogyakarta. Walaupun tidak punya latar belakang permebelan, Sunarmo mampu membuktikan dirinya bisa menjadi pembuat gazebo yang terbilang sukses.

Namun jalan sukses itu tak segampang membalik telapak tangan. Bagi Sunarmo, beralih profesi dari pekerja menjadi pengusaha tentu bukan masalah mudah. Kalau sebelumnya, penghasilan dia sudah pasti, dengan menjadi pengusaha, dia justru berjudi, antara sukses dan gagal. Kalau gagal, pasti keluarganya yang menjadi korban. "Waktu itu saya kepikiran biaya hidup keluarga jika usaha yang saya rintis tidak jalan," terang Sunarmo.

Namun risiko gagal itu dikubur dalam-dalam oleh kuatnya niat Sunarmo yang ingin menjadi pengusaha gazebo. Karena itu, begitu berhenti bekerja, ia langsung menyulap rumahnya di Yogyakarta menjadi bengkel pembuatan gazebo.

Demikian pula soal modal. Untuk mewujudkan impiannya menjadi pengusaha gazebo itu, Sunarmo rela melepas tanah tabungan di hari tua untuk modal kerja. "Dari jualan tanah itu terkumpul modal Rp 80 juta," kenang Sunarmo.

Dengan modal itulah Sunarmo membeli perlengkapan usaha permebelan seperti bahan baku kayu, dan alat pertukangan. Karena tidak mengetahui teknis pembuatan mebel, ia mencari sekondan yang sudah ahli membuat gazebo.

Kepada partnernya ini, Sunarmo menawarkan pola bagi hasil. Setiap penjualan gazebo, setelah dikurangi ongkos, keuntungan dibagi dua antara Sunarmo dan sekondannya itu.
Namun, kerja sama ini tak langsung membawa hasil. Produksi perdana gazebo yang dipajang di rumah Sunarmo hingga enam bulan lamanya tak kunjung terjual. Tak satu pun pemesan yang nongol di rumah Sunarmo.

Tetapi Sunarmo tetap sabar. Untuk menjangkau potensi pasar yang luas, Sunarmo pun menggunakan media internet untuk menawarkan gazebonya ini.

Sunarmo menawarkan gazebo itu lewat surat elektronik ke perusahaan-perusahaan mebel dan tanaman yang ada di dalam negeri ataupun luar negeri. "Saya rutin menawarkan gazebo lewat surat elektronik paling tidak ke lima atau enam perusahaan," imbuh Sunarmo.

Setelah berulang kali mengirim penawaran, keberuntungan akhirnya tiba juga. Ia mendapat pelanggan pertama dari perusahaan mebel Australia. "Hingga kini perusahaan Australia itu rutin memesan kepada saya," ungkap Sunarmo.

Tetapi pembeli dari Australia ini cerewet juga. Dia mau membeli gazebo buatan Sunarmo kalau gazebo itu lain daripada yang lain.

Sunarmo tak kehilangan akal. Bersama sekondannya, dia mendesain gazebo dengan konstruksi balok kayu yang saling terhubung. Gazebo seperti ini tidak diproduksi produsen lain.

Begitu kiriman gazebo ke Australia lancar, gazebo Sunarmo makin dikenal. Kini pembelinya tak hanya asal Australia, tetapi juga datang dari Prancis dan Inggris. "Selain itu, pesanan juga datang dari berbagai restoran atau hotel di Indonesia," ungkap Sunarmo.

Tetapi, yang namanya usaha tentu juga tak terus berjalan mulus. Usaha Jogja Gazebo sempat mendapat rintangan dari pihak yang ingin menipu. "Penipu itu berkedok seperti pembeli gazebo," ungkap Sunarmo.

Modus penipu itu berlagak bak pembeli gazebo. Karena percaya, Sunarmo memproduksi pembelian itu tetapi setelah jadi ia tidak langsung mengirimkan gazebo itu karena pembayaran belum usai. "Inilah risiko usaha, jika saya lengah maka saya bisa merugi," terang Sunarmo yang luput dari aksi percobaan penipuan itu.

Kini, Sunarmo sudah kebanjiran pesanan gazebo. Karena itu, dia merasa perlu menambah jumlah pekerja. Saat memulai usaha pertama kali, ia hanya memiliki enam pekerja yang juga berstatus mitra, namun kini ia sudah punya 20 pekerja.

Untuk mengelola pekerja itu, Sunarmo menerapkan pola kerja kekeluargaan. Setiap dua minggu sekali, ia menggelar pertemuan rutin bersama mereka. "Untuk ajang dialog," ujarnya.

(Selesai)

Sumber:
http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/peluangusaha/77297/Sunarmo-mengejar-pembeli-lewat-surat-elektronik-2
http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/1315815190/77190/Sunarmo-jadi-juragan-gazebo-usai-berhenti-bekerja-1

No comments:

Post a Comment