SENTRA KONVEKSI SENDANG, JEPARA, JAWA TENGAH
Sentra Konveksi Jepara: Berdiri sejak 1970 (1)
Oleh Marantina - Senin, 19 November 2012 | 15:03 WIB | Sumber Kontan 19/11/2012
Saat memasuki sentra penghasil pelbagai jenis pakaian, suasananya tampak sepi. Tapi jangan salah, ternyata memang di desa ini tidak ada warga yang menjadi penjual eceran konveksi.
Sehingga, tidak terlihat satu pun showroom atau ruang pamer yang menampilkan pakaian untuk dijual. Makanya, tak terlihat aktivitas jual beli.
Namun, jika masuk ke rumah-rumah yang ada di Desa Sendang, baru akan terlihat kegiatan seperti menjahit pakaian.
Eniseh Minarti, salah satu pelaku usaha konveksi di sentra ini, mengatakan, hampir setiap warga di Desa Sendang memiliki penghasilan dari usaha konveksi. Jika dihitung, lebih dari 100 penduduk yang menjadi pelaku usaha di bidang konveksi.
Menurut Eniseh, sentra konveksi di kampungnya sudah ada sejak 1970-an silam. Sentra ini semakin terkenal dan berkembang mulai 1989. Tahun ini, Pemerintah Kabupaten Jepara meresmikan Desa Sendang sebagai sentra konveksi.
Sejak itu pula, "Perkembangan usaha konveksi di desa kami maju pesat," kata Eniseh. Sentra konveksi di Sendang, Eniseh menjelaskan, memang merupakan salah satu program Pemerintah Jepara untuk meningkatkan penghasilan penduduk desa ini.
Pasalnya, keberadaan sentra konveksi ini membuka lapangan kerja bagi ratusan warga Sendang dan kampung-kampung sekitar. Eniseh sendiri mulai menjalankan usaha konveksi pada 2003 lalu bersama dengan suaminya.
Ia memasarkan produk berupa baju olahraga dan celana training dengan merek Elfa's. Dalam sebulan, Eniseh mengaku bisa memproduksi 5.000 baju olahraga dan celana training. Ia menjual produknya dengan kisaran harga Rp 10.000 hingga Rp 15.000 per potong.
"Kalau omzet, ya, minimal Rp 50 juta," ujarnya. Pelaku usaha konveksi lainnya, Subekan menambahkan, bisnis konveksi memang menjadi sandaran ekonomi utama warga Sendang.
Selain celana training, Subekan juga memproduksi celana dalam khusus pria. Setiap bulan, dengan dibantu sembilan pekerja, dia membuat 6.000 celana dalam dan celana training. Ia mematok harga jual Rp 9.500 per potong untuk celana dalam dan Rp 13.500 untuk celana training.
Rita, pengusaha konveksi lainnya, mengungkapkan, modal untuk memulai bisnis ini tidak besar. Wanita yang mulai usaha konveksi sejak 1990 lalu ini hanya mengeluarkan modal ratusan ribu rupiah untuk membeli mesin jahit dan bahan baku.
Kini, Rita punya belasan pekerja dengan 10 mesin jahit. Omzetnya pun menanjak, dari ratusan ribu menjadi Rp 30 juta per bulan.
Sentra Konveksi Jepara: Bisnis turun-temurun (2)
Oleh Marantina - Selasa, 20 November 2012 | 13:43 WIB
Semua kegiatan konveksi, seperti menjahit, dipusatkan di rumah-rumah warga. Sebagai tempat produksi, hampir semua rumah di desa ini penuh dengan tumpukan kain siap jahit.
Menurut cerita warga setempat, usaha konveksi di desa ini merupakan usaha turun-temurun yang diwariskan oleh para orang tua. "Saya sendiri meneruskan usaha orang tua sejak tahun 2003," kata Eniseh Minarti, salah satu pelaku usaha di sentra konveksi ini.
Selain Eniseh, kedua saudara kandungnya juga memiliki usaha konveksi mengikuti jejak orang tua mereka. Eniseh menyatakan sudah mahir menjahit pakaian sejak masih duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA).
Sejak usaha konveksi ini jatuh ke tangannya, Eniseh pun memindahkan seluruh kegiatan produksi ke rumah yang ditempatinya. Dalam mengelola usaha ini, ia berbagai tugas dengan suaminya. Ia bertugas menjahit, sementara suaminya memotong kain.
Eniseh fokus memproduksi baju olahraga dan celana training. Awalnya, produksi konveksinya belum banyak. “Saya cuma bisa produksi 500 potong baju dan celana waktu itu,” ujarnya.
Seiring makin dikenalnya desa ini sebagai sentra konveksi, order yang diterimanya semakin banyak. Dengan dibantu sembilan karyawan, kini ia mampu memproduksi hingga ribuan kaos olahraga dan celana training.
