Tuesday, February 21, 2012

Belajar dari Starbucks

Views :643 Times PDF Cetak E-mail
Selasa, 21 Februari 2012 09:01
starbuck0212Kopi boleh sama rasa tapi suasana menikmatinya akan memberikan pengalaman yang berbeda. Karena itu, menyebut Starbucks, tak cukup menggambarkan rasa kopinya, tetapi juga gambaran layanan yang dikerjakannya.

Penulis buku The Starbucks Experience Joseph A. Michelli punya gambaran tentang ini. "Mereka (Starbucks) membantu kita memahami manfaat yang diperoleh jika sebuah perusahaan menganggap hubungan antarmanusia sebagai prioritas," katanya. Hasilnya, budaya Starbucks menyebar ke seluruh dunia dan gerainya berdiri di mana-mana.  Kuncinya adalah layanan bijak dan itu dilakukan para juru tombaknya, para barista di setiap gerainya. Berikut keunggulan Starbuck yang patut Anda tiru:

Ramah

Di Starbucks, ramah adalah cara utama untuk menjadikan kunjungan pelanggan sebagai permulaan yang positif. Di antara bentuk keramahan itu adalah para barista menyambut seseorang dengan menyebut nama dan mengingatnya dari kunjungan ke kunjungan. "Saya selalu berusaha melakukan pekerjaan sebaik mungkin. Salah satu caranya adalah mengingat nama dan minuman orang dan nama anjing mereka dan di mana sekolah anak mereka dan segala hal yang bisa saya ketahui dari mereka," ujar seorang barista.

Tulus

Kisah barista Angela contohnya. Suatu kali ada seorang perempuan masuk dengan wajah kalut ke gerai Starbucks di mana ia bekerja. Lalu memesan kopi. Perempuan itu seperti mau menangis. Angela mencoba mengajaknya bicara, sambil menawarkan pilihan secangkir kopi terbaik. Ternyata perempuan itu sedang menghadapi masalah. Ketika kopi itu datang, Angela menyebutkan bahwa kopi itu hari ini gratis buatnya. "Dia senang sekali. Dia pergi dan kami tidak terlalu memikirkannya karena kami bahagia telah membuatnya bahagia," ujar Angela.

Beberapa waktu kemudian perempuan itu mengirimkan bunga ke gerai itu dan berterima kasih karena sekarang masalahnya sudah selesai. Setelah itu ia jadi pelanggan tetap Starbucks.

Perhatian

Perhatian tak hanya ditujukan pada pelanggan tetapi pada "orang lain". Orang lain di sini berarti pelanggan, pelanggan potensial, pengkritik, mitra kerja, pemegang saham, manajer, staf pendukung, petani, mereka yang memanen kopi, penjual, dan bahkan lingkungan. Untuk tingkat gerai, para mitra selalu mencari cara untuk memperhatikan lingkungan lokal dan masalah-masalah sosial di sekitarnya lalu berpartisipasi di dalamnya.

Berwawasan

Di era informasi ini, apapun pekerjaannya, menambahkan nilai pada kerja keras terjadi ketika kita mendulang wawasan yang berkaitan dengan pekerjaan. Ketika kita memiliki lebih banyak informasi, nilai kita dalam bisnis, kepercayaan diri, dan pengaruh nyata kita pada orang lain juga meningkat. Semakin tinggi pengetahuan karyawan terhadap suatu produk, semakin besar dampak yang bisa ia berikan dalam kehidupan seorang pelanggan.

Peduli

Peduli berarti berpartisipasi aktif dalam gerai, dalam perusahaan, dan dalam masyarakat. Dalam dunia yang serba cepat seperti sekarang, bisnis tidak memiliki masa depan cerah jika karyawannya bersikap cuek dengan melakukan tindakan secukupnya saja. Bisnis sukses berkembang dengan pesat sebagai hasil dari keringat dan air mata para kolega yang paham cara mendekap peluang yang cepat.

Beberapa orang memandang perusahaan sebagai sebuah pulau tersendiri, terpisah dari komunitas dan masyarakat secara keseluruhan. Starbucks paham bahwa sebuah perusahaan, sebesar atau sekecil apa pun, bisa menjadi aset bagi komunitas yang dilayaninya. Di sanalah perlunya kepedulian.

Dengan memiliki konsep seperti itu, Starbucks bisa dengan cepat menyebar ke mana-mana. (*/www.andriewongso.com)

Sumber:
http://ciputraentrepreneurship.com/index.php/tips-bisnis/37-advise/14594-belajar-dari-starbucks.html

No comments:

Post a Comment