Saturday, October 30, 2010

Membangun Makna dalam Bisnis Ala Guy Kawasaki

PDF Cetak E-mail
Jumat, 29 Oktober 2010 10:21
Sebagian besar entrepreneur baru termasuk mungkin sebagian dari kita memulai usaha dengan semangat membara untuk sebanyak mungkin meraup rupiah, membukukan sebanyak-banyaknya keuntungan dan berekspansi dengan agresif. Namun, pernahkah kita bertanya apakah inti dari entrepreneurship itu?

guy_kawasakiGuy Kawasaki dalam paparan singkatnya menyatakan dengan lugas bahwa inti dari entrepreneurship itu bukanlah semata-mata semangat mencari keuntungan materi. Berikut kutipan dari Guy Kawasaki yang patut dicamkan bagi kita semua yang hendak mendirikan usaha:

“If you make meaning, you PROBABLY make money. But if you set out to make money, you WON’T probably make meaning and you WON’T make money.”
Dengan kata lain jika kita berusaha untuk membangun makna melalui usaha kita, ada kemungkinan kita bisa meraup untung. Sebaliknya bila kita terlalu fokus pada tujuan meraup untung, maka kita  harus menghadapi 2 risiko sekaligus sepanjang mengelola usaha: tidak bisa membangun makna dan tidak bisa meraup untung.

Membangun makna dalam hal ini ialah memiliki misi untuk menjadikan dunia menjadi lebih baik. Misi ini tentunya lebih dalam dan jauh daripada hanya sekedar mencetak untung. Berikut ini merupakan tiga cara yang menurut Guy Kawasaki bisa ditempuh untuk membangun makna dalam entrepreneurship:

1. Tingkatkan kualitas kehidupan Sebuah usaha yang memiliki kualitas kehidupan akan cenderung bisa bertahan dan berkembang daripada sebuah usaha yang hanya sekadar berorientasi profit.

2. Luruskan yang bengkok

Anda dapat memulai sebuah usaha dengan tujuan untuk membenarkan apa yang belum benar. Misalnya, kurang menggembirakannya minat baca di masyarakat bisa kita gunakan sebagai celah bisnis dengan menjual buku-buku bekas yang terjangkau.

3. Mencegah sesuatu yang baik dari kemusnahan

Saat Anda memulai sebuah usaha, temukan sesuatu yang baik namun terancam keberlangsungannya  dalam waktu  dekat. Misalnya menjaga ketersediaan lahan hijau di sekitar tempat tinggal Anda dengan membuka sebuah usaha pembibitan dan pembuatan taman dengan konsep yang unik dan berbeda.

Nah, jika Anda ingin membuka sebuah bisnis, saatnya Anda membangun pondasi yang kokoh bagi bisnis Anda di masa datang. Dan bagi Anda yang sudah memiliki bisnis, saatnya menggunakan saran Guy Kawasaki di atas untuk mengevaluasi arah usaha Anda.

Sumber:
http://ciputraentrepreneurship.com/tips-bisnis/47-memulai-bisnis/4615-membangun-makna-bisnis-ala-guy-kawasaki.html

Friday, October 15, 2010

6 Tips Menangani Pelanggan yang Sulit

6 Tips Menangani Pelanggan yang Sulit PDF Cetak E-mail
Kamis, 14 Oktober 2010 10:07
pelayanan_konsumenPelanggan adalah raja. Adagium alias pepatah tersebut selalu terngiang di benak para entrepreneur yang ingin usahanya tumbuh dengan pesat. Mengerti kemauan pelanggan dan mampu memanjakan mereka hampir selalu menjadi sebuah keniscayaan bagi entrepreneur yang ingin sukses. Akan tetapi, tidak semua pelanggan mampu mengutarakan keluhan, kritik, maupun sarannya dengan bijak kepada kita.

Kurt Newman, seorang pakar penjualan mengungkapkan 6 tips yang memungkinkan kita dengan lebih mudah menangani kasus-kasus yang melibatkan pelanggan-pelanggan dengan kepribadian yang lebih sulit dan rumit dari kebanyakan orang.

