Monday, November 12, 2012

Sentra Jeruk Garut

SENTRA BIBIT JERUK KEPROK DI DESA SITUGEDE GARUT, JAWA BARAT

Sentra Jeruk Garut: Berburu jeruk di Situgede (1)

Sentra Jeruk Garut: Berburu jeruk di Situgede (1)
Garut merupakan salah satu daerah penghasil jeruk di Indonesia. Di daerah ini terdapat satu varietas jeruk unggul yang diberi nama jeruk keprok garut. Pusat pembibitan jeruk keprok garut ini terdapat di Desa Situgede, berjarak sekitar 10 kilometer (km) dari pusat Kota Garut.
Di desa ini terdapat sekitar 20 petani bibit jeruk keprok garut. KONTAN sempat menyambangi pusat pembibitan jeruk ini pada Sabtu (6/10). Begitu memasuki desa ini, nampak areal lahan pembibitan jeruk yang cukup luas.
Lahan itu ditumbuhi bibit-bibit jeruk dengan ketinggian sekitar 10 centimeter (cm) sampai 15 cm dari tanah. Dadang, salah seorang petani jeruk di desa ini menuturkan, sentra pembibitan jeruk di Desa Situgede sudah ada sejak tahun 1980-an. "Sentra ini sudah ada bersamaan dengan meletusnya Gunung Galunggung," ujar Dadang.
Berdasarkan catatan sejarah, Gunung Galunggung meletus terakhir kali pada 5 April 1982. Petani jeruk di desa ini umumnya memiliki lebih dari satu lahan tempat pembibitan. Dadang, misalnya, memiliki tiga lahan pembibitan jeruk. Setiap lahan pembibitan rata-rata memiliki luas 1.400 meter persegi sampai 1.500 meter persegi.
Setiap lahan bisa ditanami sebanyak 15.000 bibit jeruk. Dengan tiga lahan pembibitan , ia bisa menanam sebanyak 45.000 bibit jeruk.Bibit itu baru dipanen setahun setelah ditanam.
Setiap bibit dihargai mulai Rp 2.000 sampai Rp 3.500 per pohon. Bibit tersebut sudah berusia sekitar satu tahun, dengan ketinggian mencapai satu meter.  Dari usaha pembibitan jeruk ini, Dadan bisa meraup omzet sekitar Rp 150 juta per tahun.
Petani jeruk lain, Agus mengaku, sudah membudidayakan bibit jeruk garut sejak tahun 1990.  Awalnya, ia melanjutkan usaha orangtua yang menjadi petani bibit jeruk garut. Agus memiliki dua bidang lahan yang dijadikan tempat pembibitan dengan luas sekitar 1.200 meter persegi.
Dalam setahun, ia bisa menjual 13.000 bibit jeruk per tempat pembibitan. Lantaran memiliki dua lahan, maka ia bisa menjual sebanyak 26.000 bibit pohon dalam setahun. Setiap bibit dijual seharga Rp 3.500 per pohon. Dalam setahun, ia bisa meraup omzet lebih dari Rp 90 juta.
Hendrik, petani lain, hanya memiliki satu lahan pembibitan jeruk keprok garut. Luas lahan yang dimiliknya sekitar 1000 meter persegi. Di lahan seluas itu, ia membudidayakan 1.100 bibit jeruk. Bibit itu ia jual Rp 3.000 per pohon.
Menurutnya, jeruk keprok garut saat ini telah mampu bersaing dengan produk sejenis, seperti jeruk medan atau jeruk pontianak. Bahkan, bisa juga bersaing dengan jeruk impor, seperti jeruk mandarin.  Makanya, ia optimistis, usahanya ini akan terus berkembang. 

Sentra Jeruk Garut: Bayar tenaga warga (2)

Sentra budidaya bibit jeruk keprok di Desa Situgede, Garut, Jawa Barat  sudah ada sejak tahun 1980-an. Sebagian besar warga desa ini membudidayakan bibit jeruk keprok.
Petani pemilik lahan memang hanya 20 orang. Namun, mereka mempekerjakan penduduk setempat untuk merawat dan memelihara bibit jeruk ini.
Dadang, petani bibit jeruk keprok bilang, proses pembibitan jeruk keprok membutuhkan waktu selama satu tahun hingga bisa dipanen.
Budidaya bibit jeruk ini menggunakan metode perkawinan dengan jeruk biasa. Awalnya, para petani membeli bibit jeruk biasa dari daerah Cikajang, Garut. Mereka mendapatkan bibit langsung dari para petani bibit jeruk seharga Rp 300 per pohon, dengan ketinggian 20 centimeter (cm).
Bibit jeruk ini dibiarkan hingga berusia empat bulan. Setelah empat bulan, bibit jeruk biasa itu kemudian dikawinkan dengan bibit jeruk keprok garut. "Proses perkawinan ini berlangsung sebulan," kata Dadang.
Hasilnya, bibit akan berkembang sebagai tanaman jeruk keprok garut. Setelah usia satu tahun, bibit jeruk ini sudah mencapai ketinggian 1 meter (m).
Menurut Dadang, proses kawin silang jeruk keprok garut ini membutuhkan biaya besar untuk membayar tenaga kerja."Kami harus membayar orang sebesar Rp 50.000 per hari untuk mengurus bibit," ujarnya.
Perawatan ekstra diperlukan, terutama saat proses kawin silang berlangsung. Setelah kawin silang, bibit tetap harus dirawat maksimal agar tetap hidup. Perawatan itu mencakup penyiraman dan pemberian pupuk.
Perawatan juga harus rutin dilakukan, terutama di musim kemarau.  "Kalau musim hujan tidak perlu disiram, tapi harus diusahakan tanahnya tidak tergenang air karena akarnya bisa busuk," ujar Dadang
Petani lain, Agus mengakui, budidaya jeruk keprok garut memang membutuhkan biaya besar. Sama dengan Dadang, ia juga mengupah warga setempat untuk memelihara bibit miliknya.
Upah yang diberikan juga sama, sekitar Rp 50.000 per hari. "Jadi walau omzetnya besar, biaya pemeliharaan juga mahal," ujarnya. Agus mengaku, biaya perawatan agak murah saat musim hujan, karena tidak harus mengupah orang untuk melakukan penyiraman.
Selain itu, bibit juga cepat tumbuh dan sedikit yang mati. Sementara saat kemarau, harus mengupah orang untuk menyiram. Itupun kadang ada saja bibit yang mati atau terhambat pertumbuhannya.
Petani lain, Hendrik juga merekrut warga setempat untuk membantu usaha pembibitan jeruknya. Namun, mereka hanya dilibatkan saat proses kawin silang.
Soalnya, jumlah bibit yang akan dikawinkan mencapai ribuan. Proses kawin silang itu sendiri harus cepat. Tapi setelah itu, Hendrik memilih merawat sendiri tanaman bibit jeruknya.

