Wednesday, December 12, 2012

Dokumen hancur, laba pun meluncur

PELUANG BISNIS PENGHANCUR DOKUMEN

Dokumen hancur, laba pun meluncur

Dokumen hancur, laba pun meluncur

Para pelaku usaha jasa penghancur kertas memang memberikan layanan gratis. Tapi dari dokumen yang dihancurkan, mereka bisa mendapatkan penghasilan yang menjanjikan keuntungan besar. Dalam dua tahun, modal sudah bisa kembali.

Meskipun sekarang ini banyak beredar merek mesin pemusnah kertas atau arsip, ternyata laju bisnis jasa pemusnahan arsip tetap berkibar. Maklum, mesin pemusnahan arsip yang ada di pasar memiliki kapasitas pemusnahan terbatas. Jika jumlah dokumen yang dimusnahkan sudah tersimpan lebih dari lima tahun, bisa dibayangkan jumlahnya yang bisa berton-ton. Tak mungkin lagi dihancurkan dengan mesin kertas dengan kapasitas kecil.

Faktor itu pula yang menyebabkan munculnya usaha jasa pemusnahan dokumen. Usaha ini banyak dimanfaatkan oleh instansi yang memiliki dokumen dalam jumlah besar yang perlu dimusnahkan. Misalnya, dokumen di bank, rumah sakit, atau perusahaan manufaktur.

Pemilik CV Meidea Graha di Surabaya, Idea Airlangga, bilang bahwa dengan menggunakan jasa pemusnah arsip, perusahaan lebih diuntungkan ketimbang bila arsip-arsip itu dihancurkan sendiri. “Kalau memakai jasa kami, biayanya bisa gratis. Kalau dimusnahkan sendiri, mungkin biayanya bisa memakan jutaan rupiah,” kata lelaki yang akrab disapa Angga ini.

Angga memerinci, bila arsip atau dokumen perusahaan yang jumlahnya berton-ton itu dimusnahkan sendiri, ada beberapa biaya yang harus dikeluarkan. Misalnya, biaya angkut arsip ke lokasi penghancuran, tenaga yang menghancurkan, dan sewa lokasi penghancurannya. “Biasanya, kalau dihancurkan sendiri, pihak perusahaan menghancurkannya dengan cara dibakar. Alhasil, merekaharus mencari lokasi yang benar-benar tepat. Jika tidak, repot dan tentu menyebabkan polusi udara,” kata Angga.

Biaya pemusnahan bisa mencapai lebih dari Rp 5 juta. Sementara itu, apabila diserahkan kepada perusahaan jasa penghancur dokumen, perusahaan terima beres dan tidak mengeluarkan biaya sepeser pun.

Gratis? Iya, benar. Lantas dari mana mereka mendapat untung? Rupanya mereka mengharapkan penghasilan dari penjualan limbah serpihan kertas yang telah dihancurkan. Kertas-kertas yang dihancurkan itu biasanya mereka jual ke pabrik kertas untuk diolah kembali.

Karena itulah, perusahaan-perusahaan semakin membutuhkan jasa pemusnahan dokumen. Tak heran bila klien Angga juga semakin bertambah. Antara lain ada BRI, Bank Mandiri, UOB Buana, Indofood, Kompas Gramedia, beberapa rumah sakit di Jawa Timur, dan PT Ajinomoto Indonesia. “Cakupannya masih di wilayah Jawa Timur,” tutur Angga.


Peluang besar

Pemain lain di usaha ini adalah Petra Winardja. Petra yang menjalankan usaha ini di Bogor mengatakan, pemain di bisnis ini belum begitu banyak. “Jumlah pesaing masih sedikit sehingga peluang mendapat kerja sama dengan perusahaan masih terbuka lebar,” tutur Petra yang baru menjalankan usaha ini sekitar dua tahun lalu ini.

Kini, Petra malah mendapat kontrak berkelanjutan untuk menangani penghancuran dokumen beberapa perusahaan. Tapi, pasokan dokumen yang dihancurkan belum banyak.

Senada dengan Petra, Angga juga optimistis layanan usaha ini akan semakin diminati pasar. Selain pemainnya yang masih terbatas, kapasitas mesin pemusnahan arsip yang dimiliki pelaku di bisnis juga terbatas.

Angga mengakui juga bahwa kapasitas mesin yang dimilikinya masih terbatas. Satu orang klien biasanya menyerahkan dokumen seberat 7 ton. Dalam sebulan, dia bisa mendapatkan 3 klien hingga 4 klien. Biasanya untuk menghancurkan kertas seberat 7 ton butuh waktu sekitar satu minggu. “Pernah juga dapat order 25 ton sekaligus. Bahkan, kalau bank-bank yang order bisa sampai 125 ton hingga 135 ton,” ujar Angga yang mengklaim bahwa pendapatannya cukup fluktuatif.

Angga bilang, selain masalah kapasitas mesin, yang cukup memakan waktu adalah ketika harus memilah-milah jenis kertas yang harus dihancurkan. Petra menambahkan, pekerja harus memilah kertas berdasarkan jenis, ukuran, dan warna. Tiap hari, seorang pekerja bisa memilah 70 kilogram (kg) hingga 80 kg kertas. Tapi, jika dokumen yang diperoleh adalah kertas kecil seperti kertas struk, tiap pekerja cuma bisa memilah 20 kg hingga 50 kg per hari.

Kapasitas mesin pemusnah yang dimiliki Angga sekitar 500 kg atau setengah ton per hari. Maklum, mesin ini hasil desain  dan rakitan sendiri. Belum ada produsen lokal yang menjual  alat ini. Yang ada adalah mesin impor dari Jerman berkapasitas sekitar 1 ton per hari. Tapi, harganya mahal, sekitar Rp 500 juta. Sementara, jika membuat sendiri, biayanya sekitar Rp 25 juta. Mesin itu bisa dibuat di bengkel bubut biasa.