Jangan ditanggapi dengan emosionalKesabaran menjadi poin penting di sini. Menghadapi seorang pelanggan yang sulit acap kali membuat kita kehilangan kesabaran. Mereka boleh saja berkata-kata kasar dan bernada tinggi atau mengirimkan sebuah surel bernada provokatif kepada kita tetapi kita tidak seharusnya berbuat serupa pada mereka (walaupun sebenarnya kita bisa). Selalu ingat bahwa dengan bereaksi secara emosional terhadap ucapan pelanggan, kita hanya akan menambah rumit keadaan. Merespon secara reaktif hanya akan membuat akal sehat kita melemah dan akhirnya tidak bisa berpikir jernih. Akan lebih parah lagi jika respon reaktif kita akan menyulut percekcokan dengan pelanggan dan menimbulkan perdebatan yang sebenarnya tidak rasional dan tidak relevan dengan inti masalah yang sebenarnya.

Selain itu, jangan menganggap apa yang diutarakan pelanggan yang sulit ini sebagai serangan terhadap diri Anda secara pribadi. Di sini kita berada di dalam lingkungan dan konteks bisnis, sehingga berpikir dan bersikaplah layaknya seorang duta besar bagi sebuah negara (baca: perusahaan kita). Dalam kondisi apapun, hindari tindakan tercela yang dapat merugikan perusahaan dalam jangka panjang, bukan malah mengejar kepuasan sesaat karena telah dapat membalas kekurangsopanan pelanggan dan sebagainya.

Pujilah pelanggan

Berikan pujian kepada pelanggan karena mereka telah melakukan upaya untuk menghubungi kita. Hargai usaha itu karena pada dasarnya masukan mereka walaupun menyakitkan pastinya akan memberikan kontribusi positif bagi perbaikan produk atau jasa yang kita tawarkan ke pasar. Jadi alangkah baiknya jika kita memberikan pengarahan bagi pegawai di jajaran terdepan (front liners) yang berhubungan langsung dengan pelanggan untuk bisa memuji pelanggan terutama yang sulit untuk dihadapi dengan memberikan pujian terlebih dahulu. Secara emosional, pujian juga akan menurunkan emosi pelanggan.

Dengarkan pelanggan dengan sungguh-sungguh

Kebanyakan dari kita mungkin hanya mendengarkan pelanggan dengan sepintas, atau bahkan lebih buruk lagi, kita berpura-pura mendengarkan dan mengerti apa masalah mereka. Strategi usang dengan menutup diri kita secara emosional saat menghadapi pelanggan yang marah sudah harus diubah karena tidak memecahkan masalah. Cara konvensional semacam ini hanya akan memberikan penundaan bagi penyelesaian masalah dan tidak pernah benar-benar menyelesaikannya.

Tindakan yang paling penting ialah dengarkan keluh kesah mereka, walaupun itu sangat emosional dan membuat kita hampir kehilangan kendali. Saat pelanggan telah melepaskan segala amarah dan keluh kesahnya, biasanya mereka akan mulai mampu untuk tenang, menguasai diri dan berpikir lebih jernih. Pada saat-saat seperti itulah, Anda mulai bisa mengajak berdiskusi lebih rasional. Dengan tingkat emosi yang lebih stabil setelah menumpahkan amarah, pelanggan akan mampu menceritakan permasalahan dengan lebih baik dan kita akan lebih mampu mengidentifikasi inti permasalahan (dan memisahkannya dari hal-hal lain yang kurang penting).

Berempatilah kepada pelanggan dengan bertanya

Tanyakan dengan nada lembut dan bersahabat kepada pelanggan tentang rincian permasalahan yang ingin mereka kemukakan. Rumus “who, when, why, where, what” dan “how” berlaku di sini. Dengan menunjukkan empati kepada pelanggan, kita juga membuat mereka merasa lebih nyaman dan jauh lebih terbuka dibanding jika kita menanggapi dengan dingin, kaku, dan tanpa empati. Penting juga untuk mencatat dengan sungguh-sungguh apa saja hal yang menjadi poin penting dalam uraian pelanggan. Ini juga memberikan kesan bahwa kita menanggapi permasalahan mereka dengan serius dan beritikad baik untuk menyelesaikannya semampu kita. Berusahalah untuk selalu memelihara pandangan mata kita dengan pelanggan karena tatapan mata langsung terhadap pelanggan mencerminkan perhatian penuh terhadap apa yang mereka sedang sampaikan.

Berikan pemecahan dan mintalah masukan dari pelanggan

Mayoritas pelanggan akan merasa apatis dan tidak sabar saat kita mengatakan pada mereka, “Maaf tunggu sebentar, saya akan kembali untuk memberitahukan solusi masalah Anda”. Hal ini lebih dipicu karena pengalaman buruk sebelumnya tentang bagaimana keluhan ditanggapi oleh orang yang kurang simpatik dan kurang profesional.

