Friday, January 11, 2013

Sentra Tape Ketan Kuningan

SENTRA PEMBUATAN TAPE KETAN DI DESA CIBEUREUM, KUNINGAN

Sentra Tape Ketan Kuningan: Berdiri sejak 1970 (1)

Sentra Tape Ketan Kuningan: Berdiri sejak 1970 (1)
Tape ketan terkenal sebagai salah satu makanan khas Kuningan. Hampir semua toko yang menjual makanan khas Kota Kuningan  menjajakan tape ketan.
Dikemas dalam sebuah ember plastik berwarna hitam, tape ketan bisa Anda bawa pulang sebagai oleh-oleh khas Kuningan. Sebagian besar tape ketan yang dijual di Kuningan berasal dari Desa Cibeureum, Kecamatan Cibeureum.
Desa ini terletak sekitar 30 kilometer dari pusat Kota Kuningan. Di kampung ini ada belasan pelaku usaha tape ketan. Oyoh, salah satu pengusaha tape ketan, bilang, sebagian warga desanya sudah mebuat tape ketan sejak 1970-an silam.
Oyoh sendiri sudah menekuni usaha ini mulai 1980-an. Sebagai pemain lama, ia termasuk pengusaha tape ketan besar di Desa Cibeureum. "Saya sudah 25 tahun membuat tape ketan," ungkap dia.
Menurut Oyoh, permintaan tape ketan khas Kuningan masih tinggi hingga saat ini. Makanya, selama puluhan tahun ia terus menggantungkan hidup dari usaha ini.
Dalam sehari, Oyoh memproduksi satu kuintal tape ketan. Tape ketan itu dia kemas dalam 50 ember ukuran besar dan kecil
Sebelum ditaruh di dalam ember, tape ketan sudah dibungkus dengan daun jambu. Untuk ember kecil, harganya Rp 40.000, sedang ember besar  Rp 50.000.
Selain dijual dalam ember, Oyoh juga menjual dalam kemasan plastik bening berbentuk kotak. Dengan jumlah produksi sebanyak itu, ia bisa meraup omzet rata-rata Rp 2,5 juta hingga Rp 3 juta per hari.
Pemain lainnya, Elis yang rumah produksinya berjarak sekitar 20 meter dari rumah produksi tape ketan milik Oyoh mengaku telah menekuni usaha pembuatan tape ketan sejak 1970-an.
Dalam sehari, ia memproduksi satu kuintal tape ketan dan menghabiskan biaya bahan baku sebanyak Rp 1,25 juta, dengan asumsi harga beras ketan per kilogram sebesar Rp 11.500.
Namun, "Biaya bahan baku itu baru kami bayar setelah produk kami terjual," paparnya. Sama dengan Oyoh, tape ketan buatan Elis berbanderol harga Rp 40.000 untuk ember kecil dan Rp 50.000 untuk ember besar.
Menurut Elis, semua tape ketannya ia kemas dalam ember yang mencapai 100 buah. Dalam sehari, dia berhasil menjual semua ember tape ketannya. "Semua saya masukkan ke ember dan jarang dimasukan dalam kotak plastik," ujarnya.
Berkat usahanya ini, Elis bisa meraup omzet sekitar Rp 3 juta hingga Rp 4 juta  per hari. Kendati omzetnya gede, ia mengeluarkan biaya produksi yang juga besar.
Selain biaya pengadaan bahan baku ketan, dia pun mesti membayar tenaga karyawannya. "Saya memiliki delapan karyawan," tambah Elis.
Ia menggaji setiap karyawannya sebesar Rp 25.000 per orang per hari. Para karyawannya bekerja mulai dari pagi hingga menjelang sore hari.
Senada dengan Oyoh, Lilik, pengusaha tape ketan lainnya, mengatakan, permintaan tape ketan asal Desa Cibeureum masih tinggi. Apalagi, sebagian besar sudah memiliki pelanggan tetap. Lilik sendiri memproduksi setengah kuintal tape ketan per hari dengan omzet Rp 2 juta.

Sentra Tape Ketan Kuningan: Berebut karyawan (2)