Kendati jumlah karyawannya sudah lumayan banyak, Eniseh kadang masih kewalahan memenuhi permintaan pembeli. "Beberapa kali saya bekerja sama dengan saudara saya untuk melayani orderan dari pembeli," ujarnya.
Pelaku usaha lainnya, Subekan juga mendapat keahlian di bidang konveksi dari kedua orang tuanya. Bedanya, ia tidak mewarisi usaha konveksi orang tuanya. Subekan merintis sendiri usaha ini sejak tahun 2009.
Ia tidak kesulitan menekuni usaha ini lantaran banyak pelanggan orang tuanya kini juga menjadi pelanggannya. Saat ini, Subekan rutin memasok produk konveksi ke beberapa pasar di Jawa Tengah. “Mereka biasa membeli baju dan celana ke saya karena memang sudah kenal orang tua saya,” katanya.
Pemain lainnya, Rita juga rutin memasok konveksi ke beberapa pedagang pasar di Jawa Tengah. Selain dari para pedagang, ia juga sering mendapat order dari sekolah-sekolah untuk menyediakan seragam olahraga. "Hampir semua sekolah di Jepara, mulai SD hingga SMA memesan seragam olahraga ke Desa Sendang," ujarnya.
Menurut Rita, produk konveksi Sendang sulit untuk menembus pasar luar Jawa. Sebab, dari segi kualitas masih kalah dengan produk dari daerah lain.
Sentra Konveksi Jepara: Mayoritas bikin kaos (3)
Oleh Marantina - Rabu, 21 November 2012 | 12:47 WIB
Hampir semua pelaku usaha konveksi di desa ini memproduksi baju olahraga dan celana training. "Selain bahan bakunya gampang diperoleh, pembuatannya juga mudah," kata Eniseh Minarti, salah satu pelaku usaha konveksi di Sendang.
Membuat baju olahraga dan celana training tidak sulit karena modelnya selalu sama. Hanya warna dan motif yang diganti sesuai selera pemesan.
Para produsen gampang mendapatkan bahan baku. Eniseh bilang, sudah ada pemasok tetap bahan kain untuk kaos dan celana training buat memenuhi kebutuhan produsen.
Biasanya dalam seminggu, Eniseh menghabiskan satu bal kain bahan kaos. Bobot satu bal kain itu mencapai 25 kilogram (kg). Bahan sebanyak itu bisa menghasilkan sekitar 100 kaos olahraga, 150 celana training pendek, dan 100 celana training panjang.
Pakaian olahraga hasil produksi Eniseh diberi merek Elfas. Pemberian merek itu bertujuan sebagai pembeda dari produk serupa yang dihasilkan pengusaha konveksi lainnya. Ia juga berharap pemberian merek itu bisa mengangkat pamor kaos buatannya.
"Dengan adanya merek, konsumen tahu harus mencari merek apa ketika membeli produk di pasar," ujarnya. Selain merek sendiri, Eniseh juga kerap memproduksi baju olahraga dan celana training yang diberi label branded, seperti Nike, Adidas, dan Converse.
Merek-merek terkenal itu dipakai berdasarkan permintaan para pelanggannya. "Biasanya mereka kasih contoh gambar kepada saya dan minta dibuatkan dengan memakai merek yang sama dengan gambar," ujarnya.
Pengusaha konveksi lainnya, Subekan, juga memproduksi kaos olahraga dan celana training dengan merek terkenal. Ia mengaku, permintaan akan kaos dan celana dengan label branded ini terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Agar tidak dibilang produk palsu, Subekan tidak meniru model dari versi aslinya. Ia hanya mencantumkan merek saja. Menurutnya, harga produk tiruan ini sama dengan produk yang tidak memakai merek branded.
Rita, pelaku usaha lainnya menambahkan, selain kaos olahraga dan celana training, ada juga pelaku usaha yang fokus memproduksi celana pendek pria.
Bahkan, menjelang Lebaran, banyak juga pelaku usaha yang memproduksi baju koko atau busana muslim lainnya. Namun, sifatnya hanya musiman. Setelah Lebaran, permintaan cenderung menurun.
Rita menilai, perlu dilakukannya diversifikasi produk. "Kalau hanya mengandalkan pakaian olahraga, susah untuk menaikkan omzet," katanya. Sayangnya, diversifikasi produk juga tidak mudah di tengah maraknya produk impor di Indonesia.
http://peluangusaha.kontan.co.id/news/sentra-konveksi-jepara-berdiri-sejak-1970-1/2012/11/19
http://peluangusaha.kontan.co.id/news/sentra-konveksi-jepara-bisnis-turun-temurun-2/2012/11/20
http://peluangusaha.kontan.co.id/news/sentra-konveksi-jepara-mayoritas-bikin-kaos-3
No comments:
Post a Comment