Thursday, December 27, 2012

Sentra Rotan Jepara

SENTRA KERAJINAN ROTAN DI DESA TELUK WETAN, JAPARA

Sentra Rotan Jepara: Sentra rotan sejak 1970 (1)

Sentra Rotan Jepara: Sentra rotan sejak 1970 (1)
Selain terkenal sebagai pusat kerajinan mebel kayu, Kabupaten Jepara juga memiliki sejumlah sentra usaha lainnya. Salah satunya adalah sentra kerajinan rotan.
Sentra kerajinan rotan ini berada di Desa Teluk Wetan, Kecamatan Welahan. Di desa ini Anda bisa mendapatkan pelbagai produk kerajinan rotan, mulai dari suvenir hingga mebel rotan.
Desa Teluk Wetan berada di bagian selatan Kabupaten Jepara, dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Demak. Dari arah Semarang, sentra ini berjarak sekitar 5 kilometer (km) setelah melewati Kabupaten Demak menuju Jepara.
Letaknya relatif sulit dijangkau karena tidak berada di pinggir jalan. Anda harus melewati pasar Welahan lebih dahulu untuk menemukan plang bertuliskan "Sentra Anyaman Rotan dan Bambu".
Subhi, salah satu pengusaha rotan di Teluk Wetan, mengatakan, sentra kerajinan rotan ini sudah berdiri sejak tahun 1970-an. Namun, saat itu pemerintah daerah Jepara belum meresmikan Teluk Wetan sebagai pusat kerajinan berbasis rotan.
Baru di tahun 1990-an, pemerintah meresmikan Desa Teluk Wetan sebagai sentra kerajinan rotan. Saat ini, hampir 90% warga desa berprofesi sebagai perajin rotan. "Ada sekitar 50 kios rotan di desa ini," kata Subhi.
Pria berumur 40 tahun ini khusus menjual suvenir berbahan baku rotan, seperti lampu, cermin, dan parsel. Aneka suvenir itu dijual mulai Rp 70.000 hingga Rp 300.000 per unit.
Subhi bisa menjual minimal 450 buah suvenir sebulan.  Dari penjualan tersebut, dia bisa meraih omzet mencapai di atas Rp 100 juta.
Pengusaha kerajinan rotan yang lainnya, Adi Sutanto mengatakan, ada tiga orang warga yang merintis kerajinan rotan di desa ini. Kata Adi, pada tahun 1970-an, ketiga warga desa Teluk Wetan itu mendapat kesempatan mengikuti pelatihan di Filipina.
Di Filipina mereka belajar seluk beluk kerajinan rotan. Sekembalinya ke Jepara, mereka kemudian menyebarkan ilmu yang mereka dapatkan kepada warga Desa Teluk Wetan. "Sejarahnya, tiga orang inilah yang mengajarkan warga desa bagaimana membuat anyaman rotan," kisahnya.
Adi Sutanto khusus membuat mebel dari rotan, seperti meja dan kursi makan, serta meja dan kursi tamu. Dia menjual karyanya Rp 700.000 hingga Rp 3 juta per unit.
Tiap bulan, Adi bisa meraup omzet sekitar Rp 100 juta dari penjualan mebel rotannya. Suryo, perajin rotan lainnya juga fokus membuat mebel rotan. Ia membuat pelbagai produk mebel berbahan baku rotan, seperti meja, kursi, dan lemari.
Produk mebelnya dijual  dengan kisaran harga mulai Rp 500.000 hingga Rp 4 juta per set. "Omzet saya bisa sampai Rp 80 juta sebulan," ucap dia.
Menurut Suryo, mayoritas pengusaha di Desa Teluk Wetan memiliki fokus usaha tersendiri. Ada yang spesialis produsen suvenir, ada juga yang berfokus mebel.
Hal itu sudah menjadi semacam perjanjian tidak tertulis di antara mereka. Mereka pun bisa berbagi rezeki karena segmen pasar masing-masing pengusaha berbeda-beda.

Sentra Rotan Jepara: Beralih ke rotan sintetis (2)