Meski berkapasitas kecil, Angga bilang justru diuntungkan. Sebab, mesin tersebut bisa mobile. Artinya, si klien tidak perlu repot untuk mengantarkan arsip-arsipnya ke lokasi. “Kami akan datang ke gudang mereka dan akan kami hancurkan ke sana. Lebih praktis. Kalau pakai mesin buatan Jerman yang ukurannya besar, kami tidak bisa mobile dan si klien akan mengeluarkan banyak biaya,” kata Angga. Karena itu pula, layanan jasa yang ditawarkannya ini lebih diminati oleh klien. Sebab klien tidak perlu mengeluarkan biaya.


Layanan gratis    

Nah, perlu diketahui, tidak semua kertas bisa dihargai mahal di pabrik kertas. Jadi, jenis kertas yang diperoleh sangat berpengaruh terhadap omzet. Nilai jenis kertas putih seperti HVS paling tinggi. Di pasar, harga jualnya Rp 1.500 hingga Rp 2.000 per kg. Sedangkan untuk kertas berwarna, karbon,  dan kertas struk berukuran kecil, harganya hanya mencapai separuh harga kertas HVS.

Petra bercerita, proporsi dokumen yang didapat biasanya kertas HVS 70% dan kertas berwarna 30% atau malah sebaliknya. Akibatnya, penghasilan yang diperolehnya juga turun naik. Dalam sebulan, Petra bisa memperoleh pasokan normal sebesar tiga ton dokumen per bulan. Tapi, terkadang dia bisa menerima proyek besar. Contohnya, belum lama ini Petra memperoleh order dari toko mebel di Kota Bogor sebanyak 40 ton kertas.

Jika menangani proyek kakap, Petra bisa menikmati pendapatan besar. Namun, syaratnya jenis kertas yang diterima harus baik. Asumsinya, jika dari 40 ton itu dokumen jumlah kertas putih berukuran HVS mencapai 70%, pendapatan kotor yang diperoleh pengusaha bisa mencapai Rp 56 juta per proyek. Petra bilang, bisnis ini menjanjikan keuntungan besar asal yang menjalankan mampu memperoleh kerja sama dengan banyak perusahaan untuk penanganan pemusnahan dokumen.

Sementara itu, Angga mengaku dalam sebulan paling tidak minimal bisa mengantongi omzet sekitar Rp 30 juta.  “Dari omzet segitu, saya bisa mendapatkan keuntungan bersih Rp 10 juta,” kata Angga yang baru menjalankan usaha ini sekitar empat tahun.


Permodalan

Untuk menjalankan usaha ini, Anda tidak perlu membutuhkan keahlian khusus. Yang jelas, Anda perlu memiliki gambaran calon-calon klien yang akan disasar di kota tempat Anda menjalankan usaha. Selain itu, Anda juga harus melakukan survei ke pabrik kertas atau pengepul kertas yang mau menampung hasil kertas yang telah dihancurkan.

Terkait dengan permodalan, dana paling besar dipakai untuk investasi mesin penghancur. Angga bilang, satu mesin penghancur sederhana yang dibuat di bengkel bubut hanya menghabiskan dana Rp 25 juta. Paling tidak, Anda butuh empat mesin. Anda juga harus memiliki genset penggerak mesin dan mobil pikap untuk mengangkut mesin dan kertas ke lokasi klien. “Soal penampungan,

kita bisa sewa gudang. Ukuran awal minimal 100 meter persegi. Gudang ini perlu untuk mengantisipasi klien yang tidak memiliki gudang untuk menghancurkan dokumen,” jelas Angga.

Selain itu, Anda juga harus mengeluarkan modal untuk mengurus legalitas dan perizinan usaha. Nilainya hanya sekitar Rp 2 juta. Paling tidak, modal yang harus Anda siapkan sekitar Rp 200 juta. “Kalau sekarang, modal saya sudah kembali,” kata Angga.

Terkait dengan tenaga kerja, Anda juga tidak perlu membutuhkan keahlian khusus. Lulusan sekolah menengah atas pun bisa menjadi karyawan. Sebab, operasional bisa ditangani sendiri, karyawan dibutuhkan untuk eksekusi lapangan saja. Angga bilang, di Jawa Timur, upah karyawannya per hari Rp 50.000. “Saat ini saya memiliki 10 pekerja tetap,” katanya.

Selain untuk membayar tenaga kerja, setiap bulan Anda juga harus mengeluarkan dana untuk membeli kemasan berupa karung atau kotak kayu untuk mengemas dokumen-dokumen yang sudah dihancurkan. Anda juga harus menyisihkan duit untuk membeli bensin sebagai bahan bakar genset maupun untuk keperluan transportasi. “Kebetulan saya mendapatkan sewa gudang murah, cuma Rp 25 juta per tahun. Gudang harus jauh dari pemukiman warga supaya tidak mengganggu mereka,” kata Angga.

Menurut Petra, lokasi usaha juga mempengaruhi jumlah pasokan. Semakin dekat lokasi usaha dengan kawasan perkantoran atau industri, potensi pasokan dokumen makin besar. Alasannya, kebanyakan perusahaan pengguna jasa penghancur kertas ingin menyaksikan secara langsung proses pemusnahan dokumen. Tujuannya untuk memastikan kerahasiaan perusahaan yang ada dalam dokumen tetap terjamin. Jika lokasi penghancuran semakin dekat, klien makin percaya dengan jasa yang ditawarkan lantaran lebih mudah dipantau.     

http://peluangusaha.kontan.co.id/news/dokumen-hancur-laba-pun-meluncur

No comments:

Post a Comment