Untuk mendapatkan solusi, kita harus mempertimbangkan beberapa faktor, seperti apakah kita mampu memberikan solusi sesuai dengan bidang dan level kewenangan kita. Kadang ada tipe-tipe masalah yang tidak bisa kita berikan pemecahan sendirian karena dibutuhkan persetujuan dan pendapat atasan atau orang lain yang lebih berkompeten/ senior dalam hal tersebut. Dan kemudian berjanjilah untuk menghubungi mereka kembali (jika memang terlalu lama untuk ditunggu di tempat) dalam jangka waktu tertentu, misalnya 1 atau 2 hari setelahnya bergantung kepada kompleksitas permasalahan yang dihadapi.

Dan bila memang sudah buntu atau kita sendiri tidak bisa memecahkannya dengan baik, kita bisa mengajak pelanggan berdiskusi tentang bagaimana sebaiknya masalah tersebut dipecahkan. Pelanggan kadang memiliki usulan yang masuk akal dan praktis untuk itu, misalnya dengan mengembalikan sebagian atau seluruh uang yang dibayarkan pelanggan untuk mendapatkan produk atau jasa kita. Dan perlu sekali kita katakan setelah memberikan kembali uang tersebut (refund) bahwa kita akan memperbaiki sistem atau meningkatkan kualitas produk/ jasa yang ada sehingga pelanggan lain tidak mengalami masalah yang serupa.

Tindak lanjut

Tindak lanjuti apa yang sudah dilakukan sebelumnya misalnya dengan mengirimkan sebuah kartu ucapan terima kasih kepada pelanggan yang telah bersedia bersusah payah menemui atau menghubungi kita untuk memberitahukan masalahnya. Untuk lebih memberikan kesan dekat dan hangat, tulislah kartu ucapan itu dengan tulisan tangan, bukan diketik atau diprint dengan komputer. Atau alternatif lain ialah dengan mengirimkan email. Namun tentu saja email akan terkesan lebih kaku dan dingin, tetapi lebih baik daripada tidak menindaklanjuti sama sekali.

Sumber:
http://ciputraentrepreneurship.com/tips-bisnis/53-pelayanan-konsumen/4284-6-tips-menangani-pelanggan-yang-sulit.html

Tuesday, October 12, 2010

Jangan Biarkan Bisnis Mengubah Anda Menjadi Zombie

Views :2494 Times PDF Cetak E-mail
Selasa, 12 Oktober 2010 13:06
Bisnis Anda seakan-akan hendak mengubah Anda menjadi sebuah zombie atau mayat hidup, dan yang paling buruk ialah Anda tidak menyadari bahaya ini.

zombie_bizSebagian besar orang karyawan dipekerjakan karena mereka memiliki vitalitas dalam pribadi mereka yang menjadi cermin kepribadian yang hidup, berpikiran kreatif, memiliki gaya komunikasi tersendiri, hadir, sadar, memiliki rasa ingin tahu serta selera humor yang tiada duanya. Namun, kemudian perubahan kebiasaan dan budaya terjadi perlahan-lahan seiring dengan terjadinya masuknya seorang individu ke lingkungan sebuah perusahaan. Jelas sudah bahwa semua karyawan yang bertahan di sana hanya berfokus pada hasil secara umum dan efisiensi. Mereka bekerja dalam waktu yang panjang. Bahkan harus mengorbankan waktu istirahat mereka di rumah. Mereka membalas email saat orang lain terlelap. Mereka menjawab panggilan telepon saat harus berolahraga di pagi hari. Mereka lembur tanpa kenal lelah dan menghabiskan waktu untuk bekerja di akhir minggu.

Saat bekerja, mereka biasanya hanya merespon daripada secara aktif bergerak mendahului situasi yang ada. Dengan kata lain, hanya akan ada tindakan jika ada masalah. Jika tidak ada masalah di depan mata, maka tidak perlu melakukan apapun. Tingkat kreativitas mereka merosot drastis, dan mereka hanya menghabiskan lebih sedikit waktu untuk mengevaluasi apa saja yang telah dicapai atau dilakukan. Mereka lebih sedikit tersenyum apalagi tertawa saat bekerja. Semakin lama mereka terlihat lebih seperti orang lain di kantor, ciri khas mereka sebagai individu memudar. Mereka tak segan dan mulai meniru segala ucapan pimpinan tetapi dengan antusiasme yang jauh lebih lemah. Dan yang paling memprihatinkan, cara untuk menaiki jenjang karir yang lebih tinggi bukanlah dengan bekerja lebih baik daripada atasan. Kilatan semangat di mata mereka telah meredup bahkan benar-benar padam. Akhirnya mereka seolah berubah menjadi sekumpulan mayat hidup.