Sentra kerajinan rotan di Desa Teluk Wetan, Kecamatan Welahan, Jepara sudah berdiri sejak tahun 1970-an. Mayoritas warga desa ini memiliki keterampilan menganyam rotan.
Keahlian itu mereka dapat secara turun-temurun. Subhi, salah satu contohnya. Salah satu pengusaha rotan di Teluk Wetan ini mengaku sudah bisa menganyam rotan sejak masih anak-anak. Keterampilan menganyam rotan itu diajari langsung oleh orang tuanya.
Saat ini, Subhi juga mulai mengajari anak laki-lakinya menganyam rotan. “Menganyam sudah menjadi keahlian yang diturunkan dari generasi ke generasi,” ujarnya.
Tahun 1970-an, para perajin rotan di Teluk Wetan masih memakai rotan alam. Namun kini banyak perajin yang beralih menggunakan bahan baku kerajinan dari rotan sintetis.
Toh, Subhi masih setia memanfaatkan rotan alam. Sebab, rotan alam lebih murah daripada rotan sintetis. Dia membeli bahan baku dari depo rotan di Welahan yang saat ini seharga antara Rp 20.000-Rp 25.000 per kilogram (kg).
Dalam sebulan, Subhi bisa mengeluarkan biaya hingga Rp 27 juta untuk membeli  rotan bahan baku pelbagai kerajinan. Sebagai gambaran, satu tempat lampu bisa menghabiskan 3 kg rotan.
Asal tahu saja, tahun sebelumnya dia masih bisa membeli rotan alam seharga Rp 15.000-Rp 17.000 per kg. Dengan kata lain, tahun ini harga rotan alam naik sekitar 33%-66%. Kenaikan harga bahan baku itu menjadi alasannya untuk menaikkan harga jual produk kerajinannya sekitar 30%.
Selain kenaikan harga bahan baku, Subhi juga mengeluhkan pasokan rotan alami yang mulai menipis. Selama ini, pasokan rotan yang dibelinya di depo berasal dari Kalimantan.
Di sisi lain, permintaan rotan alam dari berbagai sentra produksi mebel di Jawa terus meningkat. Mereka pun harus berebut bahan baku berupa rotan alam. Alhasil, sesuai hukum pasar, harga rotan alam pun meningkat pesat.
"Harga rotan juga makin mahal karena ongkos kirim dari Luar Jawa meningkat," katanya. Ini juga yang mengakibatkan banyak perajin rotan beralih menggunakan rotan sintetis.
Salah satu yang beralih ke rotan sintetis adalah Adi Sutanto. Alasannya, rotan sintetis lebih mudah didapat.
Memang, harga rotan sintetis lebih mahal ketimbang rotan alam, yakni  mencapai Rp 45.000 per kg.
Namun, selain mudah didapat, rotan sintetis lebih tahan lama dari rotan alami sehingga bisa dibuat aneka ragam produk. "Rotan sintetis bisa untuk bahan baku mebel luar ruangan karena tahan air," ujarnya.
Rotan sintetis juga dibuat sesuai ukuran mebel dan tak ada sambungan antar rotan.  Produk yang dihasilkan pun tampak lebih rapi

Sentra Rotan Jepara: Ramai pembeli asing (3)

Sentra kerajinan rotan di Desa Teluk Wetan, Jepara, ternyata sudah terkenal hingga ke luar negeri. Banyak turis asing yang melancong ke Indonesia, menyemat diri mengunjungi sentra ini.
Subhi, salah satu perajin rotan, mengatakan kiosnya sering dikunjungi warga asing, terutama dari Jepang. Tujuan utama mereka datang ke Jepara kebanyakan mencari mebel ukir.
Namun, ketika mendengar tentang kerajinan rotan di desa  Teluk Wetan, biasanya mereka tidak melewatkan kesempatan untuk mampir sekaligus belanja.
Bahkan pada tahun 1990-an, Subhi pernah menjalin kerja sama dengan pengusaha asal Jepang. Saat itu, ada pengusaha Jepang yang menanam modal di showroom milik Subhi dan menjadi pembeli tetap produknya.
Namun, kerjasama tersebut putus sekitar lima tahun belakangan. "Ya, seiring dengan adanya pasar global, persaingan kan semakin ketat, enggak bisa bertahan, sehingga kerjasama putus," ujarnya.
Sejak itu, bisnis rotan Subhi mengalami kemunduran. Kalau dulu, ia mempunyai 450 karyawan, kini jumlah karyawannya tinggal tersisa 50 orang saja.
Selain dari Jepang, dulu ia juga sering kedatangan pembeli dari Amerika Latin dan Eropa. Kebetulan, mereka menaruh minat yang tinggi terhadap suvenir berbahan alami, termasuk suvenir berbahan rotan.
Jadi, kalaupun ada suvenir yang sudah peot, mereka masih mau beli karena bahannya asli. "Suvenir-suvenir dengan rotan asli itu yang justru menarik bagi mereka," kata dia.
Selain dari luar negeri, Subhi juga melayani pesanan untuk pasar dalam negeri. Namun, kata Subhi, penjualan di pasar domestik sangat sedikit dan hanya ke kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, dan Medan.
Adi Sutanto, perajin lainnya juga sering mendapatkan pesanan mebel untuk dikirim ke berbagai negara di kawasan Asia dan Eropa. Ia menjaring konsumen dari luar negeri lewat pemasaran internet. "Kebetulan saya suka melakukan promosi di internet," ujarnya.
Namun, Adi tidak mengekspor mebel itu secara langsung. Biasanya, pembeli yang mendatangi showroom-nya, kemudian mengirimkan pesanannya melalui perusahaan ekspedisi di Jakarta.
Menurutnya, sentra kerajinan rotan di Teluk Wetan sempat mencapai puncak kejayaan ketika krisis moneter melanda Indonesia pada tahun 1997. Saat itu, kurs dollar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah melonjak tinggi.
Alhasil harga rotan pun turut melonjak yang tentunya mengerek omzet para pelaku usaha di sentra itu. "Mirip seperti yang terjadi di sentra-sentra lainnya, terutama sentra ukir," katanya.
Pemain lainnya, Suryo mengatakan, persaingan usaha di sentra kerajinan rotan cukup ketat. Pasalnya, harga produk di satu showroom dengan showroom lainnya hampir sama. Makanya, Suryo mengutamakan kualitas, terutama dari segi kerapian dan kerapatan anyaman.
Jadi, meskipun ada mebel rotan yang harganya jauh di bawah produknya, ia tidak takut kalah bersaing. "Biasanya pembeli tidak mengutamakan harga, tapi kualitas anyaman," ujar dia.

http://peluangusaha.kontan.co.id/news/sentra-rotan-jepara-sentra-rotan-sejak-1970-1/2012/12/26
http://peluangusaha.kontan.co.id/news/sentra-rotan-jepara-beralih-ke-rotan-sintetis-2/2012/12/27
http://peluangusaha.kontan.co.id/news/sentra-rotan-jepara-ramai-pembeli-asing-3

No comments:

Post a Comment