Sentra pembuataan tape ketan di Desa Cibeureum, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat sudah berdiri sejak tahun 1970-an. Selama puluhan tahun, sentra ini menjadi rujukan pedagang tape ketan di hampir seluruh wilayah Kabupaten Kuningan dan luar kota.
Tak heran, bila perajin tape ketan di desa tak pernah sepi pembeli. Bahkan, pada musim-musim tertentu, seperti menjelang Lebaran, Natal dan tahun baru, serta liburan panjang, mereka harus melipat gandakan jumlah produksi.
Di musim-musim itu, mereka kerap berebut tenaga kerja. Ibu Oyoh, salah seorang perajin tape ketan mengatakan, tidak semua orang memiliki keahlian membuat tape ketan.
Pasalnya, membuat tape ketan perlu keterampilan khusus. Makanya, perlu belajar dulu sebelum membuat tape ketan. "Sementara pada musim Lebaran, permintaan tape ketan cukup tinggi,” imbuhnya.
Jika pada hari biasa, Oyoh memproduksi sebanyak satu kuintal tape ketan, tapi menjelang lebaran, produksinya bisa mencapai tiga kuintal tape per hari.
Tentu, untuk meningkatkan jumlah produksi itu butuh tambahan tenaga kerja hingga tiga kali lebih banyak dari hari biasa. Persoalannya, hampir semua perajin juga menggenjot produksinya.
Sementara tidak semua warga desa memiliki keahlian membuat tape. Ahasil, sebagian perajin kerap kekurangan tenaga pekerja.
Untuk mengantisipasi kekurangan karyawan, Oyoh biasanya membujuk keluarga karyawan yang setiap hari bekerja di tempatnya untuk bergabung. Dengan demikian, Oyoh bisa mencapai target produksi saat Lebaran tiba.
Kesulitan tenaga kerja saat permintaan sedang tinggi juga dirasakan Elis, pemilik rumah produksi tape katan lainnya. Ia bilang, rebutan tenaga kerja sudah menjadi persoalan klasik menjelang Lebaran.
Pasalnya, setiap kali menjelang Lebaran, banyak pelanggan yang tiba-tiba memesan tape ketan dalam jumlah banyak.
Selain itu, toko-toko penjual tape ketan di Kuningan meningkatkan jumlah pesanan mereka.
Pesanan tape ketan melonjak saat Lebaran karena banyak warga asal Kuningan yang mudik alias pulang kampung. Nah, banyak dari mereka yang membawa tape ketan sebagai oleh-oleh khas Kuningan saat pulang kembali ke kota tempatnya bermukim.
Saat lebaran, Elis bisa memproduksi dua kuintal tape ketan per hari. Jumlah itu meningkat dua kali lipat dibandingkan hari biasa yang hanya satu kuintal.
Permintaan tape ketan juga meningkat menjelang perayaan Natal dan tahun baru juga. "Namun, peningkatannya memang tidak setajam Lebaran," ujar Elis.
Lilik, perajin tape ketan lainnya mengakui, sulitnya mendapatkan karyawan menjelang hari-hari besar. Penyebab utamanya, jumlah perajin tape di Cibeureum cukup banyak. "Sudah pasti rebutan kalau jelang Lebaran," ujarnya.

Sentra Tape Ketan Kuningan: Modal terbatas (3)

Sentra produksi tape ketan di Desa Cibeureum, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, sudah kesohor. Selain dari Kota Kuningan sendiri, para produsen tape di desa ini kerap mendapat order dari luar kota, seperti Cirebon.
Oyoh, salah seorang produsen tape di Desa Cibeureum mengaku kerap mendapat pesanan dari luar kota. Bahkan, saking banyaknya order, ia kerap kewalahan melayaninya.
Soalnya, kapasitas produksi tape ketan Oyoh terbatas. Dalam sehari, ia hanya mampu memproduksi satu kuintal tape ketan. Sementara permintaan jauh di atas itu. Makanya, tak jarang ia menolak pesanan, terutama dari luar kota.
Kebanyakan konsumen luar kota ini merupakan pedagang makanan juga. "Melayani pesanan pelanggan yang ada di daerah Kuningan saja, saya sudah kewalahan," kata Oyoh.
Selain pemilik toko kue, pedagang makanan di pasar-pasar tradisional di Kuningan juga banyak yang menjadi pelanggannya.
Sebenarnya, Oyoh sangat ingin menaikkan kapasitas produksinya.
Namun, karena keterbatasan modal, sulit baginya untuk menggenjot produksi. Oyoh mengaku, selama ini, dukungan pemerintah daerah juga sangat minim.
"Padahal, bila dikembangkan, produk ini bisa menjadi salah satu pendorong perekonomian di Kabupaten Kuningan," ujarnya.
Sampai saat ini, untuk permodalan, Oyoh memilih meminjam ke bank. Selain itu, ia juga menjalin kerjasama dengan para pedagang beras ketan di daerah Kuningan.
Dalam kerjasama ini, ia boleh mengambil beras ketan dan membayarnya setelah produksi tapenya terjual. Elis, produsen tape ketan lainnya bilang, kesulitan permodalan dialami hampir oleh semua produsen tape di Cibeureum.
Selain dari kocek sendiri, sebagian besar perajin juga mengandalkan modal dari pinjaman bank. "Termasuk saya juga, walaupun bunganya cukup tinggi," ujarnya.
Elis mengakui, selama ini, usaha tape ketan di Cibeureum minim dukungan pemerintah. Seingatnya, pernah sekali pemerintah memberi bantuan permodalan. "Saat itu, masih di zaman Presiden Soeharto," ujarnya.
Setelah Orde Baru tumbang, Elis dan para produsen tape ketan lainnya tidak pernah mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah lagi.
Agar tetap bertahan, mereka memilih meminjam ke bank atau berutang bahan baku beras ketan ke pedagang. "Setelah tape ketan terjual, baru kami melunasi," katanya.
Namun, untuk bahan baku lainnya, seperti daun jambu atau ragi, produsen harus membayar di muka. Untuk daun jambu, misalnya, mereka membeli seharga Rp 3.000 per 100 lembar.
Perajin lainnya, Lilik juga mencari pinjaman di bank buat modal usaha. Ia juga mengaku, tak pernah mendapat perhatian atau bantuan dari pemerintah daerah. "Jadi, kami semua mandiri," ujarnya.

http://peluangusaha.kontan.co.id/news/sentra-tape-ketan-kuningan-berdiri-sejak-1970-1/2013/01/02
http://peluangusaha.kontan.co.id/news/sentra-tape-ketan-kuningan-berebut-karyawan-2/2013/01/03
http://peluangusaha.kontan.co.id/news/sentra-tape-ketan-kuningan-modal-terbatas-3

No comments:

Post a Comment