Budaya korporat zombie seperti ini biasanya muncul karena ketakutan akan ditegur oleh atasan atau dipecat sewaktu-waktu tanpa peringatan, yang pada gilirannya menebar teror dan ketakutan di seluruh karyawan dan memaksa mereka mengorbankan lebih banyak waktu dan tenaga yang mereka miliki, berusaha menjadi lebih setia, dan mengorbankan prestasi agar posisi mereka menjadi lebih aman di saat krisis melanda.

Mengapa kita harus membahas masalah ini sekarang? Karena budaya korporat zombie seperti ini bisa membuat kita kurang produktif di saat resesi dan penurunan jumlah karyawan saat ketakutan akan kehilangan pekerjaan mencapai puncak tertinggi.

Jadi apakah yang harus kita lakukan untuk menghindari atau meminimalkan risiko terjadinya budaya semacam ini di dalam perusahaan atau organisasi yang kita kelola? Meski Anda bukan seorang karyawan tetapi seorang entrepreneur yang memiliki atau memimpin perusahaan pun, hal seperti ini bisa mempengaruhi kinerja bisnis secara keseluruhan. Simak empat langkah yang menurut Dave Logan (seorang akademisi pengajar kepemimpinan dan manajemen di USC) bisa Anda ambil untuk menanggulangi akibat buruk dari budaya korporat negatif semacam ini.

Langkah pertama ialah sadarlah mengenai apa yang sedang terjadi. Banyak perusahaan mengirimkan pesan-pesan terselubung, terutama kepada para manajer mereka, bahwa keseragaman dan pengorbanan keunikan pribadi seseorang merupakan sesuatu yang baik. Padahal bukan!

Langkah kedua yaitu ketahui apa saja konsekuensinya. Vitalitas pribadi merupakan salah satu faktor  yang disebut sebagai sebuah “hal yang tidak bisa didelegasikan”, kualitas tak kasat mata itu membutuhkan rasa hormat dan perhatian dan mendorong orang lain untuk mendengarkan apa yang sedang Anda ucapkan.

“Hal yang tak bisa didelegasikan” ini bertalian erat dengan kepemimpinan dalam sebuah perusahaan atau organisasi. Dalam konteks sejarah kenegaraan Amerika misalnya, “hal yang tak bisa didelegasikan” itu bisa dilihat dalam kepemimpinan mantan presiden John Kennedy, Ronald Reagan, serta Bill Clinton. Budaya korporat zombie ini berbahaya karena bisa menyebabkan Anda kehilangan “hal yang tak bisa didelegasikan”, yang akhirnya nanti akan menyebabkan kepemimpinan Anda menjadi timpang.

Langkah ketiga yaitu katakan “tidak!” pada budaya korporat zombie. Pemimpin yang paling efektif idealnya mampu menembus lapisan-lapisan manajemen tanpa pernah kehilangan vitalitas pribadinya tetapi tentu saja itu adalah sebuah usaha yang sadar dan sulit. Lakukan apa yang mereka lakukan: tetapkan batasan dan latihlah mereka yang berada di sekitar Anda mengenai prioritas Anda. Jika Anda tidak menjawab panggilan ponsel Anda pada kali kedua, mungkin dikarenakan Anda memiliki sesuatu yang lebih penting untuk dilakukan. Tindakan-tindakan ini sebenarnya meningkatkan tingkatan vitalitas pribadi Anda dan “hal yang tak bisa didelegasikan”.

Langkah keempat ialah ciptakan sebuah budaya yang hidup dan inovatif. berkomunikasilah dengan karyawan dan staf lainnya yang memiliki satu visi dengan Anda untuk menolak budaya zombie seperti ini. Dan kemudian bangunlah sebuah kelompok dengan mereka.

Pernahkah Anda melihat sebuah budaya zombie atau malah menjadi bagian dari budaya itu? Jika iya, cobalah menerapkan empat langkah di atas untuk membuat kehidupan di kantor Anda lebih berwarna dan hidup.

Sumber:
http://ciputraentrepreneurship.com/amankan-bisnis/4233-jangan-biarkan-bisnis-mengubah-anda-menjadi-zombie.html