Sentra Jeruk Garut: Dibeli para pengepul (3)

Berdiri sejak tahun 1980-an, sentra pembibitan jeruk keprok di Desa Situgede, Garut, Jawa Barat sudah kesohor di seantero Pulau Jawa. Selain di Jawa Barat, sentra ini juga sudah dikenal hingga ke beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur
Dadang, petani bibit jeruk di Situgede mengaku banyak memiliki pelanggan di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mayoritas pelanggannya merupakan para pedagang pengumpul (pengepul) yang kemudian menjual lagi ke konsumen di masing-masing daerahnya.
Dadang bercerita, bibit jeruknya langsung habis dipesan setiap kali panen. Masa panen bibit jeruk ini sekitar setahun sekali. "Setiap panen, saya rutin mengirim bibit ke Jawa Tengah dan Jawa Timur," katanya.
Di Jawa Barat, pelanggan Dadang banyak berasal dari daerah Karawang dan Ciwidey. Pelanggan di Jawa Barat ini juga kebanyakan para pengepul.
Para pengepul ini sudah lama bekerjasama dengan para petani bibit jeruk di Situgede.
Setiap musim panen tiba, mereka sudah siap menampung bibit yang dihasilkan para petani. Mereka membeli bibit jeruk dari petani bibit seharga Rp 2.000 hingga Rp 3.500 per bibit. Oleh pengepul, bibit tersebut kemudian dijual lagi dengan harga lebih tinggi.
Lantaran harga dari pengepul agak mahal, beberapa petani jeruk di daerah Jawa Barat ada yang membeli bibit langsung ke Dadang. "Tapi jumlah mereka ini sedikit sekali," ujar Dadang.
Sekali panen, Dadang bisa menjual sebanyak 45.000 bibit jeruk. Dengan jumlah bibit sebanyak itu, ia bisa meraup omzet sekitar Rp 150 juta per tahun.
Petani jeruk lain, Agus juga sudah memiliki pelanggan beberapa pengepul di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Namun, pelanggan terbanyaknya tetap berasal dari daerah Jawa Barat, seperti Karawang dan Ciwidey.
Kadang, Agus juga tetap memasok bibit ke sejumlah petani jeruk di wilayah Garut. "Biasanya, jika pembeli dari Garut, mereka datang memesan langsung dan tidak melalui agen," jelasnya.
Sama dengan Dadang, Agus menjual bibit mulai harga Rp 2.000 hingga Rp 3.500 per pohon. Sekalipun membeli dalam jumlah banyak, harga jualnya tetap di kisaran itu. "Bahkan, kalau kondisi bibit subur dan segar, harganya bisa lebih mahal lagi," ujarnya.
Dalam setahun, Agus bisa menjual sebanyak 26.000 bibit, dengan omzet lebih dari Rp 90 juta. Hendrik, petani lain, lebih mengandalkan penjualan di wilayah Jawa Barat. Ia mengaku, banyak memiliki pelanggan di daerah Garut dan Karawang. "Di wilayah ini, saya sudah memiliki pemborong atau penyalur," ujarnya.
Menurut Hendrik, permintaan bibit jeruk garut masih tinggi di pasar. Banyak petani tertarik membudidayakan tanaman ini lantaran kualitas buahnya tak kalah dari jeruk lain, seperti jeruk medan dan jeruk pontianak.
Lantaran peminatnya banyak, sampai saat ini, Hendrik tak ragu menekuni usaha budidaya bibit jeruk garut. "Setiap panen, pasti selalu ada pembelinya. Sampai sekarang, saya belum pernah sepi pembeli," ujarnya.  
Beda dengan Dadang dan Agus, Hendrik hanya memiliki satu lahan pembibitan seluas sekitar 1.000 meter persegi. Di lahan seluas itu, ia mampu menghasilkan 1.100 bibit jeruk. Ia menjual tiap bibit seharga Rp 3.000.   

(Selesai)
http://peluangusaha.kontan.co.id/news/sentra-jeruk-garut-berburu-jeruk-di-situgede-1/2012/11/08
http://peluangusaha.kontan.co.id/news/sentra-jeruk-garut-bayar-tenaga-warga-2/2012/11/11
http://peluangusaha.kontan.co.id/news/sentra-jeruk-garut-dibeli-para-pengepul-3

2 comments: